BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Matematika adalah salah satu ilmu dasar,
yang semakin dirasakan interkasinya dengan bidang-bidang ilmu lainnya seperti
ekonomi dan teknologi. Peran matematika dalam interaksi ini terletak pada
struktur ilmu dan perlatan yang digunakan. Ilmu matematika sekarang ini masih
banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti bidang industri, asuransi,
ekonomi, pertanian, dan di banyak bidang sosial maupun teknik. Mengingat
peranan matematika yang semakin besar dalam tahun-tahun mendatang, tentunya
banyak sarjana matematika yang sangat dibutuhkan yang sangat terampil, andal,
kompeten, dan berwawasan luas, baik di dalam disiplin ilmunya sendiri maupun
dalam disiplin ilmu lainnya yang saling menunjang.
Salah
satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman
sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah
pembelajaran matematika realistik. Model ini dikembangkan di Belanda, bertumpu
pada filosofi Freudenthal (1973) yang menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas
manusia, dan semua unsur matematika dalam kehidupan sehari-hari harus
diberdayagunakan untuk membelajarkan matematika di kelas.
Biasanya ada sebagian
siswa yang menganggap belajar matematika harus dengan berjuang mati-matian dengan
kata lain harus belajar dengan ekstra keras. Hal ini menjadikan matematika
seperti “monster” yang mesti ditakuti dan malas untuk mempelajari matematika.
Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai salah satu diantara mata
pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yang merupakan syarat bagi
kelulusan siswa-siswi SMP maupun SMA, ketakutan siswa pun makin bertambah.
Akibat dari pemikiran negatif terhadap matematika, perlu kiranya seorang guru
yang mengajar matematika melakukan upaya yang dapat membuat proses belajar
mengajar bermakna dan menyenangkan. Ada beberapa pemikiran untuk mengurangi
ketakutan siswa terhadap matematika.
Menurut Hasratuddin :
Proses
pembelajaran matematika di sekolah- sekolah yang berlangsung selama
ini, dan hampir di semua jenjang pendidikan, pada umumnya berlangsung satu
arah, yaitu guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered).
Menurut
Slamet Hw dan Nining Setyaningsih
Pada dasarnya belajar
matematika haruslah dimulai dari mengerjakan masalah yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari (Matematika Realistik). Melalui mengerjakan masalah matematika yang
dikenal dan berlangsung dalam kehidupan nyata, peserta didik membangun konsep
dan pemahaman dengan naluri, insting, daya nalar, dan konsep yang sudah
diketahui.
Jadi, cara pembelajaran matematika
realistik dimana pembelajaran ini mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar,
pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta
menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa. Dengan pendekatan RME tersebut,
siswa tidak harus dibawa ke dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah
situasi nyata yang ada dalam pikiran siswa. Adapun beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal di atas dengan melakukan inovasi pembelajaran.
Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain memberikan kuis atau teka-teki
yang harus ditebak baik secara berkelompok ataupun individu, memberikan
permainan di kelas suatu bilangan dan sebagainya tergantung kreativitas guru.
Jadi untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran matematika harus dihubungkan
dengan kehidupan nyata yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran
matematika realistik?
2. Bagaimana cara mengetahui kelebihan dan
kekurangan model pembelajaran RME ?
3. Apa saja penggunaan dari model
pembelajaran RME?
4. Langkah apa saja yang ada dalam RME?
C. Tujuan
Penulisan
1. Siswa
dapat mengetahui pengertian matematika Realistik (MR).
2. Siswa
dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran RME.
3. Siswa
dapat mengetahui penggunaan dari model pembelajaran RME.
4. Siswa
dapat mempelajari langkah dalam proses pembelajaran dengan menggunakan RME.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Matematika Realistik (MR)
Matematika realistik yang dimaksudkan
dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya
konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran
matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik RME, sehingga
siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika.
Dan siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika
untuk memecahkan masalah sehari-hari. Penemu RME adalah Freudhenthal Institue di Belanda sejak
tahun 1970. Teori ini mengacu pada pendapat Freudental yang mengatakan bahwa
matematika harus dikaitkan dengan realita dan aktivitas manusia.
Karakteristik RME menggunakan: konteks
“dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan
keterkaitan. (Trevers, 1991; Van Heuvel-Panhuizen, 1998). Di sini akan mencoba
menjelaskan tentang karakteristik RME.
a.
Menggunakan
konteks “dunia nyata” yang tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi juga
sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika. Pembelajaran
matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa
dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses pencarian
(inti) dari proses yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange
(1987) sebagai matematisasi konseptual. Dengan pembelajaran matematika
realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa
juga dapat mengaplikasikan konep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia
nyata. Oleh karena itu untuk membatasi konsep-konsep matematika dengan
pengalaman sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari
dan penerapan matematika dalam sehari-hari.
b. Menggunakan model-model (matematisasi)
istilah model ini berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang
dikembangkan oleh siswa sendiri. Dan berperan sebagai jembatan bagi siswa dari
situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika
formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Model
situasi merupakan model yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan
formalisasi model tersebut. Melalui penalaran matematika model-of akan bergeser
menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model
matematika formal.
c. Menggunakan produksi dan konstruksi
streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa
terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam
proses belajar. Strategi-strategi formal siswa yang berupa prosedur pemecahan
masalah konstekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran
lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
d. Menggunakan interaktif. Interaktif antara
siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika
realistik. Bentuk-bentuk interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa
negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, digunakan
untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
e. Menggunakan keterkaitan dalam
pembelajaran matematika realistik. Dalam pembelajaran ada keterkaitan dengan
bidang yang lain, jadi kita harus memperhatikan juga bidang-bidang yang lainnya
karena akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan
matematika biasanya diperlukan pengetahuan yang kompleks, dan tidak hanya
aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
B. Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran RME
1) Kelebihan
pembelajaran matematika realistik antara lain :
a)
Karena membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa
tidak pernah lupa.
b)
Suasana dalam
proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan,
sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
c)
Siswa merasa
dihargai dan semakin terbuka, karena sikap belajar siswa ada nilainya.
d)
Memupuk kerjasama dalam kelompok.
e)
Melatih keberanian siswa karena siswa harus
menjelaskan jawabannya.
f)
Melatih siswa
untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat.
g)
Mendidik budi
pekerti.
2.
Kelemahan pembelajaran matematika realistik
antara lain :
a)
Karena sudah
terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menentukan
sendiri jawabannya.
b)
Membutuhkan
waktu yang lama.
c)
Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti
jawabannya terhadap teman yang belum selesai.
d) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi
pembelajaran saat itu.
e)
Belum ada
pedoman penilaian sehingga guru merasa kesal dalam evaluasi memberi nilai.
C. Penggunaan
Pembelajaran
RME tepat diterapkan dalam kurikulum 2004 karena pertama kurang diperhatikan
kemampuan berfikir dan pemecahan masalah dalam pembelajaraan matematika.
Pembelajarn matematika pada umumnya kurang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan kemampuan berfikir strategis, sehingga siswa hanya memahami
maknanya dan tidak mampu menerapkannya dalam berbagai situasi aplikatif. Kedua,
selama ini pembelajaran berpusat pada guru. Pembelajaran matematika di sekolah
masih mengikuti kebiasaan dengan urutan diterangkan, diberi contoh, dan
diberikan latihan soal. Singkat kata, guru lebih aktif daripada siswa. Ketiga,
adanya tuntutan terciptanya pendidikan berkualitas yang mampu bersaing dalam
menghadapi tuntutan masa depan. Keempat, adanya kecenderungan berubahnya pendekatan
dalam pembelajaran matematika dari behaviorisme ke RME. Kelima, adanya
hasil-hasil penelitian mengenai RME yang telah memberikan sumbangan yang cukup
berarti bagi perkembangan pembelajaran matematika.
D.
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan pedekatan RME adalah
Langkah 1 :
Mengkondisikan siswa untuk belajar sebelum
pembelajaran dimulai, guru mengkondisikan siswa untuk belajar. Pada langkah
ini, guru menyampaikan indikator pembelajaran yang akan dicapai, memotivasi
atau mengingatkan kembali tentang materi sebelumnya, dan mempersiapkan kelengkapan
belajar/alat peraga yang diperlukan dalam pembelajaran. Karakteristik RME yang
terdapat pada langkah ini adalah penggunaan interaksi siswa dengan guru atau
sebaliknya dan jalinan unit belajar yang mengaitkan pembelajaran sebelumnya
dengan pembelajaran yang akan dipelajari saat ini.
Langkah 2 :
Mengajukan masalah kontekstual Guru memulai
pembelajaran dengan mengajukan masalah kontekstual dan menyuruh siswa untuk memahami
masalah kontekstual dengan cermat serta guru menjelaskan bagian yang kurang
dimengerti oleh siswa. Masalah kontekstual tersebut sebagai pemicu terjadinya penemuan
kembali (reinvention) matematika siswa. Masalah kontekstual yang diajukan oleh
guru hendaknya masalah yang memiliki penyelesaian dengan berbagai cara yang divergen dan mempunyai lebih dari satu jawaban yang mungkin, serta masalah tersebut juga memberi peluang
untuk memunculkan berbagai strategi pemecahan masalah.
Krakteristik RME yang terdapat pada langkah ini adalah karakteristik pertama, yaitu menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam pembelajaran untuk menuju matematika formal sampai pembentukan konsep.
guru hendaknya masalah yang memiliki penyelesaian dengan berbagai cara yang divergen dan mempunyai lebih dari satu jawaban yang mungkin, serta masalah tersebut juga memberi peluang
untuk memunculkan berbagai strategi pemecahan masalah.
Krakteristik RME yang terdapat pada langkah ini adalah karakteristik pertama, yaitu menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam pembelajaran untuk menuju matematika formal sampai pembentukan konsep.
Langkah 3 :
Membimbing siswa untuk menyelesaikan
masalah kontekstual
Dalam memahami masalah, mungkin ada siswa kesulitan. Guru memantau siswa dalam menyelesaikan masalah serta menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjukpetunjuk
atau saran seperlunya (bersifat terbatas). Guru hanya memberikan penjelasan terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Dengan demikian terdapat kesatuan pemahaman terahadap masalah kontekstual. Penjelasan hanya diberikan sampai siswa mengerti maksud soal. Pada langkah ini, guru meminta siswa untuk menuliskan atau mendeskripsikan hasil kerjanya dengan bahasa mereka sendiri. Karakteristik RME yang terdapat dalam langkah ini adalah karakteristik keempat, yaitu adanya interaksi antara guru dan siswa dan antar siswa dengan siswa.
Dalam memahami masalah, mungkin ada siswa kesulitan. Guru memantau siswa dalam menyelesaikan masalah serta menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjukpetunjuk
atau saran seperlunya (bersifat terbatas). Guru hanya memberikan penjelasan terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Dengan demikian terdapat kesatuan pemahaman terahadap masalah kontekstual. Penjelasan hanya diberikan sampai siswa mengerti maksud soal. Pada langkah ini, guru meminta siswa untuk menuliskan atau mendeskripsikan hasil kerjanya dengan bahasa mereka sendiri. Karakteristik RME yang terdapat dalam langkah ini adalah karakteristik keempat, yaitu adanya interaksi antara guru dan siswa dan antar siswa dengan siswa.
Langkah 4 :
Meminta siswa menyajikan
penyelesaian masalah Siswa secara individu atau kellompok menyelesaiakan
masalah kontekstual yang diajukan oleh guru denga cara mereka sendiri. Cara
pemecahan masalah antara siswa satu dengan siswa lainnya tidak sama, karena
jawaban yang berbeda lebih diutamakan. Guru meminta siswa untuk
bernegosiasi, membandingkan dan berdiskusi secara berpasangan dengan teman sebangku atau
bernegosiasi, membandingkan dan berdiskusi secara berpasangan dengan teman sebangku atau
kelompoknya dan meminta siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya dengan
memberikan pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian
soal. Pada tahap ini siswa dibimbing
untuk melakuakn re-invention atau menemukan kembali konsep ide definisi
matematika.disamping itu pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan
mengunakan model sendiri untuk memudahkan menyelesaikan masalah.guru diharapkan
tidak memberitahu penyelesaian masalah (soal),sebelum siswa memperoleh penyelesaian masalah sendiri. Karakteristik RME yang terdapat dalam langkah ini adalah karakteristik kedua dan ketiga, yaitu
penggunaan model dan pennggunaan kontribusi siswa.
tidak memberitahu penyelesaian masalah (soal),sebelum siswa memperoleh penyelesaian masalah sendiri. Karakteristik RME yang terdapat dalam langkah ini adalah karakteristik kedua dan ketiga, yaitu
penggunaan model dan pennggunaan kontribusi siswa.
Langkah 5 :
Mengajak siswa membandingkan dan mendiskusikan
penyelesaian atau selesaian masalah Siswa diharapkan mempresentasikan hasil
pekerjaan didepan kelas. Guru meminta siswa lain untuk menanggapi dan
membandingkan serta mendiskusikan. Tahap ini dapat digunakan sebagai ajang
melatih keberanian siswa mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lainnya
atau berbeda dengan gurunya. Disamping itu siswa juga berkesempatan memeriksa
dan
membandingkan jawaban atau cara memperoleh jawaban soal dengan hasil temnanya. Selain itu, pada tahap ini akan tampak penggunaan idea tau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana. Karakteristik RME yang terdapat dalam langkah ini adalah karakteristik ke tiga dan keempat,
yaitu penggunaan kontribusi siswa dan interaksi.
membandingkan jawaban atau cara memperoleh jawaban soal dengan hasil temnanya. Selain itu, pada tahap ini akan tampak penggunaan idea tau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana. Karakteristik RME yang terdapat dalam langkah ini adalah karakteristik ke tiga dan keempat,
yaitu penggunaan kontribusi siswa dan interaksi.
Langkah 6 :
Mengajak siswa bernegosiasi berdasarkan
hasil diskusi kelompok atau diskusi kelas yang baru saja dilakukan, guru mengarahkan
siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep teorema prinsip matematika yang
terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan dan member penguatan
terhadap hasil kesimpulan siswa. Karakteristik RME yang terdapat dalam langkah
ini adalah karakteristik yang keempat yaitu terdapat interaksi antara siswa
dengan guru sebagi pembimbing, dan siswa dengan siswa lain. Sedangkan untuk karakteristik
kelima, interaksi dengan topic lainnya (interwine) dapat dilakukan setiap
langkah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Matematika
realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran.
Karakteristik RME
menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa,
interaktif dan keterkaitan. (Trevers, 1991; Van Heuvel-Panhuizen, 1998). Di
sini akan mencoba menjelaskan tentang karakteristik RME.
a. Menggunakan
konteks “dunia nyata” yang tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi juga
sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.
b. Menggunakan
model-model (matematisasi) istilah model ini berkaitan dengan model situasi dan
model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri.
c. Menggunakan
produksi dan konstruksi streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan
“produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang
mereka anggap penting dalam proses belajar.
Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran RME
a.
Kelebihan pembelajaran matematika realistik
antara lain :
1.
Karena membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa
tidak pernah lupa.
2.
Suasana dalam
proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan,
sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
b. Kelemahan
pembelajaran matematika realistik antara lain :
1.
Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu
maka siswa masih kesulitan dalam menentukan sendiri jawabannya.
2.
Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti jawabannya
terhadap teman yang belum selesai.
B. Saran
Matematika realistik yang kita
ketahui sebagai mana dari penjelasan terdahulu memiliki banyak rintangan dan
kendala untuk memahami metematika realistik. Sehingga kita sebagai generasi
penerus mampu untuk membina, mempertahankan bangsa Indonesia ini, agar tidak
mengalami kesalahan dalam menggunakan matematika realistik.
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan
Pendidikan : SMA ......
Mata
Pelajaran :Matematika
Kelas
/ Semester : X / II
Alokasi
Waktu : 2 X 45 menit
1.
Standart Kompetensi
Menggunakan
penerapan perbandingan trigonometri
dalam pemecahan masalah.
2.
Kompetensi Dasar
Melakukan
manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan penerapan
perbandingan trigonometri.
3.
Indikator
·
Menentukan nilai perbandingan
trigonometri untuk sudut khusus
·
Menerapkan perbandinagn trigonometri
dalam kehidupan sehari-hari.
·
Menyederhanakan perbandingan
trigonometri.
4.
Tujuan
·
Siswa dapat menentukan nilai
perbandingan trigonometri untuk sudut khusus
·
Siswa dapat menerapkan perbandinagn
trigonometri dalam kehidupan sehari-hari.
·
Siswa dapat menyederhanakan perbandingan
trigonometri
5.
Topik
·
Perbandingan trigonometri
·
Penerapan perbandingan trigonometri
6.
Proses Kegiatan / Pembelajaran
Langkah Kegiatan
|
Aktivitas Guru
|
Aktivitas Siswa
|
Media
|
Waktu
|
Pembukaan
|
§ Mengucap
salam dan membaca do’a bersama
§ Memeriksa
kehadiran siswa.
§ Menyampaikan
tujuan pembelajaran.
§ Motivasi
: apabila materi ini dikuasai dengan baik maka dapat menyelesaikan masalah
yang berhubungan dengan bentuk berpangkat dan bentuk akar.
§ Guru
melakukan apersepsi materi, yaitu perbandingan trigonometri (langkah 1)
|
Mendengarkan, dan
bertanya apabila ada pertanyaan.
|
Laptop, LCD, white
board dan spidol
|
10 menit
|
Kegiatan utama
|
Eksplorasi
§ Peserta
didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru tentang
perbandingan trigonometri .
§ Mengidentifikasi
soal – soal tentang perbandingan trigonometri.
Elaborasi
§ Guru
menjelaskan tentang penerapan perbandingan trigonometri dalam kehidupan
sehari-hari.
§ Mencoba
beberapa soal yang hampir mirip dengan penerapan perbandingan trigonometri.
§ Mengaitkan
beberapa soal tentang penenerapan perbandingan trigonometri daalm kehidupan
sehari-hari.
§ Guru
memberikan soal latihan kepada siswa tentang penerapan perbandingan
trigonometri. (langkah 2)
§ Guru
memantau sisiwa dalam mengerjakan soal. (langkah
3)
§ Siswa
mempresentasikan jawaban soal di depan kelas (langkah 4)
Konfirmasi
§ Membandingkan
jawaban siswa yang maju dengan siswa yang lain. (langkah 5)
§ Guru
dan siswa bersama-sama membahas soal tersebut dan menyimpulkan hasil
presentasi. (langkah 6)
§ Guru
memberikan kesempatan kepada siswa yang belum paham.
|
Memperhatikan,
menjawab, mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan, menanggapi
pertanyaan.
|
|
65 menit
|
Penutup
|
§ Menarik
kesimpulan dari pembelajaran hari ini.
§ Guru
memberikan pekerjaan rumah pada buku paket hal 210-211.
|
Menyimpulkan materi,
mengerjakan pekerjaan rumah.
|
|
15 menit
|
7.
Penilaian
Teknik : tugas individu, kuis dan ulangan harian
Bentuk
instrumen : uraian singkat
8.
Referensi
Buku
:
1. Wirodikromo,
Sartono. 2006. Matematika Untuk SMA Kelas
X. Jakarta: Erlangga.
Alat
:
1. Laptop
2. LCD
Mengetahui, Semarang,… November 2012
Kepala
Sekolah Guru Mata Pelajaran
SMA
.............. Tim
PERBANDINGAN
TRIGONOMETRI
Ø Perbandingan
Trigonometri Dalam Segitiga Siku-Siku
Perhatikan
dengan titik sudut siku-siku di C pada gambar
di bawah. Panjang sisi dihadapan sudut A adalah a, panjang sisis di hadapan
sudut B adalah b, dan panjang sisi
dihadapan sudut C adalah c.
A
|
B
|
C
|
a
|
b
|
c
|
|
|
Dari
tiga besaran panjang sisi segitiga siku-siku ABC tersebut dapat ditentukan enam buah perbandingan, yang disebut perbandingan trigonometri dalam segitiga
siku-siku
Definisi:
perbandingan
trigonometri dalam segitiga siku-siku
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Berdasarkan
definisi di atas, dapat diturunkan hubungan-hubungan matematika yang disebut
dengan rumus kebalikan dan rumus perbandingan sbb:
1.
Rumus Kebalikan
a.
d.
b.
e.
c.
f.
2.
Rumus Perbandingan
a.
b.
Ø Menentukan
Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut Khusus
P (x,y)
|
O
|
x
|
y
|
P’
|
|
Dengan
demikian, dalam lingkaran satuan itu koordinat titik P(x, y) dapat dinyatakan
sebagai P(cos
, sin
).
1.
Nilai Perbandingan Trigonometri untuk
Sudut
P (1 ,0)
|
O
|
1
|
Dengan demikian, diperoleh :
Sin 0
=
0
cos 0
=
1, dan
tan 0
=
=
=
0
2.
Nilai Perbandingan Trigonometri untuk
Sudut 30
Jika
30
, maka
(
perhatikan gambar ). Akibatnya
merupakan segitiga sama sisi dengan panjang
sisi OP = OQ = PQ = 1. Karena
sama dan sebangun dengan
, maka
=
=
atau ordinat y =
. Segitiga
siku-siku di
, dengan menggunakan Teorema Pythagoras
diperoleh hubungan :
P (x,y)
|
O
|
x
|
y
|
P’
|
|
1
|
1
|
Q (x,-y)
|
OP’ menyatakan absis
titik P atau x =
Koordinat titik P
, sehingga diperoleh
Sin 30o=
Cos 30o =
Tan 300 =
3.
Nilai Perbandingan Trigonometri untuk
Sudut 45o
P (x,y)
|
O
|
x
|
y
|
P’
|
|
1
|
Karena x = y maka y =
Koordinat titik P
adalah
, sehingga diperoleh
Sin 45o =
Cos 45o =
Tan 45o =
4.
Nilai Perbandingan Trrigonometri untuk
Sudut 60o
P (x,y)
|
O
|
x
|
y
|
P’
|
|
1
|
Q (1,0)
|
Sin 60
Cos 60
, dan
Tan 60
5.
Nilai Perbandingan Trrigonometri untuk
Sudut 90o
P (0,1)
|
O
|
|
1
|
Sin
0
=
1
Cos
0
Tan
0
PENERAPAN TRIGONOMETRI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A.
Menghitung tinggi tiang bendera
Seorang
pengamat yang ingin mengukur tinggi tiang bendera dengan menggunakan
klinometer. Dalam pengamatan akan didapat sudut dan jarak pengamat dengan tiang
kemudian dengan bantuan pengetahuan trigonometri, maka akan dapat dihitung
tinggi tiang bendera.
B.
Menghitung tinggi tiang listrik
Salah
satu penerapan trigonometri dalam kehidupan sehari-hari adalah menghitung
tinggi tiang listrik. Jika diketahui suatu titik terletak pada jarak 12,5 m
dari alas tiang listrik. Apabila dari titik tersebut ditarik garis sampai
menyentuh puncak tiang hingga membentuk sudut elevasi 37°, hitunglah tinggi
tiang listrik tersebut.
Jawab:
Misalkan,
jarak titik ke tiang = x, dan tinggi tiang = h
tan
37° =
=
h = 12,5 m x tan 37°
= 12,5 m x 0,754
= 9,425 m
Jadi, tinggi tiang listrik tersebut
adalah 9,425 m
C.
Menghitung tinggi pohon
Pengukuran
tinggi pohon dari titik acuan tertentu dengan memperhatikan jarak dan derajat
elevasi.
D.
Mengukur tinggi tangga
Sebuah tangga disandarkan pada suatu
tembok vertikal. Sudut-sudut yang dibentuk oleh tangga itu dengan lantai
horisontal adalah 60°. Jika jarak kaki tangga ketembok tadi adalah 6 m,
hitunglah:
a. Panjang
tangga itu
b. Tinggi
tembok dari ujung tangga ke lantai
Jawab :
a. Menurut
perbandingan cosinus
Cos 60° =
Cos 60° x BC = 6
½ x BC = 6
BC =
12
Jadi panjang tangga tersebut adalah 12 m.
b. Menurut
perbandingan tangen
Tan 60° =
=
Tan 60° x 6 = AC
AC =
x
6 = 6
Jadi tinggi tembok dari ujung tangga ke lantai
adalah 6
m.
E.
Menghitung jarak pandang langsung pilot
terhadap kapal dan menghitung jarak
kapal dengan titik dipermukaan laut yang berada tepat dibawah pesawat.
Pilot
pesawat sedang terbang dengan ketinggian 850 kaki diatas permukaan laut,
melihat sebuah kapal pesiar yang sedan berlayar. Apabila sudut depresi pilot
terhadap kapal sebesar 25°, tentukan jarak pandang langsung pilot terhadap
kapal.
Jawab
:
Sin
25° =
c
=
c = 2.011
jadi, jarak pandang langsung pilot
terhadap kapal adalah 2.011 kaki.
Menghitung jarak kapal dengan titik
dipermukaan laut yang berada tepat dibawah pesawat
Contoh:
Pilot sebuah pesawat yang sedang terbang
pada ketinggian 1.300 meter diatas permukaan laut melihat kapal pesiar berlayar
dengan sudut depresi 40°. Tentukan jarak kapal tersebut dengan titik
dipermukaan laut yang berada tepat dibawah pesawat.
Jawab :
Tan 40° =
b =
=
=
1.549
jadi, jarak kapal dengan titik dibawah
pesawat adalah 1.549 meter.
F.
Menghitung tinggi menara
Pengukuran
tinggi objek menara, dari titik acuan tertentu dengan memperhatikan jarak dan
derajat elevasi.
G.
Menghitung tinggi gedung
Pengukuran
tinggi objek menara, dari titik acuan tertentu dengan memperhatikan jarak dan
derajat elevasi.
H.
Menghitung tinggi layang-layang yang
sedang dimainkan oleh eorang anak.
DAFTAR PUSTAKA
Slamet dan Nining Setyaningsih. 2010. Dalam Jurnal Humaniora Vol. 11 No. 2 dengan
Judul Pengembangan Materi dan Model Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Media
dan Berkonteks Lokal Surakarta dalam Menunjuang KTSP. Surakarta:
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Armanto, D. (2004). Soal Kontekstual dalam PMRI. Makalah. Disajikan pada
Workshop PMRI. Bandung.
Subekti, Ervina Eka. 2011. Dalam
Jurnal Vol. 1 No. 1 dengan Judul Menumbuhkembangkan Berfikir Logis dan Sikap
Positif terhadap Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik. Semarang: IKIP PGRI Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar