PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH
Oleh : Aunur
Rafiq F. A.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada era seperti ini, semua
pihak memungkinkan memperoleh informasi secara melimpah, cepat, dan mudah dari
berbagai sumber. Untuk itu manusia dituntut memiliki kemampuan dalam
memperoleh, memiliki, mengelola, dan menindaklanjuti informasi itu untuk dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini berarti kita dituntut memiliki kemampuan
berpikir kritis, kreatif, logis, dan sistematis. Kemampuan ini dapat
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran matematika karena tujuan dari
pembelajaran matematika di sekolah adalah melatih cara berpikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kreativitas inovatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran, rasa ingin
tahu, membuat prediksi, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan
mengembangkan kemampuan menyampaikan komunikasi serta gagasan. Dengan demikian
matematika sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar mempunyai peranan
yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Matematika adalah salah satu
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah. Ada sekolah di mana sebagian
siswanya mampu memperoleh nilai matematika yang baik. Namun, ada juga sekolah
di mana terdapat sebagian siswa yang memperoleh nilai matematika di bawah
rata-rata. Perolehan nilai ini menggambarkan bahwa kemampuan matematika peserta
didik secara umum masih tergolong rendah. Banyak faktor yang menyebabkan
rendahnya hasil belajar matematika, salah satunya adalah ketidaktepatan
penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Kenyataannya banyak
guru yang menggunakan model pembelajaran yang bersifat konvensional, di mana
dalam kegiatan belajar mengajar masih didominasi oleh guru.
Pola pembelajaran seperti itu
harus diubah dengan cara menggiring peserta didik mencari ilmunya sendiri. Guru
hanya sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik harus menemukan
konsep-konsep belajar secara mandiri. Untuk mengantisipasi masalah di atas,
guru dituntut menemukan suatu cara yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
peserta didik. Hal ini berarti bahwa guru diharapkan menerapkan model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan, menemukan ide-ide baru, mampu
memecahkan masalah, dan mampu mengarahkan peserta didik menjadi peserta didik
yang aktif, kreatif, dan inovatif.
Dalam kurikulum disebutkan
bahwa standar kompetensi matematika dalam / dari kegiatan pembelajaran. Standar
yang dimaksud bukanlah penguasaan matematika sebagai ilmu, melainkan penguasaan
akan kecakapan matematika yang diperluikan untuk memahami dunia sekitar, mampu
bersaing, dan berhasil dalam kehidupan. Standar kompetensi yang dirumuskan
dalam kurikulum mencakup pemahaman konsep matematika, komunikasi matematis,
koneksi matematis, penalaran, pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang
positif terhadap matematika. Dengan demikian, model pembelajaran konvensional
yang dilakukan kebanyakan guru, tidak sesuai lagi dengan target dan tujuan yang
ingin dicapai dalam penguasaan matematika dan penerapannya.
Salah satu model pembelajaran
yang dapat membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah adalah model
pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) atau
diterjemahkan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Model ini merupakan
pendekatan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik (nyata) sehingga
peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan
keterampilannya, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan
dirinya. .
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan model
pembelajaran ?
2. Apakah ciri-ciri model pembelajaran itu ?
3. Apakah pengertian dari model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ?
4. Teori belajar apa yang melandasi
pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ?
5. Bagaimanakah pengembangan kurikulum dalam
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ?
6. Apakah peran guru dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) ?
7. Bagaimanakah desain masalah dalam model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan bagaimana strategi dalam memecahkan
masalah tersebut ?
C.
Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini,
adalah :
1. Dapat mengetahui hakikat dari model
pembelajaran.
2. Dapat mengetahui ciri-ciri dari model
pembelajaran.
3. Dapat mengetahui pengertian dari model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
4. Dapat mengetahui teori belajar yang melandasi pendekatan
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
5. Dapat mengetahui pengembangan kurikulum dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM).
6. Dapat mengetahui peran guru dalam
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
7. Dapat mengetahui desain masalah dalam
model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan strategi dalam memecahkan masalah
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran terdiri
dari strategi pembelajaran dan pendekatan pembelajaran. Straegi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam strategi
pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode. Misalnya, untuk melaksanakan
strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab
atau bahkan diskusi. Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan untuk
mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi
adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a
way in achieving something.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Terdapat dua pendekatan
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri dan diskoveri serta pembelajaran
induktif.
Jadi, model pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran
menggunakan metode dan pendekatan tertentu berdasarkan prinsip atau teori
pengetahuan dan merupakan suatu pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
B. Ciri-ciri Model
Pembelajaran
Model pembelajaran memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Berdasarkan teori belajar dari
para ahli tertentu.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan
tertentu.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan
kegiatan belajar mengajar di kelas.
4. Memiliki urutan langkah-langkah
pembelajaran (sintaks).
5. Memiliki dampak pembelajaran, berupa hasil
belajar yang berorientasi ke arah yang lebih baik.
C.
Pengertian Model Pembelajaran Berbasis
Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah yang
dirancang dalam konteks yang relevan dengan materi yang dipelajari. Pembelajaran berbasis masalah menggunakan
berbagi macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap
tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan
kompleksitas yang ada (Tan,2000). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kaitannya
dengan matematika adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan
menghadapkan siswa dalam masalah matematika. Dengan segenap pengetahuan dan
kemampuannya, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep
matematika.
PBM melibatkan siswa
dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka menginterpretasikan
dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang
fenomena itu.
Ibrahim
dan Nur (2000: 13) dan Ismail (2000: 1) mengemukakan bahwa langkah-langkah
(sintaks) Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.
Fase
|
Indikator
|
Tingkah Laku Guru
|
1
|
Orientasi
siswa pada masalah
|
Menjelasakan
tujuan pembelajaran, menjelasakn logistic yang diperlukan, dan memotivasi
siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
|
2
|
Mengorganisasi
siswa untuk belajar
|
Membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut
|
3
|
Membimbing
pengalaman individual/ kelompok
|
Mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
4
|
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
|
5
|
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses yang mereka gunakan
|
Menurut
Fogarty (1997: 3) PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu
yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui
diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Lagkah-langkah yang
akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBM adalah : (1) menemukan masalah;
(2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta; (4) merumuskan hipotesis;
(5) penelitian; (6) memahami kembali suatu masalah; (7) menyuguhkan alternatif;
dan (8) mengusulkan solusi.
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai berikut.
a.
Permasalahan menjadi strating point
dalam belajar;
b.
Permasalahan yang diangkat adalah
permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur;
c.
Permasalahan membutuhkan perspektif
ganda (multiple perspective);
d.
Permasalahan, menantang pengetahuan yang
dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan
identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
e.
Belajar pengarahan diri menjadi hal yang
utama;
f.
Pemanfaatan sumber pengetahuan yang
beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang
esensial dalam PBM;
g.
Belajar adalah kolaboratif, komunikasi,
dan kooperatif;
h.
Pengembangan keterampilan inquiry dan
pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari
solusi dari sebuah permasalahan;
i.
Keterbukaan proses dalam PBM meliputi
sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar;dan
j.
PBM melibatkan evaluasi dan review
pengalaman siswa dan proses belajar
Tujuan model
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah membantu siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual. Selain
itu model ini juga melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran
melalui pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri.
Alur proses
pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat pada flowchart berikut ini.
|
GAMBAR.
Keberagaman Pendekatan PBM
PBM
digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan:
(1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner; (2) penguasaan
keterampilan proses dan disiplin heuristic; (3) belajar keterampilan
pemecahan masalah; (4) belajar keterampilan kolaboratif; dan (5) belajar
keterampilan kehidupan yang lebih luas. Ketika tujuan PBM lebih luas, maka
permasalahan pun menjadi lebih kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus yang
lebih panjang.
Jenis
PBM yang akan dimasukkan dalam kurikulum tergantung pada profil dan kematangan
siswa, pengalaman masa lalu siswa, fleksibelitas kurikulum yang ada, tuntutan
evaluasi, waktu, dan sumber yang ada.
D.
Teori Belajar yang Melandasi Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
Selain teori belajar konstruktivisme,
ada beberapa teori belajar lainnya yang melandasi model PBM, yakni sebagai
berikut.
1.
Teori Belajar Bermakna dari David
Ausebul
Ausubel (Suparno, 1997)
membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar
menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar di
mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang
memperoleh informasi baru dengan pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan
dengan yang telah diketahuinya. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
2.
Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan
intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan
menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang dimilikinya kemudian membangun
pengertian baru. Ibrahim dan Nur (2000: 19) Vigotsky meyakini bahwa interaksi
sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui
kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.
3.
Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan
merupakan metode dimana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama
sekali yang benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang
lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh
pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna (Dahar, 1989: 103).
Bruner juga menggunakan
konsep scaffolding dan interaksi social dikelas maupun diluar kelas. Scaffolding
adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangan yang melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang
memiliki kemampuan lebih.
E.
Pengembangan Kurikulum dalam
Pembelajaran Berbasis Masalah
Model
pengembangan kurikulum ada yang bersifat deduktif; prosesnya dari hal yang
sangat umum menyangkut keperluan masyarakat kepada hal lebih khusus atau
spesifik; model induktif : dari hal yang bersifat spesifik materi dan proses
kurikulum kepada hal yang bersifat umum. Kurikulum dalam PBM meliputi :
1.
Mega Level (the why)
Profil lulusan yang diharapkan,
tujuan umum program; pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kompetensi lainnya
yang menekankan pengembangan disiplin ilmu.
2.
Makro Level (the what)
Latihan dan modul tujuan lembaga,
belajar dari materi dan silabus, penilaian tujuan, struktur, dan kegiatan
evaluasi.
3.
Mikro Level (the how)
Struktur kegiatan, jadwal sesi PBM,
tutorial, struktur belajar mandiri, dan kemasan belajar.
F.
Peran Guru dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah
Guru harus menggunakan proses
pembelajaran yang akan menggerakan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang
lebih luas, dan belajar sepanjang hayat. Lingkungan
belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berfikir reflektif, evaluasi
kritis, dan cara berfikir yang berdayaguna. Peran guru dalam PBM berbeda dengan
peran guru di dalam kelas. Guru dalam PBM terus berfikir tentang beberapa hal,
yaitu: 1) bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di
dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar; 2) bagaimana bisa
menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan
belajar dengan teman sebaya; 3) dan bagaimana siswa memandang diri mereka
sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif . Guru dalam PBM juga memusatkan
perhatiannya pada: 1) memfasilitasi proses PBM; mengubah cara berfikir,
mengembangkan keterampilan inquiry, menggunakan pembelajaran kooperatif;
2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah; pemberian alasan yang
mendalam, metakognisi, berfikir kritis, dan berfikir secara sistem; dan 3)
menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti lingkungan informasi,
mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah adalah
sebagai berikut.
1.
Menyiapkan Perangkat Berfikir Siswa
Beberapa hal yang dapat
dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM adalah: 1) membantu siswa
mengubah cara berfikir; 2) menjelaskan apakah PBM itu; Pola apa yang akan
dialami oleh siswa; 3) memberi siswa ikhtisar siklus PBM, struktur, dan batasan
waktu; 4) mengomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan.; 5) menyiapkan siswa
untuk pembaruan dan kesulitan yang akan menghadang; dan 6) membantu siswa
merasa memiliki masalah.
2.
Menekankan Belajar Kooperatif
PBM menyediakan cara
yang bersifat inquiry kolaboratif dan belajar. Bray, dkk. (2000)
menggambarkan inquiry kolaboratif sebagai proses di mana orang melakukan
refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk
menjawab pertanyaan penting. Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja
dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang
berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan
menganalisis data penting, dan mengelaborasi solusi.
3.
Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok
Kecil dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Belajar dalam kelompok kecil lebih
mudah dilakukan apabila anggota berkisar antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan
lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik
belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam siklus
PBM untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.
4.
Melaksanakan Pembelajaran Berbasis
Masalah
Guru mengatur
lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan perlibatan siswa dalam
masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inquiry
kolaboratif dan proses belajar siswa.
G. Desain
Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
1.
Akar Desain Masalah
Akar desain masalah
adalah masalah yang riil berupa kenyataan hidup, seperti halnya penguasaan
terhadap pemesinan dalam rangka menghadapi tuntutan perkembangan industri.
Dalam dunia medis siswa diajari untuk menemukan sejumlah obat dan penanganan terhadap
penyakit. Pendidikan dan pelatihan para guru harus mampu menunjukkan bagaimana
menangani situasi riil dalam dunia pendiikan. Bahkan terdapat kesenjangan antara teori dengan
praktik dalam pendidikan.
Menurut Michael Hicks (1991), ada
empat hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu : (1)
memahami masalah, (2) kita tidak tahu bagaimana memecahkan masalah tersebut,
(3) adanya keinginan memecahkan masalah, dan (4) adanya keyakinan mampu
memecahkan masalah tersebut.
Dalam PBM masalah yang dikemukakan
kepada siswa harus dapat membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah. Selain
itu PBM juga harus dapat menumbuhkan keinginan memecahkan masalah tersebut.
2.
Menentukan Tujuan Pembelajaran Berbasis
Masalah
PBM adalah sebuah cara memanfaatkan
masalah untuk menimbulkan motivasi belajar. Suksesnya pelaksanaan PBM sangat
tergantung pada seleksi, desain, dan
pengembangan masalah. Bagaimanapun juga, pertama-tama perlu memperkenalkan PBM pada kurikulum atau berpikir tentang
jenis masalah yang digunakan. Hal
penting adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam penggunaan PBM.
3. Desain Masalah
Desain
masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Karakteristik; masalah nyata dalam kehidupan,
adanya relevansi dengan kurikulum, tingkat kesulitan masalah, masalah memiliki
kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, dan keterbukaan masalah sebagai produk
akhir.
b. Konteks; masalah itu bersifat menantang,
memotivasi, dan tidak terstruktur.
c. Sumber dan Lingkungan Belajar; masalah dapat
memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk
bekerja sama, adanya bimbingan dalam menyelesaikan masalah, adanya sumber, dan
hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.
d. Presentasi; penggunaan skenario masalah,
penggunaan video klip, audio, jurnal, dan majalah serta web site.
Menurut Polya (1957), solusi soal
pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan
pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Fase pertama
adalah memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terahadap masalah yang
diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan
benar. Setelah siswa dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka
harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan melakukan fase
kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah.
Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa
lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. Jika rencana
penyelesaian suatu masalah telah dibuat, selanjutnya dilakukan penyelesaian
masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. Dan langkah terakhir
adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase
pertama sampai dengan fase penyelesaian ketiga. Dengan cara seperti ini maka
berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa
dapat mencapai jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.
Contoh penerapan strategi penyelesaian
masalah menurut Polya adalah ketika ahli matematika Jerman Carl Gauss masih
duduk di sekolah dasar, guru di sekolahnya meminta anak-anak untuk menentukan
jumlah 100 bilangan asli pertama. Dengan memberikan
soal ini, guru mengira bahwa waktu penyelesaian soal tersebut akan berlangsung
sangat lama. Namun demikian, di luar dugaan Gauss mampu menyelesaikan soal
tersebut dengan sangat cepat.
Fase pertama yang digunakan
adalah memahami masalah. Bilangan
asli yang dimaksud adalah 1, 2, 3, 4, ... . Dengan demikian masalah tersebut
adalah menentukan jumlah 1 + 2 + 3 + 4 + ... + 100. Fase kedua adalah merencanakan penyelesaian.
Salah satu strategi yang biasa untuk menyelesaikan masalah ini adalah mencari
kemungkinan adanya suatu pola. Cara yang paling jelas menyelesaikan masalah ini
adalah dengan menjumlahkan bilangan-bilangan tersebut secara berurutan. Akan
tetapi, bila dilakukan langkah berikut : 1 + 100 , 2 + 99 , 3 + 98 , ... , 50
+51, pada akhirnya akan diperoleh 50 pasangan bilangan yang masing-masing
berjumlah 101. Fase ketiga adalah menyelesaikan masalah. Terdapat 50 pasang
bilangan yang masing-masing berjumlah 101. dengan demikian jumlah
keseluruhannya adalah 50 (101) atau 5050. Fase terakhir adalah memerikasa
kembali. Metoda yang digunakan secara matematis sudah benar sebab penjumlahan
dapat dilakukan dalam urutan yang berbeda-beda dan perkalian dapat dipandang
sebagai penjumlahan berulang. Masalah lebih umum dari soal yang diberikan
adalah menentukan jumlah bilangan asli
yang pertama, 1 + 2 + 3 + 4 + ... + , dengan bilangan asli.
Jika merupakan
bilangan genap, maka dengan menggunakan cara yang sama seperti sebelumnya
didapat pasang bilangan
yang masing-masing berjumlah + 1. dengan
demikian, jumlah keseluruhannya adalah 1 + 2 + 3 + + 4 + ... + n atau . Rumus tersebut juga berlaku untuk n merupakan
bilangan ganjil.
Matematika
dikenal sebagai ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaannya harus bersifat
deduktif. Perlu pula diketahui bahwa isi maupun metode dalam mencari kebenaran
dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam apalagi dengan ilmu
pengetahuan umumnya. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh matematika
adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan alam adalah metode
induktif atau eksperimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat
dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya generalisasi yang benar untuk
semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif.
Sebagai
contoh, tentukanlah hasil dari dua buah bilangan ganjil. Fase pertama yang
digunakan adalah memahami masalah. Bilangan-bilangan ganjil yang dimaksud dapat
berupa bilangan bulat ganjil positif maupun negatif. Fase kedua adalah
merencanakan penyelesaian. Salah satu strategi yang biasa untuk menyelesaikan
masalah ini adalah membuat tabel daftar penjumlahan dua buah bilangan ganjil,
sebagai berikut.
+
|
1
|
-3
|
5
|
7
|
1
|
1
|
-2
|
6
|
8
|
-3
|
-2
|
-6
|
2
|
4
|
5
|
6
|
2
|
10
|
12
|
7
|
8
|
4
|
12
|
14
|
Dari
tabel, terlihat jelas bahwa jumlah dua buah bilangan ganjil adalah bilangan
genap. Namun, dalam matematika tidak dibenarkan membuat generalisasi secara
demikian. Walaupun kita menunjukkan hal itu dengan mengambil contoh yang lebih
banyak lagi, tetap tidak dibenarkan. Untuk itu diperlukan perencanaan pemecahan
secara deduktif. Misalkan pembuktian secara deduktif sebagai berikut. Andaikan
m dan n adalah sebarang bilangan bulat, maka 2m + 1 dan 2m + 1 tentunya
masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan:
(2m + 1) + (2n + 1) = 2 (m + n + 1)
Fase
ketiga adalah menyelesaikan masalah. Karena m dan n bilangan bulat, maka (m + n
+ 1) juga bilangan bulat, sehingga 2 (m + n + 1) adalah bilangan genap.. jadi
jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap. Fase terakhir adalah
memerikasa kembali. Metode yang digunakan secara matematis sudah benar sebab
dalam membuktikan atau menyelesaikan permasalahan dalam matematika harus
menggunakan metode deduktif.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pembelajaran
berbasis masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan
penyajian masalah yang dirancang dalam konteks yang relevan dengan materi yang
dipelajari untuk mendorong siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman konsep,
mampu berfikir kritis, memiliki kemandirian belajar, keterampilan
berpartisipasi dalam kerja kelompok, dan kemampuan dalam pemecahan masalah.
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kaitannya dengan matematika adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa dalam masalah
matematika. Dengan segenap pengetahuan dan kemampuannya, siswa dituntut untuk
menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep matematika. Keberhasilan
pembelajaran berbasis masalah sangat ditentukan oleh sajian masalah yang
diberikan kepada siswa, bantuan guru secara tepat dan tidak langsung, serta
interaksi siswa dalam proses pembelajaran.
Peran guru dalam PBM juga memusatkan
perhatiannya pada: 1) memfasilitasi proses PBM; mengubah cara berfikir,
mengembangkan keterampilan inquiry, menggunakan pembelajaran kooperatif;
2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah; pemberian alasan yang
mendalam, metakognisi, berfikir kritis, dan berfikir secara sistem; dan 3)
menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti lingkungan informasi,
mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi.
B.
Saran
1. Sebaiknya dalam kegiatan belajar mengajar
diterapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah, agar kemampuan penalaran
matematis siswa cenderung lebih baik.
2. Sebaiknya guru membuat suasana kelas menjadi
hidup. Dengan kata lain, guru berusaha membuat timbulnya suatu diskusi antar
siswa dalam menyelesaikan masalah terutama dalam pemecahan soal-soal matematika.
3. Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah, guru
senantiasa memonitor siswa-siswanya dalam melakukan diskusi. Jika dirasa
persoalannya terlalu sulit untuk dipecahkan, maka hendaknya guru memberi
arahan-arahan yang menuju pada solusi pemecahan masalah dan tidak langsung
memberikan jawaban dari persoalan itu. Hal ini penting agar para siswa mampu
berfikir lebih kritis lagi dalam menyelesaikan masalah, khususnya masalah
matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Ar, Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Cheong, Frence. 2008. Using a Problem-Based
Learning Approach to Teach an
Intelligent Systems Coursse. Volume 7.
Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah
Dasar. Edisi Khusus No. 1.
ISSN: 1412 – 565X.
Herman, Tatang. 2007. Pembelajaran Berbasis
Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah
Pertama. No. 1 Vol. 1.
ISSN: 1907 – 8838.
Komariah. 2007. Model Pemecahan Masalah Melalui
Pendekatan Realistik Pada
Pembelajaran Matematika SD. Volume: V Nomor: 7.
Loyens , Sofie , Woei Hung.
2010. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based
Learning. Volume 4 No. 2.
Nasuton, Parimpunan. 2008. Penerapan Model
Pembelaajran Berdasarkan Masalah
(Problem-Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU.
Vol. VI Nomor 1.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Sumarmo, Utari , Yanto Permana. 2007. Mengembangkan
Kemampuan Penalaran
dan Koneksi Matematika Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah. Vol. I No. 2 / Juli 2007 - ISSN: 1907 – 8838.
Wood, E.J. 2004. Problem-Based Learning:
Exploiting Knowledge of How People
Learn to Promote Effective Learning. Volume 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar