Oleh: Aunur Rafiq Fuad Angsar
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Setiap siswa
mempunyai karakteristik berbeda terkait aktivitas penyelesaian masalah.
Misalnya, Ali lebih sering menggunakan metode informal untuk menyelesaikan
masalah daripada menggunakan prosedur formal. Tasya lebih senang menyendiri
sehingga ia merasa nyaman dalam menyelesaikan masalah. Ia lebih menyukai untuk
menyalin uraian materi atau contoh soal dari papan tulis, mempraktikannya di
rumah, dan menerapkan prosedur tersebut pada tes. Ia tidak menyukai sesuatu
yang baru. Sekali ia menguasai suatu prosedur, ia tidak ingin mencari prosedur
lainnya. Lain lagi dengan Joko. Jika ia tidak dibimbing tahap demi tahap maka
ia akan mengalami kebuntuan. Sementara itu, Yono tampak kurang percaya diri dalam
mengungkapkan ide-ide barunya. Meski, jika diberikan sedikit dorongan dan
motivasi maka ia akan menghasilkan suatu prosedur penyelesaian masalah yang
indah dan tidak terduga.
Pembelajaran
matematika perlu dirancang sedemikian sehingga dapat mengakomodasi berbagai
ragam karakterisik siswa. Salah satu cara yang dapat mewujudkan hal itu adalah penggunaan
soal terbuka dalam pembelajaran matematika. Karakteristik soal terbuka
memungkinkan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang mereka pilih.
Siswa seperti Ali misalnya, akan berkembang potensinya jika ia menyelesaikan
soal terbuka yang mempunyai beragam strategi penyelesaian atau beragam solusi.
Menyelesaikan soal terbuka yang mempunyai solusi tak tunggal dapat menumbuhkan
rasa percaya diri siswa seperti Yono. Hal demikian akan terjadi apabila
strategi penyelesaian yang dikemukakan siswa diperhatikan dan dihargai.
Meskipun siswa seperti Tasya pada mulanya menolak atau menghindari soal
terbuka, mereka dapat menjadi lebih nyaman melalui praktik berkelanjutan. Memang, siswa seperti Joko
mungkin tidak menikmati soal terbuka, tetapi jika kita hanya memberikan
soal-soal yang hanya disenangi Joko, maka kita akan berisiko kehilangan
kesempatan untuk melejitkan potensi Ali dan Yono dalam bermatematika dengan
cara yang mengesankan. Penggunaan soal terbuka perlu dibudayakan dalam
pembelajaran matematika. Namun demikian, upaya ini sering terkendala oleh
terbatasnya kemampuan guru dalam mengembangkan soal-soal terbuka. Tentu,
keterbatasan ini perlu diatasi. Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa
strategi atau cara mengembangkan soal terbuka dalam pembelajaran matematika.
B.
Identifikasi Masalah
Memahami latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut :
1.
Pengertian
Open Ended
2.
Pendekatan Open Ended Dalam
Pembelajaran Matematika
3.
Penerapan Model Pembelajaran
Open Ended
4.
Ciri – ciri Pembelajaran Dengan Menggunakan Open Endid
5.
Rencana Pendekatan Open Ended
6.
Landasan Teoriritis
Pembelajaran Matematika Beriroentasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open Ended
7.
Kerangka Dasar Pembelajaran
Matematika Beriroentasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open Ended
8.
ontoh-Contoh Penerapan Pendekatan Open-Ended
9.
Kelebihan dan Kekurangan Open Endid
C.
Pembatasan Masalah
Dari permasalahan yang ada, maka kami membatasi pengkajian pada teori pembelajaran dengan metode pembelajaran open
ended.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
“Bagaimana Penerapan
Metode Pembelajaran Open Ended Pada Mata Pelajaran Matematika”
E.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian diatas, penulis
dapat menjelaskan bahwa tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1.
Menerapkan Teori pembelajaran open ended pada mata pelajaran
mate-matika.
2.
Untuk mengetahui aplikasi ( penerapan ) ,
langkah-langkah pembelajaran dan kelebihan serta kekurangan
pembelajaran dengan mengunakan metode pembelajaran open ended.
F.
Manfaat Penulisan
1.
Para siswa terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran dan mereka dapat
mengungkapkan ide-ide mereka secara lebih sering. Para
siswa tak hanya pasif menirukan cara yang dicontohkan gurunya.
2.
Para siswa mempunyai kesempatan yang lebih dalam menggunakan pengetahuan
dan keterampilan matematika mereka secara menyeluruh. Ya, mereka terlibat lebih
aktif dalam menggunakan potensi pengetahuan dan keterampilan yang sudah
dimiliki sebelumnya.
3.
Setiap siswa dapat menjawab permasalahan dengan caranya sendiri. Ini artinya,
tiap kreativitas siswa dapat terungkapkan.
4.
Pembelajaran dengan menggunakan open-ended problems semacam ini
memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam proses bernalar.
5.
Ada banyak pengalaman-pengalaman
(berharga) yang akan didapatkan siswa dalam bentuk kepuasan dalam proses
penemuan jawaban dan juga mendapat pengakuan dari siswa-siswa lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Open Ended
Ada semacam konsenses yang semakin
baik diantara ahli dan praktisi pendidikan matematika bahwa tujuan dasar dari
pembelajaran matematika adalah untuk membantu peserta didik dalam memecahkan
masalah-masalah kehidupan nyata sehari-hari,
membantu mereka dalam berpartisifasi secara cerdas dalam masyarakat,
mempersiapkan mereka menuju dunia kerja, dunia vokasional dan profesional.
Karena itu pembelajaran matematika hendaknya berubah dari hanya sekedar melatih
ketrampilan rutin, kepada hal-hal yang menekankan pemahaman konseptual,
kecerdasan yang utuh dalam berpikir
tingkat tinggi, berpikir kritis, divergen, analitis, sentesis dan evaluatif.
Hal ini lah adalah sesungguhnya the heart
of mathematics dalam paradigma baru pembelajaran matematika.
Secara tradisi, masalah matematika
selalu dicirikan dengan “solusinya yang unik dan tunggal serta selalu dapat
ditentukan”. Masalah matematika jenis ini disebut closed problem. Sebaliknya, masalah matematika yang dirumuskan
sedemikian rupa sehingga memiliki solusi yang ganda dikatagorikan sebagai masalah matematika open-ended. Pembelajaran berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended membentuk kompentensi berpikir creativ,
divergen dan kritis, karena memberikan kesempatan
yang sangat luas kepada siswa untuk menggunakan segala kemampuan matematisnya
dalam mengembangkan dan menggunakan ide-ide beserta skill matematikanya,
mendemontrasikan pemahaman yang mendalam melalui berbagai cara, untuk
mengkonstruksi berbagai kemungkinan solusi dan argumentasi terhadap masalah
matematika yang dipecahkan.
Tak dapat dipungkiri adanya kenyataan, bahwa
pembelajaran matematika di sekolah sangat teoretik dan mekanistik. Proses pembelajaran
biasanya dimulai dengan penjelasan konsep disertai contoh, dilanjutkan dengan
mengerjakan latihan soal-soal matematika. Pendekatan pembelajaran ini didominasi oleh penyajian masalah
matematika dalam bentuk tertutup (closed
problem atau highly structured problem), yaitu permasalahan matematika yang
dirumuskan sedemikian rupa, sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar
dengan satu cara pemecahannya. Di samping itu closed problem ini
biasanya disajikan secara terstruktur
dan explisit, mulai dengan apa-apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan
metode apa yang digunakan. Artinya; ide-ide, konsep-konsep dan pola-pola
hubungan matematika, serta strategi,
teknik dan algoritma pemecahannya diberikan secara explisit (predetermined
dan prescribed), sehingga siswa dapat dengan mudah menebak dan mendapat
solusinya (immediate solution), tanpa melalui proses mengerti.
Sebaliknya, siswa akan mengalami masalah besar atau gagal mengerjakan tugas
matematika, jika soalnya sedikit saja diubah atau jika konteksnya dibuat
sedikit berbeda dari contoh-contoh yang telah diberikan. Keluhan guru-guru
matematika tentang hal ini bukanlah hal baru.
Banyak pendapat ahli yang didukung oleh hasil-hasil penelitian, bahwa
pendekatan pembelajaran matematika seperti ini, cenderung hanya melatih skill dasar matematika (mathematical basic
skills) secara terbatas dan terisolasi, yang akhirnya berujung pada
rendahnya minat dan prestasi belajar matematika siswa.
Kenyataan
ini menuntut adanya reorientasi, bahwa pembelajaran matematika seharusnya tidak
boleh berhenti pada penyajian masalah-masalah matematika tertutup, yang hanya
melatih routine basic skills saja. Sebaliknya, harus dikembangkan pembelajaran matematika yang memberikan
ruang yang cukup bagi siswa, untuk membangun dan mengembangkan pemahaman konsep
matematika secara mendalam (depth understanding), khususnya untuk mengembangkan
kompetensi matematika siswa dalam; (1) menginvestigasi dan memecahkan masalah (problem posing &
problem solving), (2) berargumentasi dan berkomunikasi secara matematis (mathematical
reasoning and communication), (3) melakukan penemuan kembali (reinvention)
dan membangun (construction) konsep matematika secara mandiri, (4) berfikir kreatif dan inovatif, yang
melibatkan imajinasi, intuisi, dalam mencoba-coba (trial and error),
penemuan (discovery), prediksi (prediction) dan generalisasi
(generalization) melalui pemikiran divergen,
dan orisinal.
Pembelajaran
yang cocok untuk cita-cita ini adalah pembelajaran yang berorientasi pada
masalah matematika kontekstual terbuka (contextual open ended problem
solving), karena sesuai dengan kealamian dari masalah-masalah matematika open
ended, yang memang memberikan ruang dan dukungan luas terhadap pengembangan
keempat butir kompetensi matematika.
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya
pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara
(flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).
Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas,
kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan
sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara,
atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa
beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai
jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk
yang akan membentuk pola pikir, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.
Menurut Suherman dkk.
(2003) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut
problem tak lengkap atau disebut juga Open-ended problem atau soal
terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-ended problem, tujuan
utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak
pendekatan atau metode yang digunakan.
Sifat “keterbukaan” dari
suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab
permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk
masalah tersebut. Pernyataan
ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Shimada (1997:1) yaitu:
“… ‘open-ended
approach,’ an ‘incomplete’ problem is presented first. The lesson then proceeds
by using many correct answers to the given problem to provide experience in
finding something new in the process. This can be done through combining
students own knowledge, skills, or ways of thinking that have previously been
learned.”
Pembelajaran
open-ended menurut Shimada (1997) adalah, pembelajaran yang menyajikan suatu
permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian lebih dari satu.
Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan
beberapa strategi. Menurut Silver (Khabibah,2006) dengan menggunakan soal
terbuka dapat memberi siswa banyak pengalamaan dalam menafsirkan masalah, dan
mungkin membangkitkan gagasan yang berbeda bila dihubungkan dengan penafsiran
yang berbeda pula.
Sedangkan
menurut Sudiarta (Poppy, 2002:2) mengatakan bahwa secara konseptual open-ended
problem dapat dirumuskan sebagai masalah
atau
soal-soal matematika
yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau
bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi
itu. Contoh penerapan masalah
Open-ended dalam
kegiatan pembelajaran
adalah ketika siswa
diminta mengembangkan metode,
cara atau
pendekatan yang berbeda dalam
menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir. Pembelajaran dengan
pendekatan Open-ended diawali dengan
memberikan masalah
terbuka kepada siswa.
Kegiatan pembelajaran harus
mengarah dan mengantarkan siswa
dalam
menjawab masalah
dengan
banyak cara serta mungkin juga dengan
banyak jawaban yang benar, sehingga merangsang kemampuan intelektual dan
pengalaman siswa
dalam
proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-ended problem menurut Nohda (Suherman,
dkk, 2003;124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola
pikir matematika siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setiap siswa. Pendekatan Open-ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengelaborasi permasalahan. Tujuannya
tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama
kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan pendekatan Open-ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mendorong siswa untuk menjawab
permasalahan melalui berbagai strategi.
2. Pendekatan Open Ended
Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi
suatu problem.Permasalahan – permasalahan itu tentu saa tidk semuanya
menghadapi permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang
sangat penting untuk menjawab permasalahan keseharian itu. Oleh karena itu
cukup beralasan jika menyelesaikan problem solving menjadi tren dalam
pembelajaran.
Kesulitan disebabkan suatu pandangan yang mengatakan
bahwa jawaban akhir dari penyelesaian merupakan tuuan utama dari
pmbelajaran.Prosedur siswa dalam menyelesaikan permasalahn kurang bahkan tidak
diperhatikan oleh guru karena terlalu
berorientasi dalam kebenaran pada awaban akhir. Padahal perlu kita sadari bahwa
proses penyelesaian dalam problem yang dikemukakan siswa merupakan tujuan utama
dalam pembelaaran problem solving.
Problem yang tradisional seringkali digunakan dalam
pembelajaran matematika baik pada tingkat sekolah dasar maupun sekolah
lanjutan. Disebabkan tradisional sebab permaslahan itu telah diformulsikan
dengan baik sehingga dapat membenarkan jawaban benar atau salah dan
jawaban yang benar bersifat unik (hanya atau lebih yang demikian disebut
problem lengkap atau problem tertutup).
Dalam pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan
jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman
dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa
disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
ü Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud
kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi
kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak
mereka.
Sehingga jelas
bahwa guru telah mengaarkan pelajaran dan sekaligus memanfaatkan kesempatan
untuk mngembangkan pelaaran yang mana materinya sedikit banyak telah dikenal
oleh siswa.Denan seprti itu siswa akan benar-benar merasa berkepentingan dan
termotivasi untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri.
Pembelajaran berbasis
masalah open-ended merupakan pembelajaran yang menekankan pada penyajian
masalah-masalah yang bersifat terbuka, yaitu masalah yang diformulasikan
memiliki satu jawaban benar dengan beberapa cara penyelesaian, dan/atau
masalah-masalah yang diformulasikan memiliki lebih dari satu jawaban benar
dengan lebih dari satu cara penyelesaian
(Shimada, 1997; Land, 2000).
ü Kegiatan matematika
merupakan ragam berpikir
Kegiatan
matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau
sebaliknya.
ü Kegiatan siswa dan kegiatan
matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran
matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir
matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan
pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui
kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui
kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang
kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka
terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
Kegiatan siwa
dan kegiatan matematika dikatakan terbuka secara simulan dalam pembelaaran,ika
kebutuhan dan berpikir matematika siswa terperhatikan guru melalui
kegiatan-kegiatan matematika yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan yang
lainnya. Dengan katalain,ketika siswa melakukan kegiatan matematika untuk memecahkan
permasalahan yang diberikan, dengan sendirinya akan mendorong potensi mereka
untuk melakukan kegiatan matematika pada tingkatan berpikir yang lebih
tinggi.Dengan demikian, guru tidak perlu engarahkan agar siswa memecahkan
pwrmasalahan dengan cara atau pola yang sudah ditentukan ,sebab akan
mengahambat kebebasan berpikir siswa untuk menemukan cara baru dalam
menyelesaikan masalah.
Jika guru
tidak memahami permintaan siswa,ia harus sabar dan menyadari secara positif
misalnya dengan cara menyuruh siswa mengemukakannya kembali dengan tenng.Pada
dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan
kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang
perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress
pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada
akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.
a.
Orientasi Pendekatan Open Ended dalm Pembeljaran Matematika
Banyak
kegiatan berpikir yang sulit terlepasdari matematika, seperti memahami suatu
konsp matematika, memecahkan permasalahan matematika,mengkonstruksi suatu
teori, atau menyelesaikan permasalahan dengan menerapkan matematika. Kegiatan
berpikir seperti ini dapat disebut kegiatan matematika.
Ø Mengkonstruksi Masalah Open-Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130)
mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik
untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi
berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup
panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi
masalah, antara lain sebagai berikut:
·
Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana
konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
·
Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa
dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
·
Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat
membuat suatu konjektur.
·
Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan
matematika.
·
Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa
bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari
contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
·
Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai
dari pekerjaannya.
3.
Penerapan Model Pembelajaran Open Ended
Banyak orang yang berpendapat bahwa matematika
itu adalah ‘ilmu’ yang pasti. Masalah-masalah atau persoalan matematika dapat
diselesaikan dengan prosedure yang jelas, terurut, dan saklek. Hal itu berbeda
dengan ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Dalam ilmu-ilmu sosial, untuk
menyelesaikan suatu permasalahan tak ada prosedure pasti yang dapat digunakan.
Benarkah pendapat itu? Benarkah permasalahan
matematika dapat diselesaikan dengan prosedure yang pasti?
Terlepas benar tidaknya, sepertinya banyak
orang yang setuju dengan pendapat tersebut. Termasuk guru-guru di sekolah
mempercayainya. Baik guru-guru dari bidang ilmu-ilmu sosial ataupun para guru
matematika sendiri mempercayai akan pendapat tersebut. Percayanya mereka tentu
bukan sekadar percaya. Tapi percayanya mereka karena sebab-sebab tertentu.
Sebab yang pertama. Bisa jadi karena pengalaman
mereka. Ya, pengalaman semasa mereka menjadi siswa, mahasiswa, dan hingga
menjadi guru. Mereka terbiasa dengan pembelajaran matematika yang prosedural,
algoritmik, dan saklek. Pengalaman belajar matematika mereka ‘membuktikan’ bahwa
soal-soal atau permasalahan matematika itu hanya dapat diselesaikan dengan
prosedur yang pasti. Sedangkan permasalahan ilmu-ilmu sosial tidak demikian.
Sebab yang kedua. Bisa jadi karena mereka
terpengaruh oleh teori-teori belajar “kuno” yang pernah mereka dapatkan semasa
menempuh pendidikan. Pengaruh teori ini begitu membekas dalam diri mereka,
apalagi ditunjang dengan pengalaman nyata mereka semasa belajar matematika.
Maka sangat wajar bila mereka mempercayai pendapat yang dikemukakan pada
paragraf pertama di atas.
Sebetulnya, pendapat yang dikemukakan pada
paragraf pertama di atas tidak sepenuhnya benar. Ya, matematika tidak
sepenuhnya benar bila dikatakan sebagai ilmu yang prosedural, pasti, dan
saklek. Kenapa bisa begitu?
Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial,
permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat
diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah
matematika tetutup (closed problems). Dan yang kedua adalah
masalah-masalah matematika terbuka (open problems).
Yang selama ini muncul di permukaan dan banyak
diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed
problems). Di mana memang dalam
menyelesaikan masalah-maslah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya
sudah hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang
agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang
pasti, prosedural, dan saklek.
Sementara itu, masalah-masalah matematika
terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak
pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.
Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau permasalahan
itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.
Secara sederhana, open problems sendiri
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni open-ended problems dan pure
open problems. Untuk open-ended problems sendiri dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu jawaban banyak cara
penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara
penyelesaian juga banyak jawaban.
4. Rencana
Pendekatan Open-Ended
Apabila guru telah
mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga
hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan
di kelas adalah:
Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep
matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended
harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu
juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa
berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai
dengan kemampuannya.
Apakah tingkat matematika dari masalah itu
cocok untuk siswa?
Pada saat siswa
menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah
itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti
dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.
Apakah masalah itu mengundang pengembangan
konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus
memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih
tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini hal-hal
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik
adalah sebagai berikut:
v Tuliskan respon siswa yang
diharapkan.
Pembelajaran matematika
dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan
berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau
menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa
terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan
mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin
juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda.
Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons
yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu
siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
v Tujuan dari masalah itu diberikan
kepada siswa harus jelas.
Guru memahami dengan
baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat
diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru
kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan
pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau
rangkuman kegiatan belajar.
v Sajikan masalah semenarik mungkin
bagi siswa
Konteks permasalahan
yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus
membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena
masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan
strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
v Lengkapi prinsip formulasi masalah,
sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
Masalah harus
diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan
menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila
eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud
memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan
pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karena terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
v Berikan waktu yang cukup bagi siswa
untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang
waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya,
mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah
dipelajari siswa. Karena
itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi
masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan
guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan
pendekatan Open-Ended.
5. Landasan Teoritis
Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended
Pendekatan open-ended dalam pembelajaran
matematika mula-mula dikembangakan di Jepang sejak tahun 70-an berdasarkan
penelitian Shimada, adalah "an instructional strategy that
creates interest and stimulates creative mathematical activity in the classroom
through students’ collaborative work. Lessons using open-ended problem solving
emphasize the process of problem solving activities rather than focusing on the
result" (Shimada, 1994; 1997; bandingkan dengan Foong, 2000; Sudiarta,
2003b).
Model Pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah matematika
kontekstual open-ended yang dikembangkan
ini, secara prinsip dapat dipandang sebagai modifikasi dari jenis
pembelajaran Problem Based Learning
yang mengacu kepada filosofi konstruktivisme.
Perbedaan utama dengan model Problem
Based Learning biasa adalah terletak pada tuntutannya terhadap jenis dan karakteristik masalah
matematika yang akan dijadikan bahan pengajaran. Jenis dan karakteristik dari masalah matematika
yang dijadikan focus pembelajaran adalah masalah matematika yang tergolong open-ended, atau il-problem, yaitu masalah matematika yang disusun sedemikian rupa
sehingga memiliki lebih dari satu
jawaban yang masuk akal (multiple
reasonable solution), dan lebih dari satu cara pemecahan yang masuk akal
pula (multiple reasonable algoritms and
procedures). Model pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
dan aktivitas problem solving, kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi
logis matematis (mathematical reasoning and communication),
mengembangkan kreativitas dan produktivitas berfikir kreatif dan kritis tingkat
tinggi. Model pembelajan ini secara tegas menekankan bukan semata-mata
pada kemampuan siswa untuk mencari sebuah jawaban yang benar (to find a correct solution), tetapi
lebih mendorong siswa untuk belajar membangun, mengkontruksi dan mempertahankan
solusi-solusi yang argumentatif dan masuk akal, yaitu learn to construct and
defend reasonable solutions (bandingkan dg.
Shimada, 1997; Land, 2000; Sudiarta, 2003b).
Ide / Pertanyaan / Masalah |
Skema open-ended problem |
Masalah Matematika |
metode |
solusi |
metode |
solusi |
metode |
solusi |
Model pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siwa untuk "experience in finding something new in the
process" (Shimada, 1997). Model pembelajaran
ini tepat digunakan untuk melakukan evaluasi proses,
sebab dalam hal ini siswa dituntut bukan hanya untuk mencari solusi masalah
itu, tapi juga dituntut untuk menjelaskan bagaimana mereka sampai pada solusi
itu, dan mengapa mereka menggunakan cara tertentu untuk memecahkan masalah
itu.
Adapun strategi yang dapat digunakan dalam model pembelajaran
matematika berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended ini dapat
mengadopsi strategi pembelajaran Problem
Based Learning biasa, misalnya dimulai dengan:
Mengajukan masalah (problem posing). Mengorganisasikan pertanyaan dan masalah sangat penting dan secara pribadi harus
diusahakan agar bermakna bagi siswa. Masalah hendaknya kontekstual, yaitu
berkaitan dengan situasi kehidupan nyata dan autentik, menghindari jawaban
sederhana/tebakan (immediate solution), dan memungkinkan adanya berbagai macam
solusi dan pemecahan yang masuk akal.
Berfokus keterkaitan antar disiplin. Mengkaji dan memecahkan
masalah matematika open-ended secara utuh dengan prinsip multi perspektif dan
multi disiplin. Dari sini kemampuan berpikir kreatif dan kritis (creative and
critical thinking) diharapkan dapat dikembangakan dengan baik.
Penyelidikan autentik. Melakukan investigasi
masalah matematika secara nyata. Hal ini dapat dimulai dengan menganalisis dan
mendifinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulan dan menganalisa
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan
merumuskan berbagai kemungkinan solusi beserta prosedur pemecahannya, dan
merefleksikan, menginterpretasikan serta mengevaluasi kembali
Presentasi karya. Mempresentasikan dan memperagakan berbagai karya, misalnya berbentuk laporan
pemecahan masalah, transkrip debat, model fisik, video, atau program komputer,
yang mewakili berbagai pemecahan masalah matematika yang telah dikerjakan
Kerja sama.
Memotivasi untuk belajar dalam bentuk
kerja kolaboratif misalnya
berpasangan atau berkelompok (antara 4-8
siswa) dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Hal ini dapat memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks untuk mengembangkan keterampilan
sosial.
6.
Ciri-ciri Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah
Kontekstual Open-Ended
Seperti model pembelajaran lainnya, model pembelajaran
matematika yang dikembangkan ini juga didukung
oleh kerangka dasar dari sebuah model
yang terdiri atas 5 pilar yaitu: (1) Sintaksis, (2) Sistim sosial, (3) Prinsip
reaksi, (4) Sistem pendukung, dan (5) Dampak Intruksional dan Pengiring.
1)
Sintaksis
Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah
Kontekstual Open-Ended ini terdiri dari
lima tahap utama (sintaks) yang dimulai dari guru memperkenalkan kepada siswa
suatu masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisi hasil kerja siswa. Jika
masalah yang dikaji sedang-sedang saja, kelima tahapan mungkin dapat
diselesaikan dalam 1 pertemuan tatap muka. Namun bila masalahnya kompleks
mungkin akan memerlukan waktu lebih
lama. Kelima tahapan ini dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1.
Sintaks Pelaksanaan Pembelajaran
Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended
Kegiatan
Guru
|
Langkah-langkah
Utama
|
Kegiatan
Siswa
|
Memaparkan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa agar terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah
|
Tahap 1
Orientasi siswa pada
masalah matematika open-ended
|
Menginventarisasi dan mempersiapkan
logistik yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Siswa berada dalam
kelompok yangteah ditetapkan
|
Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang
dipecahkan
|
Tahap 2
Mengorganisasi siswa
dalam belajar pemecahan masalah
|
Menginvestigasi konteks masalah,
mengembangkan berbagai persepektif dan pengandaian yang masuk akal
|
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan trial and error/eksperimen untuk
mendapatkan suatu pemecahan yang masuk akal, mengulanginya lagi untuk mendapatkan kemungkinan pemecahan dan
solusi alternatif
|
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
baik secara individual maupun didalam kelompok
|
Siswa melakukan inkuiri investigasi,
dan merumuskan kembali masalah, untuk mendapatkan suatu kemungkinan pemecahan
dan solusi yang masuk akal.
Mengevaluasi strategi yang digunakan untuk memperkuat argumentasi dan sekaligus
untuk menyusun kemungkinan pemecahan dan jawaban alternatif yang lain
|
Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti ringkasan, laporan, model-model
pemecahan masalah, dan mambantu salam berbagai tugas dalam kelompok
|
Tahap 4
Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya
|
Menyusun
ringkasan atau laporan baik secara individual atau kelompok dan menyajikannya
dihadapan kelas dan berdiskusi dalam kelas
|
Membantu
siswa melakukan refleksi dan mengadakan evaluasi terhadap penyelidikan dan
proses-proses belajar yang mereka gunakan.
|
Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Evaluasi dengan penilaian autentik yang dilakanakan pada setiap
tahap.
|
Mengikuti asesmen dan menyerahkan
tugas-tugas sebagai bahan evaluasi proses belajar.
|
2)
Sistem Sosial
Sistem sosial dari model pembelajaran ini pada dasarnya sama dengan sistem sosial
model pembelajaran kooepratif yang berlandaskan folosofi konstruktivisme
terutama konstruktivisme sosial menurut Vigotsky. Sistem sosial ini
menekankan konstruksi pengetahuan (knowledge construction) yang dilakukan setiap individu peserta didik
secara aktiv atas tanggungjawabnya sendiri, namun konstruksi individu tersebut
akan semakin kuat jika dilakukan secara berkolaboartif dalam kelompok kooperaif yang mutual. Yaitu
kelompok kooperatif yang menekankan pada upaya terjadinya diskusi yang
dilandasi rasa keterbukaan, sehingga timbul rasa nyaman dan rasa persahabatan
diantara kelompok peserta didik dalam berkolaborasi untuk memecahkan masalah
matematika yang dihadapi.
3)
Prinsip Reaksi
Respon terhadap proses dan kinerja peserta didik dalam
memecahkan masalah didasarkan atas prinsip “ Guru sebagai fasilitator” dalam
proses pembelajaran. Artinya sebagai fasilitator dalam membantu siswa dalam
proses pemecahan masalah open-ended. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan, yaitu bahwa guru sebaiknya:
(a) mencermati bagaimana
perbedaan pola pikir peserta didik terkait dengan proses dan kinerja pemecahan
yang dilakukan, (b) mencermati kapan harus melakukan intervensi terhadap proses
pemecahan masalah peserta didik, bantuan dan nasehat apa yang terbaik yang
harus diberikan, dengan tetap meninggalkan substansi pemecahan masalah
matematika tersebut sebagai tugas yang harus dipecahkan sendiri oleh peserta
didik, dan yang terpenting (c) selalu memposisikan diri sebagai “pebelajar”
yang juga seolah-olah belum tahu solusi dan prosedur pemecahan masalah
matematika tsb, tetapi tetap berberan aktiv bagaimana memberikan
rangsangan-rangsangan untuk meningkatkan rasa ingin tahu, rasa penasaran
dikalangan peserta didik untuk melakuan investigasi dan penyelidikan yang
menuju pada berbagai kemungkinan solusi dan pemecahan.
4)
Sistem Pendukung
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan model
pembelajaran yang dikembangkan ini diperlukan perangkat pendukung yang paling
tidak terdiri dari (a) kumpulan atau bank masalah matematika open-ended,
(b) rencana pembelajaran yang disusun
atas prinsip Problem based learning
dikombinasikan dengan pendekatan kooperatif, (c) Lembar kerja siswa (LKS) yang memuat
masalah-masalah matematika open-ended dan (d) asesmen pembelajaran open-ended,
lengkap dengan pedoman penskoran/rubrik masalah matematika open-ended tersebut.
5)
Dampak Pembelajaran dan
Dampak Pengiring
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki
dampak pembelajaran bagi peserta didik. Hal ini merupakan kompetensi matematis
yang ingin dicapai melalui Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan
Masalah Kontekstual Open-Ended ini, yaitu
meliputi kompetensi peserta didik dalam:
a. memengerti konsep, prinsip dan
ide-ide matematika yang berhubungan
dengan tugas matematika (conceptual understanding),
b. memilih dan menyelenggarakan
proses dan strategi pemecahan masalah (processes and strategies),
c. menjelaskan dan mengkomunikasikan
mengapa strategi itu berfungsi (reasoning and communication), dan
d. mengidentifikasi dan melihat
kembali alasan-alasan mengapa solusi dan prosedur menuju solusi itu adalah
benar (interpret reasonableness).
Keempat kompetensi matematis
ini akan dijadikan kriteria dasar pengukuran mengenai efektifitas model pembelajaran yang dikembangkan dalam
penelitian ini. Selain dampak pembelajaran tersebut, model pembelajaran ini
juga diharapkan menimbulkan dampak pengiring (nurturanteffect) yang berupa
kesadaran dan pemahaman guru terhadap karakteristik pembelajaran matematika
berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended yang bercirikan:
a.
menekankan proses belajar berorientasi pengembangan pemahaman yang mendalam (learning with understanding)
b.
menggunakan permasalahan kontekstual, yaitu permasalahan yang nyata atau dekat dengan
lingkungan dan kehidupan siswa atau
minimal dapat dibayangkan oleh siswa,
c.
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving),
serta kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi secara matematis (mathematical
reasoning and communication),
d.
memberikan kesempatan yang luas untuk penemuan kembali (invention dan
re-invention) dan untuk membangun (construction dan re-construction) konsep,
definisi, prosedur dan rumus-rumus matematika secara mandiri,
e.
melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, explorasi, experimen, dll.,
f.
mengembangkan kompetensi berfikir kreatif dan kritis (creative and critical thinking) yang melibatkan imajinasi,
intuisi, dan penemuan melalui convergence atau divergence thinking, orisinal, membuat prediksi dan
memcoba-coba (trial and error),
g. menggunakan
model (modelling), dan
h. memperhatikan dan mengakomodasikan
perbedaan-perbedaan kharakteristik
individual siswa
7.
Contoh-contoh Penerapan Pendekatan Open-Ended
LUAS
SEGITIGA SIKU-SIKU
Rumus dasar
Di samping itu
terdapat juga rumus segitiga lainnya, yaitu melalui 3 unsur dalam segitiga :
- Sisi ,sudut ,sisi.
- Sudut ,sisi ,sudut.
- Sisi ,sisi ,sisi
A.
Luas segitiga dengan 2
sisi dan satu sudut(sisi,sudut,sisi) :
Gambar b:
|
Untuk menentukan rumus luas segitiga jika
diketahui panjang dua sisi dan besar satu sudut yang diapit oleh kedua sisi
itu,perhatikan ∆ABC lancip pada gambar a
: garis AD=t adalah garis tinggi dari titik A ke sisi BC.
Dalam
∆ABC : Dalam ∆ABC : Aturan sinus pada ∆ABC :
subtitusi : subtitusi : subtitusi :
t=b sinC ke L=½ a t t=c sin B ke L=½ a t
L=½ a (b sin C ) L=½ a (c sin B )
Sehingga luasnya : Sehingga
luasnya: Sehingga luiasnya :
L = ½ a b sin C L = ½ a c
sin B L = ½ b c sin A
B. Luas
segitiga dengan 2 sudut dan satu sisi diketahui (sudut,sisi,sudut):
Rumus luas segitiga , jika diketahui besar sudut
dan panjang satu sisi yang terletak diantara kedua sudut itu , dapat diturunkan
dari rumus yang dipadukan dengan aturan sinus .
Perhatikan
kembali rumus luas ∆ABC: L= ½ b c sin A , L= ½ a c sin B , L=½ a b sin C
Aturan sinus pada ∆ABC :
Dari persamaan diperoleh
subtitusi
|
subtitusi
Dari persamaan diperoleh
subtitusi
C. Luas
Segitiga dengan ketiga sisinya (sisi,sisi,sisi) :
Luas segitiga
ABC jika diketahui panjang ketiga sisinya (sisi a, b,c ) dapat ditentukan
dengan rumus :
Dengan s = ½ (
a + b + c ) = setengah keliling ∆ ABC
BUKTI :
Perhatikan kembali identitas trigonometri :
sin² A + cos² A =1
sin² A =1 . Cos² A
sin² A = (1 + cos A)(1 – cos A)
Subtitusi
persamaan :
Setengah keliling ∆ABC
adalah s=½(a+b+c)
Dari s=½(a+b+c) , diperoleh (a+b+c) = 2s …..(1)
(b+c-a) =(a+b+c) - 2a
= 2s – 2a =2(s-a) …..(2)
(a+b-c) =(a+b+c) - 2c = 2s – 2c =2(s-c)
…..(3)
(a-b+c) =(a+b+c) - 2b = 2s – 2b =2(s-b)
…..(4)
Subtitusi persamaan “1,2,3 dan 4 ke sin A, diperoleh :
Subtitusi Ke rumus
luas ∆ABC :
Diperoleh :
………(terbukti)
PERMASALAHAN
|
a
|
c
|
b
|
A
|
C
|
B
|
b. Melalui rumus 2
(sisi sudut sisi)
|
= 6
|
|
|
|
|
|
|
|
= 8
|
d. Melalui rumus 4
=
= 32
BC =
Sehingga:
S =
=
=
=
=
|
Maka luas segitiga
ABC
L =
=
=
=
=
=
8
|
Kesimpulan dari soal diatas :
Dari soal diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa dari satu kasus memiliki banyak penyelesaian.Itulah
yang dinamakan dengan model pembelajaran Open-Ended
8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Open Ended
Keunggulan Pendekatan Open-Ended
Pendekatan
Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa
keunggulan antara lain:
1)
Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan idenya. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilan matematik secara komprehensif.
2)
Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan
cara mereka sendiri.
3)
Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
4) Siswa memiliki pengelaman banyak
untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Disamping
keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended,
diantaranya:
Ø Membuat dan menyiapkan masalah
matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
Ø Mengemukakan masalah yang langsung
dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami
kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Ø Siswa dengan kemampuan tinggi bisa
merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Ø Mungkin ada sebagaian siswa yang
merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan
yang mereka hadapi.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1) Tahap-tahap yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
v Tuliskan respon siswa yang
diharapkan.
v Tujuan dari masalah itu diberikan
kepada siswa harus jelas.
v Sajikan masalah semenarik mungkin
bagi siswa
v Lengkapi prinsip formulasi masalah,
sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
v Berikan waktu yang cukup bagi siswa
untuk mengekplorasi masalah.
2) Pembelajaran Open-Ended adalah pembelajaran yang menyajikan suatu
permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian lebih dari satu.
Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan
beberapa strategi.
3) Dalam pembelajaran dengan pendekatan
Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi
lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Kegiatan siswa disebut
terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
ü Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud
kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi
kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak
mereka.
ü Kegiatan matematika
merupakan ragam berpikir
Kegiatan
matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau
sebaliknya.
Pada dasarnya
kegiatan matematika mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia
matematika.
ü Kegiatan siswa dan kegiatan
matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika,
guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai
dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan
masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan
matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan
matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah.
Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan
siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
4)
Kerangka dasar dari sebuah model pembelajaran matematika
terdiri atas 5 pilar yaitu: (1) Sintaksis, (2) Sistim sosial, (3) Prinsip
reaksi, (4) Sistem pendukung, dan (5) Dampak Intruksional dan Pengiring.
5)
Keunggulan dan Kelemahan Metode Open-Ended
Keunggulan Metode Open Ended
Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan idenya. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
matematik secara komprehensif.
Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan
cara mereka sendiri.
Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab
permasalahan.
Kelemahan Metode Open-Ended
Ø Membuat dan menyiapkan masalah
matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
Ø Mengemukakan masalah yang langsung
dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami
kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Ø Siswa dengan kemampuan tinggi bisa
merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Ø Mungkin ada sebagaian siswa yang
merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan
yang mereka hadapi.
B.
Saran
(1)
Memberikan implikasi pada perbaikan kualitas proses pembelajaran,
sehingga disarankan untuk mengadakan inovasi proses pembelajaran selama ini
menuju proses pembelajaran yang inovatif dengan memaksimalkan keterlibatan
aktifitas dan proses berfikir mahasiswa.
(2)
Memberikan implikasi pada aktifitas dan kreatifitas berpikir mahasiswa,
sehingga dalam proses pembelajaran disarankan untuk menyajikan masalah-masalah
yang solusinya tidak tunggal.
(3)
Memberikan implikasi pada motivasi belajar, sehingga dalam pembelajaran
disarankan untuk memilih dan menyajikan masalah-masalah kontekstual open-ended
yang sifatnya menantang.
Makalah ini memberikan
implikasi pada pengalaman belajar, sehingga dalam proses pembelajaran
disarankan untuk mengarahkan mahasiswa belajar konsep-konsep esensial dan lebih
banyak memberikan latihan pemecahan masalah open-ended.
DAFTAR PUSTAKA
Cholis,S.,2002, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem “Open Ended” dan
Kriteria Evaluasinya,Makalah disampaikan pada
Lokakarya Evaluasi Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Negeri
Singaraja.
Foong, P.Y.,
2000, Using
Short Open-Ended Mathematics Question to Promote Thinking and Understanding, NIE, Singapore.
Hudoyo, H. 1990. Strategi Mengajar
Belajar Matematika. Jakarta: IKIP Malang.
Nur,M.,2003,Pengembangan Model
PMB Berorientasi Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Daya Nalar Mahasiswa
dalam Rangka Menyongsong Masyarakat IPTEK pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap
Kedua.Disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian Unggulan IKIP
Surabaya..
Nohda, N., 2000. Learning and Teaching Trought
Open Approach Method, Mathematics Education in Japan. Tokyo:
TSME.
Poppy, R, Yaniawati. 2003. Pendekatan Open-ended:
Salah satu Alternatif Model Pembelajaran Matematika yang Berorientasi Pada
Kompetensi Siswa. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan
Matematika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yogyakarta, tanggal
28 – 29 Maret 2003.
Shimada, S. 1997. The Significance of an
Open-Ended Approach. Dalam J. P. Becker & S. Shimada (Ed.). The
Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics.
Virginia: National Council of Teachers of Mathematics..
Suherman, E. dkk. 2001. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Syaban, M. (2008). Menggunakan Open-Ended
untuk Memotivasi Berpikir Matematika. [on-line]. Avaliable: http://educare.e-fkipunla.net/index.php?
option=com_content&task=view&id=54&Itemid=4. [19 Mei 2008].
Wahid, B. 2002. Pendekatan Open-Ended
dalam Pembelajaran Matematika. Eksponen, 4(1), 62 – 72.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar