Senin, 27 Mei 2013


PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Oleh : Aunur Rafiq F. A.

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pada era seperti ini, semua pihak memungkinkan memperoleh informasi secara melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber. Untuk itu manusia dituntut memiliki kemampuan dalam memperoleh, memiliki, mengelola, dan menindaklanjuti informasi itu untuk dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini berarti kita dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis, dan sistematis. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran matematika karena tujuan dari pembelajaran matematika di sekolah adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kreativitas inovatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran, rasa ingin tahu, membuat prediksi, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan mengembangkan kemampuan menyampaikan komunikasi serta gagasan. Dengan demikian matematika sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar mempunyai peranan yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah. Ada sekolah di mana sebagian siswanya mampu memperoleh nilai matematika yang baik. Namun, ada juga sekolah di mana terdapat sebagian siswa yang memperoleh nilai matematika di bawah rata-rata. Perolehan nilai ini menggambarkan bahwa kemampuan matematika peserta didik secara umum masih tergolong rendah. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika, salah satunya adalah ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Kenyataannya banyak guru yang menggunakan model pembelajaran yang bersifat konvensional, di mana dalam kegiatan belajar mengajar masih didominasi oleh guru.
Pola pembelajaran seperti itu harus diubah dengan cara menggiring peserta didik mencari ilmunya sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik harus menemukan konsep-konsep belajar secara mandiri. Untuk mengantisipasi masalah di atas, guru dituntut menemukan suatu cara yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Hal ini berarti bahwa guru diharapkan menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan, menemukan ide-ide baru, mampu memecahkan masalah, dan mampu mengarahkan peserta didik menjadi peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif.
Dalam kurikulum disebutkan bahwa standar kompetensi matematika dalam / dari kegiatan pembelajaran. Standar yang dimaksud bukanlah penguasaan matematika sebagai ilmu, melainkan penguasaan akan kecakapan matematika yang diperluikan untuk memahami dunia sekitar, mampu bersaing, dan berhasil dalam kehidupan. Standar kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum mencakup pemahaman konsep matematika, komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran, pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap matematika. Dengan demikian, model pembelajaran konvensional yang dilakukan kebanyakan guru, tidak sesuai lagi dengan target dan tujuan yang ingin dicapai dalam penguasaan matematika dan penerapannya.   
Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) atau diterjemahkan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Model ini merupakan pendekatan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik (nyata) sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilannya, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan dirinya. .

B.   Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran ?
2.      Apakah ciri-ciri model pembelajaran itu ?
3.      Apakah pengertian dari model  Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ?
4.      Teori belajar apa yang melandasi pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ?
5.      Bagaimanakah pengembangan kurikulum dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ?
6.      Apakah peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ?
7.      Bagaimanakah desain masalah dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan bagaimana strategi dalam memecahkan masalah tersebut ?

C.   Tujuan 
Tujuan disusunnya makalah ini, adalah :
1.      Dapat mengetahui hakikat dari model pembelajaran.
2.      Dapat mengetahui ciri-ciri dari model pembelajaran.
3.      Dapat mengetahui pengertian dari model  Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
4.      Dapat mengetahui teori belajar yang melandasi pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
5.      Dapat mengetahui pengembangan kurikulum dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
6.      Dapat mengetahui peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
7.      Dapat mengetahui desain masalah dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan strategi dalam memecahkan masalah tersebut.


























BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran terdiri dari strategi pembelajaran dan pendekatan pembelajaran. Straegi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam strategi pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode. Misalnya, untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi. Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Terdapat dua pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri dan diskoveri serta pembelajaran induktif.
Jadi, model pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran menggunakan metode dan pendekatan tertentu berdasarkan prinsip atau teori pengetahuan dan merupakan suatu pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B.   Ciri-ciri Model Pembelajaran
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Berdasarkan teori belajar dari para ahli tertentu.
2.      Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3.      Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.
4.      Memiliki urutan langkah-langkah pembelajaran (sintaks).
5.      Memiliki dampak pembelajaran, berupa hasil belajar yang berorientasi ke arah yang lebih baik.

C.   Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah yang dirancang dalam konteks yang relevan dengan materi yang dipelajari. Pembelajaran berbasis masalah menggunakan berbagi macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Tan,2000). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kaitannya dengan matematika adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa dalam masalah matematika. Dengan segenap pengetahuan dan kemampuannya, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep matematika.
PBM melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena itu.
Ibrahim dan Nur (2000: 13) dan Ismail (2000: 1) mengemukakan bahwa langkah-langkah (sintaks) Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.
Fase
Indikator
Tingkah Laku Guru
1
Orientasi siswa pada masalah
Menjelasakan tujuan pembelajaran, menjelasakn logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3
Membimbing pengalaman individual/ kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

Menurut Fogarty (1997: 3) PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Lagkah-langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBM adalah : (1) menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta; (4) merumuskan hipotesis; (5) penelitian; (6) memahami kembali suatu masalah; (7) menyuguhkan alternatif; dan (8) mengusulkan solusi.
Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.
a.       Permasalahan menjadi strating point dalam belajar;
b.      Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur;
c.       Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
d.      Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
e.       Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
f.       Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
g.      Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
h.      Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
i.        Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar;dan
j.        PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar
Tujuan model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual. Selain itu model ini juga melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri.
Alur proses pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat pada flowchart berikut ini.







Kesimpulan, Integrasi, dan Evaluasi
 
 















                        GAMBAR.  Keberagaman Pendekatan PBM

      PBM digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan: (1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner; (2) penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristic; (3) belajar keterampilan pemecahan masalah; (4) belajar keterampilan kolaboratif; dan (5) belajar keterampilan kehidupan yang lebih luas. Ketika tujuan PBM lebih luas, maka permasalahan pun menjadi lebih kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus yang lebih panjang.
      Jenis PBM yang akan dimasukkan dalam kurikulum tergantung pada profil dan kematangan siswa, pengalaman masa lalu siswa, fleksibelitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu, dan sumber yang ada.

D.   Teori Belajar yang Melandasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Selain teori belajar konstruktivisme, ada beberapa teori belajar lainnya yang melandasi model PBM, yakni sebagai berikut.
1.      Teori Belajar Bermakna dari David Ausebul
Ausubel (Suparno, 1997) membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dengan pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
2.      Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang dimilikinya kemudian membangun pengertian baru. Ibrahim dan Nur (2000: 19) Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.
3.      Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali yang benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1989: 103).
Bruner juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi social dikelas maupun diluar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangan yang melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.

E.   Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pengembangan kurikulum ada yang bersifat deduktif; prosesnya dari hal yang sangat umum menyangkut keperluan masyarakat kepada hal lebih khusus atau spesifik; model induktif : dari hal yang bersifat spesifik materi dan proses kurikulum kepada hal yang bersifat umum. Kurikulum dalam PBM meliputi :
1.      Mega Level (the why)
Profil lulusan yang diharapkan, tujuan umum program; pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kompetensi lainnya yang menekankan pengembangan disiplin ilmu.
2.      Makro Level (the what)
Latihan dan modul tujuan lembaga, belajar dari materi dan silabus, penilaian tujuan, struktur, dan kegiatan evaluasi.
3.      Mikro Level (the how)
Struktur kegiatan, jadwal sesi PBM, tutorial, struktur belajar mandiri, dan kemasan belajar.

F.    Peran Guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berfikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang berdayaguna. Peran guru dalam PBM berbeda dengan peran guru di dalam kelas. Guru dalam PBM terus berfikir tentang beberapa hal, yaitu: 1) bagaimana dapat merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar; 2) bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman sebaya; 3) dan bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif . Guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada: 1) memfasilitasi proses PBM; mengubah cara berfikir, mengembangkan keterampilan inquiry, menggunakan pembelajaran kooperatif; 2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah; pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berfikir kritis, dan berfikir secara sistem; dan 3) menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti lingkungan informasi, mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.
1.      Menyiapkan Perangkat Berfikir Siswa
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM adalah: 1) membantu siswa mengubah cara berfikir; 2) menjelaskan apakah PBM itu; Pola apa yang akan dialami oleh siswa; 3) memberi siswa ikhtisar siklus PBM, struktur, dan batasan waktu; 4) mengomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan.; 5) menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan menghadang; dan 6) membantu siswa merasa memiliki masalah.
2.      Menekankan Belajar Kooperatif
PBM menyediakan cara yang bersifat inquiry kolaboratif dan belajar. Bray, dkk. (2000) menggambarkan inquiry kolaboratif sebagai proses di mana orang melakukan refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan penting. Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan menganalisis data penting, dan mengelaborasi solusi.
3.      Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok Kecil dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam siklus PBM untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.
4.      Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan perlibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.

G.  Desain Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
1.      Akar Desain Masalah
Akar desain masalah adalah masalah yang riil berupa kenyataan hidup, seperti halnya penguasaan terhadap pemesinan dalam rangka menghadapi tuntutan perkembangan industri. Dalam dunia medis siswa diajari untuk menemukan sejumlah obat dan penanganan terhadap penyakit. Pendidikan dan pelatihan para guru harus mampu menunjukkan bagaimana menangani situasi riil dalam dunia pendiikan. Bahkan  terdapat kesenjangan antara teori dengan praktik dalam pendidikan.
Menurut Michael Hicks (1991), ada empat hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu : (1) memahami masalah, (2) kita tidak tahu bagaimana memecahkan masalah tersebut, (3) adanya keinginan memecahkan masalah, dan (4) adanya keyakinan mampu memecahkan masalah tersebut.
Dalam PBM masalah yang dikemukakan kepada siswa harus dapat membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah. Selain itu PBM juga harus dapat menumbuhkan keinginan memecahkan masalah tersebut.
2.      Menentukan Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah
PBM adalah sebuah cara memanfaatkan masalah untuk menimbulkan motivasi belajar. Suksesnya pelaksanaan PBM sangat tergantung  pada seleksi, desain, dan pengembangan masalah. Bagaimanapun juga, pertama-tama perlu memperkenalkan  PBM pada kurikulum atau berpikir tentang jenis masalah  yang digunakan. Hal penting adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam penggunaan PBM.
3.      Desain Masalah
      Desain masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Karakteristik; masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan kurikulum, tingkat kesulitan masalah, masalah memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, dan keterbukaan masalah sebagai produk akhir.
b.      Konteks; masalah itu bersifat menantang, memotivasi, dan tidak terstruktur.
c.       Sumber dan Lingkungan Belajar; masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama, adanya bimbingan dalam menyelesaikan masalah, adanya sumber, dan hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.
d.      Presentasi; penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip, audio, jurnal, dan majalah serta web site.   

Menurut Polya (1957), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Fase pertama adalah memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terahadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan melakukan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. Jika rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. Dan langkah terakhir adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama sampai dengan fase penyelesaian ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat mencapai jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.
Contoh penerapan strategi penyelesaian masalah menurut Polya adalah ketika ahli matematika Jerman Carl Gauss masih duduk di sekolah dasar, guru di sekolahnya meminta anak-anak untuk menentukan jumlah 100 bilangan asli pertama. Dengan memberikan soal ini, guru mengira bahwa waktu penyelesaian soal tersebut akan berlangsung sangat lama. Namun demikian, di luar dugaan Gauss mampu menyelesaikan soal tersebut dengan sangat cepat.
Fase pertama yang digunakan adalah memahami masalah. Bilangan asli yang dimaksud adalah 1, 2, 3, 4, ... . Dengan demikian masalah tersebut adalah menentukan jumlah 1 + 2 + 3 + 4 + ... + 100.  Fase kedua adalah merencanakan penyelesaian. Salah satu strategi yang biasa untuk menyelesaikan masalah ini adalah mencari kemungkinan adanya suatu pola. Cara yang paling jelas menyelesaikan masalah ini adalah dengan menjumlahkan bilangan-bilangan tersebut secara berurutan. Akan tetapi, bila dilakukan langkah berikut : 1 + 100 , 2 + 99 , 3 + 98 , ... , 50 +51, pada akhirnya akan diperoleh 50 pasangan bilangan yang masing-masing berjumlah 101. Fase ketiga adalah menyelesaikan masalah. Terdapat 50 pasang bilangan yang masing-masing berjumlah 101. dengan demikian jumlah keseluruhannya adalah 50 (101) atau 5050. Fase terakhir adalah memerikasa kembali. Metoda yang digunakan secara matematis sudah benar sebab penjumlahan dapat dilakukan dalam urutan yang berbeda-beda dan perkalian dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang. Masalah lebih umum dari soal yang diberikan adalah menentukan jumlah  bilangan asli yang pertama, 1 + 2 + 3 + 4 + ... + , dengan  bilangan asli. Jika  merupakan bilangan genap, maka dengan menggunakan cara yang sama seperti sebelumnya didapat  pasang bilangan yang masing-masing berjumlah  + 1. dengan demikian, jumlah keseluruhannya adalah 1 + 2 + 3 + + 4 + ... + n atau . Rumus tersebut juga berlaku untuk n merupakan bilangan ganjil.
      Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaannya harus bersifat deduktif. Perlu pula diketahui bahwa isi maupun metode dalam mencari kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam apalagi dengan ilmu pengetahuan umumnya. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif atau eksperimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif.
      Sebagai contoh, tentukanlah hasil dari dua buah bilangan ganjil. Fase pertama yang digunakan adalah memahami masalah. Bilangan-bilangan ganjil yang dimaksud dapat berupa bilangan bulat ganjil positif maupun negatif. Fase kedua adalah merencanakan penyelesaian. Salah satu strategi yang biasa untuk menyelesaikan masalah ini adalah membuat tabel daftar penjumlahan dua buah bilangan ganjil, sebagai berikut.
+
1
-3
5
7
1
1
-2
6
8
-3
-2
-6
2
4
5
6
2
10
12
7
8
4
12
14

      Dari tabel, terlihat jelas bahwa jumlah dua buah bilangan ganjil adalah bilangan genap. Namun, dalam matematika tidak dibenarkan membuat generalisasi secara demikian. Walaupun kita menunjukkan hal itu dengan mengambil contoh yang lebih banyak lagi, tetap tidak dibenarkan. Untuk itu diperlukan perencanaan pemecahan secara deduktif. Misalkan pembuktian secara deduktif sebagai berikut. Andaikan m dan n adalah sebarang bilangan bulat, maka 2m + 1 dan 2m + 1 tentunya masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan:
(2m + 1) + (2n + 1) = 2 (m + n + 1)
      Fase ketiga adalah menyelesaikan masalah. Karena m dan n bilangan bulat, maka (m + n + 1) juga bilangan bulat, sehingga 2 (m + n + 1) adalah bilangan genap.. jadi jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap. Fase terakhir adalah memerikasa kembali. Metode yang digunakan secara matematis sudah benar sebab dalam membuktikan atau menyelesaikan permasalahan dalam matematika harus menggunakan metode deduktif.



BAB III
PENUTUP

A.   Simpulan
      Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah yang dirancang dalam konteks yang relevan dengan materi yang dipelajari untuk mendorong siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman konsep, mampu berfikir kritis, memiliki kemandirian belajar, keterampilan berpartisipasi dalam kerja kelompok, dan kemampuan dalam pemecahan masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kaitannya dengan matematika adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa dalam masalah matematika. Dengan segenap pengetahuan dan kemampuannya, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep matematika. Keberhasilan pembelajaran berbasis masalah sangat ditentukan oleh sajian masalah yang diberikan kepada siswa, bantuan guru secara tepat dan tidak langsung, serta interaksi siswa dalam proses pembelajaran.
Peran guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada: 1) memfasilitasi proses PBM; mengubah cara berfikir, mengembangkan keterampilan inquiry, menggunakan pembelajaran kooperatif; 2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah; pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berfikir kritis, dan berfikir secara sistem; dan 3) menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti lingkungan informasi, mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi.

B.   Saran
1.      Sebaiknya dalam kegiatan belajar mengajar diterapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah, agar kemampuan penalaran matematis siswa cenderung lebih baik.
2.      Sebaiknya guru membuat suasana kelas menjadi hidup. Dengan kata lain, guru berusaha membuat timbulnya suatu diskusi antar siswa dalam menyelesaikan masalah terutama dalam pemecahan soal-soal matematika.
3.      Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah, guru senantiasa memonitor siswa-siswanya dalam melakukan diskusi. Jika dirasa persoalannya terlalu sulit untuk dipecahkan, maka hendaknya guru memberi arahan-arahan yang menuju pada solusi pemecahan masalah dan tidak langsung memberikan jawaban dari persoalan itu. Hal ini penting agar para siswa mampu berfikir lebih kritis lagi dalam menyelesaikan masalah, khususnya masalah matematika.
























DAFTAR PUSTAKA

Ar, Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
                  Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Cheong, Frence. 2008. Using a Problem-Based Learning Approach to Teach an
          Intelligent Systems Coursse. Volume 7.

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
          Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah
         Dasar. Edisi Khusus No. 1. ISSN: 1412 – 565X.

Herman, Tatang. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
            Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah
           Pertama. No. 1 Vol. 1. ISSN: 1907 – 8838.

Komariah. 2007. Model Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan Realistik Pada
         Pembelajaran Matematika SD. Volume: V Nomor: 7.

Loyens , Sofie ,  Woei Hung. 2010. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based
                       Learning. Volume 4 No. 2.

Nasuton, Parimpunan. 2008. Penerapan Model Pembelaajran Berdasarkan Masalah
                   (Problem-Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU.
                   Vol. VI Nomor 1.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Sumarmo, Utari , Yanto Permana. 2007. Mengembangkan Kemampuan Penalaran
                  dan Koneksi Matematika Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis
                 Masalah. Vol. I No. 2  / Juli 2007 - ISSN: 1907 – 8838.

Wood, E.J. 2004. Problem-Based Learning: Exploiting Knowledge of How People
          Learn to Promote Effective Learning. Volume 3.

                                                                                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar