Minggu, 26 Mei 2013

TARI SERIMPI

Rahasia di Balik Tari Serimpi Kandha Yogyakarta 
 
Di balik kelembutan dan keanggunan gerak-gerik penari, terdapat banyak simbol-simbol yang ingin disampaikan, terdapat rahasia-rahasia yang meminta untuk diungkap. Seni tari merupakan salah satu ajang pengekspresian diri. Ekspresi tersebut diperlihatkan melalui gerak-gerik yang penuh keindahan. Pengertian ini cenderung pada seni tari tradisional/klasik. Meskipun tari kontemporer telah banyak diciptakan, keberadaan tari tradisional tidak dapat dilupakan begitu saja. Tari tradisional seringkali lebih banyak mengandung simbol-simbol tertentu yang terkadang menyimpan sebuah rahasia. Dalam wacana ini, seni tari tradisional dipandang sebagai sebuah tarian yang berkembang di istana/kerajaan. Keberadaan seni tari dapat dipandang sebagai wujud keindahan, kesenangan, sarana komunikasi, sistem simbol, dan supraorganik. Dewasa ini, telah dikenal berbagai macam tarian klasik, salah satunya adalah tari serimpi. Seperti adatnya, tari ini pun awalnya berkembang di lingkungan kerajaan. Apabila sekarang tari-tarian tersebut diajarkan di luar lingkungan kerajaan adalah bukti adanya perkembangan akan kebutuhan seni tari. Tari serimpi sering disama-artikan dengan bedaya. Kedua istilah tersebut, selain digunakan untuk menyebut jenis tarian, juga merupakan istilah untuk menyebut penari wanita di istana. Pada umumnya, dalam kehidupan dan mainset orang Jawa, tari serimpi dilakukan oleh empat orang penari. Namun, dalam beberapa jenis tari serimpi, tidak selalu dilakukan oleh empat orang penari. Hal itu pun terjadi pada tari bedaya, yang umumnya dilakukan sembilan orang, beberapa jenisnya tidak selalu demikian. 
Di Yogyakarta, yang identik dengan kota budaya, tari klasik masih diuri-uri sebagai bentuk pelestarian kebudayaan. Tari serimpi berkembang di lingkungan kerjaan sehingga menimbulkan terciptanya jenis-jenis tarian. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V, misalnya, terdapat corak baru pada tari serimpi, yaitu pada tari serimpi Renggawati. Terdapat lima penari dalam tari serimpi tersebut. Tari ini menceritakan Anglidarma dengan tokoh sentralnya Renggawati. Penamaan tari serimpi dapat berdasarkan cerita yang dibawakan, berdasarkan tokoh dalam cerita, atau berdasarkan nama gendhing yang mengiringinya. Secara umum, gendhing yang mengiringi tari serimpi memiliki ciri khas, yaitu irama-irama khusus yang disebut gerongan atau lampah bedhayan. Secara universal, semua jenis tari serimpi memiliki kesamaan gerongan yang khas. Akan tetapi, terdapat jenis tari serimpi yang berada ‘di luar jalur’ dari tari-tari serimpi yang lain. Tari serimpi yang dimaksud adalah tari serimpi Kandha. Tarian ini berkembang di Yogyakarta pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V. Dikatakan tidak seperti serimpi lainnya karena tari ini tidak menggunakan gerongan khas seperti serimpi yang lain. Sebuah tarian dapat dipandang sebagai simbol untuk menyampaikan sesuatu. Rahasia dalam tarian-tarian menjadi menarik untuk dikaji. Fakta tari serimpi Kandha Yogyakarta yang ‘aneh’ pun mengundang pertanyaan ada apa di balik tari tersebut. Latar belakang keadaan di istana (dalam hal ini keraton) Yogyakarta pada saat itu perlu mendapat perhatian khusus. Tidak seperti sultan-sultan sebelumnya, Sultan HB V memegang jabatannya sudah sejak usia tiga tahun. Hal itu disebabkan ayahnya telah mangkat sementara dia masih kecil. Dari keadaan ini, beberapa anggota keluarga seperti pamannya pun akhirnya turut andil dalam menggerakkan pemerintahan. Pemerintahan secara kolektif ini tentunya menghasilkan sesuatu yang berbeda dibanding pemerintahan tunggal. Sultan HB V tumbuh dalam lingkungan yang mengajarkannya berbagai hal sejak kecil. Sultan HB V sejak kecil sudah menyukai wayang eong dan berbagai kesenian tradisional lainnya. Ketika memasuki masa pemerintahannya, dia mulai aktif menjalankan kegiatan-kegiatan seni, utamanya tari. Sultan HB V memimpin sendiri komunitas tari istana, bahkan beberapa sumber mengatakan beliau turut menjadi penari. Kebudayaan dan kesenian pada masa itu semakin bervariasi, terlihat pada semakin banyaknya naskah-naskah yang menceritakan segala sesuatu di masa itu. Selain latar belakang demikian, latar belakang perkawinan incest pun perlu diperhitungkan. Sultan HB menikah dengan orang-orang yang masih saudaranya meski tidak saudara langsung, seperti bibi dan sepupu. 
Perkawinan incest didasari pada pertimbangan bahwa keturunan keuarga kerajaan haruslah memiliki darah kerajaan agar keturunan raja, yang terkadang dianggap setengah dewa, dapat tetap memurnikan keturunannya. Perkawinan incest sudah menjadi tradisi dalam keraton Yogyakarta. Nama lain dari perkawinan ini adalah endogami. Menurut hukum, perkawinan semacam ini terlarang. Oleh karena itu, pihak kerajaan ingin menutupi fakta tersebut. Dalam tari serimpi Kandha, diceritakan bahwa ada seorang raja yang mencintai adik kandungnya senidiri. Tarian berakhir pada diurungkannya perkawinan tersebut karena sang putri menolaknya. Hal ini menjadi sarana untuk mengingatkan agar tradisi perkawinan dari keluarga sendiri tidak berlanjut. Tari serimpi Kandha yang cenderung berbentuk satire ini masih belum jelas siapa yang membuatnya. Naskah tentang tari ini masih dikeramatkan. Pihak keluarga istana sendiri dimungkinkan mencetuskan tarian ini dengan tujuan mengurangi tradisi perkawinan incest. Hal itu dilakukan demi perbaikan di masa depan. Selain dari pihak istana, pihak abdi dalem juga mungkin dapat membuat tarian tersebut. Tujuan mereka tak lain untuk mengingatkan pihak kerajaan terhadap kasus tersebut. Selain dua tersebut, kiranya Sultan HB V dapat pula membuat tari itu sendiri, mengingat jiwa seninya yang tinggi. Seperti telah disebutkan di atas, di balik kelembutan dan keanggunan gerak-gerik penari, terdapat banyak simbol-simbol yang ingin disampaikan, terdapat rahasia-rahasia yang meminta untuk diungkap. Tari serimpi Kandha yang berbeda dari tari serimpi lainnya memiliki rahasia tersendiri. Cerita-cerita dalam setiap lekukan gerakan dapat diinterpretasikan secara bervariasi. Pandangan mengenai tari serimpi Kandha Yogyakarta pun dapat ditafsirkan dalam berbagai hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar