BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pembelajaran
adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta
didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya
efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik
(Isjoni, 2007: 11).
Dalam
melakukan proses mengajar, guru harus dapat memilih dan menggunakan beberapa
metode mengajar. Banyak metode mengajar yang dipakai oleh guru yang mana
masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan, kekurangan suatu
metode dapat ditutupi oleh metode mengajar yang lain sehingga guru dapat
menggunakan beberapa metode mengajar dalam melakukan proses belajar mengajar.
Pemilihan suatu metode perlu memperhatikan suatu materi yang disampaikan,
tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, dan banyaknya siswa serta hal-hal
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Pembelajaran
kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh
ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar
berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi
(sharing) pengetahuan, pengalaman,
tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup
bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model
pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan
persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif
(kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa
heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan
meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.
Sintaks
pembelajaran kooperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini menggunakan
metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model
pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga
belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan
pembelajaran.
Keunggulan
teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas,
teknik Think-Pair-Share (TPS) ini memberi kesempatan sedikitnya delapan
kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan
partisipasi mereka kepada orang lain (Lie, 2005:57).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Apa pembelajaran kooperatif think pair
share ?
2.
Bagaimana sintaks pembelajaran kooperatif think pair share ?
3.
Bagaimana implementasi kooperatif think pair share pada pembelajaran?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan pada rumusan masalah
di atas, maka tujuan penulisan makalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1.
Untuk mengetahui apa pembelajaran kooperatif think pair share.
2.
Untuk mengetahui bagaimana sintaks pembelajaran
kooperatif think pair share.
3.
Untuk mengetahui bagaimana implementasi kooperatif think pair share pada pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif think pair share adalah salah
satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Model
pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung
pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran kooperatif learning dapat
didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang
termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok yang dikemukakan oleh
Johnson & Johnson (dalam http://www.WordPress.com),
yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi
personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Sedangkan Lie (2005)
menyebutkan model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Model
pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai subjek pembelajaran (student
oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi
kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara
maksimal. Peran guru dalam pembelajaran kooperatif sebagai fasilitator,
moderator, organisator dan mediator terlihat jelas.
Karakteristik
pembelajaran kooperatif diantaranya :
(a) Siswa bekerja dalam kelompok
kooperatif untuk menguasai materi akademis
(b) Anggota-anggota dalam kelompok
diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi
(c) Jika memungkinkan, masing-masing
anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin
(d) sistem penghargaan yang
berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam
kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar
siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku
sosial. Sharan (dalam Isjoni, 2010:23) menyebutkan bahwa siswa yang belajar
menggunakan metode pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi
karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Jadi, siswa tidak lagi
memperoleh pengetaghuan itu hanya dari guru, dengan belajar kelompok seorang
teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman lainnya untuk mengemukakan
pendapatnya dengan cara mengharagi pendapat orang saling mengoreksi kesalahan,
dan saling membetulkan satu sama lainnya.
Dalam
pembelajaran kooperatif siswa akan terlatih untuk mendengar pendapat-pendapat
orang lain dan merangkum pendapat-pendapat tersebut dalam bentuk tulisan.
Tugas–tugas orang lain akan memacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu
dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang
dimiliki.
Ada tiga
tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif, yaitu :
a.
Prestasi
akademik.
Pembelajaran kooperatif sangat
menguntungkan baik bagi siswa berkemampuan tinggi maupun rendah. Khususnya bagi
siswa berkemampuan tinggi, secara akademik akan mendapat keuntungan karena
pengetahuan semakin mendalam.
b.
Penerimaan
terhadap keanekaragaman
Heterogen yang ditonjolkan
dalam pemilihan anggota kelompok akan mengarahkan siswa untuk mengakui dan
menerima perbedaan yang ada antara dirinya dan orang lain.
c.
Pengembangan
keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif
bertujuan mengarahkan kepada keterampilan-keterampilan kerjasama sebagai suatu
tim. Keterampilan ini kelak akan sangat bermanfaat bagi siswa ketika mereka.
Keuntungan
guru menggunakan pembelajaran kooperatif ialah dapat menimbulkan suasana yang
baru dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan sebelumnya hanya dilaksanakan
model pembelajaran secara konvensional yaitu camah dan tanya jawab. Metode
tersebut ternyata kurang memberi motivasi dan semangat kepada siswa untuk
belajar. Dengan digunakannva model cooperative learning, maka tampak suasana
kelas menjadi lebih hidup dan lebih bermakna. Selain itu, pembelajaran
kooperatif mampu mengembangkan kesadaran
pada diri siswa terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Dengan bekerja kelompok maka timbul adanya perasaan
ingin membantu siswa lain yang mengalami kesulitan sehingga mampu mengembangkan
sosial skill siswa.
B.
Model
Pembelajaran Think Pair Share
Model
pembelajaran think pair share
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini
berbasis pembelajaran diskusi kelas. Think Pair Share dikembangkan oleh Frank
Lyman dan rekan-rekannya dari Universitas Maryland. Think Pair Share memiliki
prosedur yang secara ekplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk
berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain. Melalui
cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan
saling bergantung pada kelompok - kelompok kecil secara koooperatif (http://www. WordPress .com)
Pembelajaran
dengan think pair share ini akan memberikan variasi tersendiri dalam lingkungan
belajar siswa. Silberman (2009: 151)
mengemukakan bahwa salah satu cara terbaik untuk mengembangkan belajar yang
aktif adalah memberikan tugas belajar yang diselesaikan dalam kelompok kecil
siswa. Dengan Think Pair Share siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya
bertukar ide dalam kelompoknya. Rasa
percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan
berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru,
tidak seperti biasanya hanya siswa siswa tertentu saja yang menjawab.
Think Pair Share membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses yang telah
tertentu sehingga membatasi kesempatan berfikirnya yang melantur dan tingkah
lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan hasil
pemikirannya ke mitranya. Think Pair
Share meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi
yamg diingat siswa. Dengan Think Pair
Share siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam
konteks yang tidak mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam
kelompok yang lebih besar. Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa
mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban
atas pertanyaan guru, tidak seperti biasanya hanya siswa siswa tertentu saja
yang menjawab.
Model
pembelajaran think pair share ini
merupakan model pembelajaran yang dilakukan untuk meningkatkan belajar
kolaboratif dan mendorong kepentingan dan keuntungan sinergi itu. Oleh karena
hal itu Silberman (2009: 161) menyebutkan istilah ”dua kepala tentu lebih baik
daripada satu”. Langkah- langkah dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share sebagai berikut :
a.
Langkah 1, yaitu berfikir (thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang
dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit
untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa
berbicara atau mengerjakan bukan berfikir.
b.
Langkah 2, yaitu berpasangan (pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa
untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka peroleh. Interaksi selama
waktu yang disediakan dapat menyatukan gagasan masing- masing siswa. Secara
normal guru memberi waktu tidak lebih 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
c.
Langkah 3, yaitu berbagi (sharing)
Pada tahap akhir, guru meminta
pasangan- pasangan untuk berbagi dengan kelompok berpasangan keseluruhan kelas.
Hal ini efektif baik untuk guru maupun
siswa untuk mengetahui ide- ide dari pasangan, dan kegiatan sharing ini dilanjutkan sampai sekitar
sebagian pasangan mendapat hasil dari yang didiskusikan untuk dilaporkan atau
dipresentasikan.
Pada implementasinya, masing- masing model
pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Lie (2005: 46)
mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang teridiri
dari 2 orang siswa) adalah :
1) Akan meningkatkan
pasrtisipasi siswa
2) Cocok untuk tugas sederhana
3) Lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota
kelompok
4) Interaksi lebih mudah
5) Lebih mudah dan cepat
membentuk kelompok.
Selain itu,
menurut Lie, keuntungan lain dari teknik ini adalah teknik ini dapat digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Adapun
kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang
rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah
kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46),
kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa)
adalah:
1) Banyak kelompok yang
melapor dan perlu dimonitor
2) Lebih sedikit ide yang
muncul
3) Tidak ada penengah jika
terjadi perselisihan dalam kelompok.
Para ahli berpendapat bahwa ada beberapa manfaat
pentingnya menggunakan TPS sebagai berikut :
Jones (2002)
menyatakan bahwa TPS membantu mengkonsturkan diskusi, dalam TPS siswa mengikuti
proses yang telah ditentukan sehingga membantu siswa salam memfokuskan pikiran
dan perilaku pada masalah yang sedang didiskusikan. Gunter, dkk (1999) berpendapat bahwa TPS dapat meningkatkan pastisipasi dan
meningkatkan banyaknnya informasi yang dapat diingat siswa. Melalui TPS siswa
saling belajar dan berupaya bertukar pikiran dan rasa percaya diri sebelum
mengemukakan idenya ke kelaompok yang lebih besar. Rasa percaya diri siswa
meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena
mereka sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru.
Susilo
(2005: 117) mengatakan bahwa TPS meningkatkan lamanya “time on task” dalam
kelas dan kualitas kontribusi siswa dalam diskusi. Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Melalui TPS siswa
dapat merasakan saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari satu
sama lain. Mampu menjunjung akuntabilitas individu karena mereka saling berbagi
ide dalam kelompok maupun antar kelompok atau seluruh kelas. Mempunyai kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dan seyogyanya idak ada siswa yang mendominasi. Interaksi antar
siswa cukup tinggi karena akan terlibat secara aktif dan sengaja berbicara atau
mendengarkan.
C. Implementasi Think
Pair Share
Pembelajaran
think pair share merupakan
pembelajaran berbasis diskusi kelas dengan kelompok siswa berpasangan. Model
pembelajaran think pair share
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif, dimana model pembelajaran
kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar
lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Sharan (dalam
Isjoni, 2010:23) menyebutkan bahwa siswa yang belajar menggunakan metode
pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan
didukung dari rekan sebaya. Jadi, siswa tidak lagi memperoleh pengetahuan itu
hanya dari guru, dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan
kesempatan kepada teman lainnya untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara
mengharagi pendapat orang saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan
satu sama lainnya.
Pembelajaran
Kooperatif tipe think pair share
mempunyai tiga tahapan, yaitu tahap berpikir (thinking), tahap berpasangan (pairing),
dan tahap berbagi (sharing). Sebelum
memulai setiap pembelajaran, guru menyiapkan nomor undian bangku, siswa
berbaris di depan kelas untuk mengambil nomor undian bangku. Guru melakukan hal
ini supaya kelompok yang terbentuk tiap pertemuan berubah. Diharapkan dengan
adanya pergantian kelompok ini, siswa dapat lebih akrab antara satu dengan yang
lain, dan menghindari kesenjangan kelompok, sebab think pair share ini membutuhkan kerja sama yang baik dalam kelompok berpasangannya.
Pada
kegiatan inti, guru menerapkan think pair
share kepada siswa. Pada tahap think,
guru mengajukan pertanyaan dan meminta siswa untuk berfikir sejenak tentang
media yang ditunjukkan oleh guru. Waktu berfikir ini kurang lebih 3-5 menit.
Untuk mengetahui hasil pemikiran siswa, dapat diperoleh dari jawaban siswa ketika ditanya oleh guru mengenai
media yang ditampilkan. Selanjutnya, siswa mengerjakan LKS dengan cara berdiskusi bersama teman sebangkunya
atau pasangannya, tahap ini disebut pair.
Guru membimbing siswa dalam mengerjakan LKS, siswa yang belum paham diberi
kesempatan untuk bertanya kepada guru. Tahap pair ini memberikan peluang bagi siswa untuk mengungkapkan ide dan
gagasan dengan saling berdiskusi dengan pasangannya. Hal ini menjadikan
pembelajaran lebih efektif, karena masing- masing siswa dituntut aktif dalam
pembelajaran.
Tahap
selanjutnya adalah share atau
berbagi, maksudnya adalah masing- masing kelompok pasangan menyampaikan hasil
diskusi kepada teman sekelas. Guru membimbing siswa untuk menaggapi jawaban
teman yang menyampaikan hasil diskusi. Hal ini dilakukan guru untuk melatih
siswa berani mengeluarkan pendapat dan
berfikir kritis. Ini sejalan dengan tujuan mata pelajaran MATEMATIKA di
Sekolah Menengan Pertama berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 (Tim Penyusun, 2006:60) yaitu peserta didik mampu yang
memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial, Siswa yang
aktif diberikan reward oleh guru berupa
“smile”. Siswa yang mendapat “smile”
terbanyak menandakan siswa tersebut aktif dalam pembelajaran. Adanya reward ini tentu menambah inat dan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Motivasi
belajar memang diperlukan dalam pembelajaran. Terkait dengan motivasi belajar, Nasution ( 1993:8) menyatakan bahwa
motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong siswa untuk belajar.
Selain pemberian reward, guru juga memiliki cara tersendiri dalam membangkitkan
minat belajar siswa. Guru memberikan permanian- permainan pada tiap pertemuan
untuk menunjang pembelajaran think pair
share ini. Pada siklus I ini guru memberikan permaian ”ayo mencari volume suatu bangun”
dan ”mencari luas permukaannya”. Pada tahap akhir, siswa diarahkan untuk
mengungkapkan kesimpulan pembelajaran. Untuk mengetahui hasil belajar secara
individu, guru memberikan soal evaluasi, berupa soal subyektif. Siswa juga
diminta untuk mengungkapkan kesan pembelajaran. Hal ini untuk memberikan saran
pada guru agar pembelajaran selanjutnya lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Penerapan model pembelajaran think
pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam pelaksanaan model
pembelajaran think pair share pada
setiap pertemuan mengalami perubahan materi pokok dan variasi kegiatan,
maksudnya adalah adanya variasi media pembelajaran yang digunakan dan adanya
permainan – permainan untuk menunjang pembelajaran think pair share.
Peningkatan hasil belajar dapat dilihat
dari aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran think pair share dan nilai akhir yang berasal dari gabungan nilai
individu dan kelompok.
B. Saran
Adapun saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut. Bagi siswa
sebaiknya siswa meningkatkan aktivitas membaca dan berlatih, sehingga mempermudah dalam menghafal dan memahami
materi Matematika. Tingkatkan
pula rasa percaya diri, agar selalu aktif mengikuti pembelajaran. Sedangkan
saran bagi guru adalah hendaknya guru
bisa menerapkan model pembelajaran think pair share. Agar siswa lebih aktif
dan mampu mengidentifikasi masalah matematika
(perhitungan) dan pemecahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar