Selasa, 28 Mei 2013

PEMBELAJARAN OPEN ENDED


 Oleh: Aunur Rafiq Fuad Angsar

BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah
Setiap siswa mempunyai karakteristik berbeda terkait aktivitas penyelesaian masalah. Misalnya, Ali lebih sering menggunakan metode informal untuk menyelesaikan masalah daripada menggunakan prosedur formal. Tasya lebih senang menyendiri sehingga ia merasa nyaman dalam menyelesaikan masalah. Ia lebih menyukai untuk menyalin uraian materi atau contoh soal dari papan tulis, mempraktikannya di rumah, dan menerapkan prosedur tersebut pada tes. Ia tidak menyukai sesuatu yang baru. Sekali ia menguasai suatu prosedur, ia tidak ingin mencari prosedur lainnya. Lain lagi dengan Joko. Jika ia tidak dibimbing tahap demi tahap maka ia akan mengalami kebuntuan. Sementara itu, Yono tampak kurang percaya diri dalam mengungkapkan ide-ide barunya. Meski, jika diberikan sedikit dorongan dan motivasi maka ia akan menghasilkan suatu prosedur penyelesaian masalah yang indah dan tidak terduga.
Pembelajaran matematika perlu dirancang sedemikian sehingga dapat mengakomodasi berbagai ragam karakterisik siswa. Salah satu cara yang dapat mewujudkan hal itu adalah penggunaan soal terbuka dalam pembelajaran matematika. Karakteristik soal terbuka memungkinkan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang mereka pilih. Siswa seperti Ali misalnya, akan berkembang potensinya jika ia menyelesaikan soal terbuka yang mempunyai beragam strategi penyelesaian atau beragam solusi. Menyelesaikan soal terbuka yang mempunyai solusi tak tunggal dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa seperti Yono. Hal demikian akan terjadi apabila strategi penyelesaian yang dikemukakan siswa diperhatikan dan dihargai. Meskipun siswa seperti Tasya pada mulanya menolak atau menghindari soal terbuka, mereka dapat menjadi lebih nyaman melalui praktik  berkelanjutan. Memang, siswa seperti Joko mungkin tidak menikmati soal terbuka, tetapi jika kita hanya memberikan soal-soal yang hanya disenangi Joko, maka kita akan berisiko kehilangan kesempatan untuk melejitkan potensi Ali dan Yono dalam bermatematika dengan cara yang mengesankan. Penggunaan soal terbuka perlu dibudayakan dalam pembelajaran matematika. Namun demikian, upaya ini sering terkendala oleh terbatasnya kemampuan guru dalam mengembangkan soal-soal terbuka. Tentu, keterbatasan ini perlu diatasi. Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa strategi atau cara mengembangkan soal terbuka dalam pembelajaran matematika.

B.           Identifikasi Masalah
         Memahami latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :
1.      Pengertian Open Ended
2.      Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika
3.      Penerapan Model Pembelajaran Open Ended
4.      Ciri – ciri Pembelajaran Dengan Menggunakan Open Endid
5.      Rencana Pendekatan Open Ended
6.      Landasan Teoriritis Pembelajaran Matematika Beriroentasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open Ended
7.      Kerangka Dasar Pembelajaran Matematika Beriroentasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open Ended
8.      ontoh-Contoh Penerapan Pendekatan Open-Ended
9.      Kelebihan dan Kekurangan Open Endid

C.          Pembatasan Masalah
         Dari permasalahan yang ada, maka kami membatasi pengkajian pada teori pembelajaran dengan metode pembelajaran open ended.

D.          Perumusan Masalah
         Berdasarkan uraian diatas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
“Bagaimana Penerapan Metode Pembelajaran Open Ended Pada Mata Pelajaran Matematika”

E.           Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menjelaskan bahwa tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.    Menerapkan Teori pembelajaran open ended pada mata pelajaran mate-matika.
2.    Untuk mengetahui aplikasi ( penerapan ) , langkah-langkah pembelajaran dan kelebihan serta kekurangan pembelajaran dengan mengunakan metode pembelajaran open ended.

F.           Manfaat Penulisan
1.        Para siswa terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran dan mereka dapat mengungkapkan ide-ide mereka secara lebih sering. Para siswa tak hanya pasif menirukan cara yang dicontohkan gurunya.
2.        Para siswa mempunyai kesempatan yang lebih dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika mereka secara menyeluruh. Ya, mereka terlibat lebih aktif dalam menggunakan potensi pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.
3.        Setiap siswa dapat menjawab permasalahan dengan caranya sendiri. Ini artinya, tiap kreativitas siswa dapat terungkapkan.
4.        Pembelajaran dengan menggunakan open-ended problems semacam ini memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam proses bernalar.
5.        Ada banyak pengalaman-pengalaman (berharga) yang akan didapatkan siswa dalam bentuk kepuasan dalam proses penemuan jawaban dan juga mendapat pengakuan dari siswa-siswa lainnya.


BAB II
PEMBAHASAN


1.             Pengertian Open Ended
Ada semacam konsenses yang semakin baik diantara ahli dan praktisi pendidikan matematika bahwa tujuan dasar dari pembelajaran matematika adalah untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata sehari-hari,  membantu mereka dalam berpartisifasi secara cerdas dalam masyarakat, mempersiapkan mereka menuju dunia kerja, dunia vokasional dan profesional. Karena itu pembelajaran matematika hendaknya berubah dari hanya sekedar melatih ketrampilan rutin, kepada hal-hal yang menekankan pemahaman konseptual, kecerdasan yang  utuh dalam berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis, divergen, analitis, sentesis dan evaluatif. Hal ini lah adalah sesungguhnya the heart of mathematics dalam paradigma baru pembelajaran matematika.
Secara tradisi, masalah matematika selalu dicirikan dengan “solusinya yang unik dan tunggal serta selalu dapat ditentukan”. Masalah matematika jenis ini disebut closed problem. Sebaliknya, masalah matematika yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki solusi yang ganda dikatagorikan sebagai  masalah matematika open-ended. Pembelajaran berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended   membentuk kompentensi berpikir creativ, divergen dan kritis, karena memberikan   kesempatan yang sangat luas kepada siswa untuk menggunakan segala kemampuan matematisnya dalam mengembangkan dan menggunakan ide-ide beserta skill matematikanya, mendemontrasikan pemahaman yang mendalam melalui berbagai cara, untuk mengkonstruksi berbagai kemungkinan solusi dan argumentasi terhadap masalah matematika yang dipecahkan.
Tak dapat dipungkiri adanya kenyataan, bahwa pembelajaran matematika di sekolah sangat teoretik dan mekanistik. Proses pembelajaran biasanya dimulai dengan penjelasan konsep disertai contoh, dilanjutkan dengan mengerjakan latihan soal-soal matematika. Pendekatan pembelajaran ini  didominasi oleh penyajian masalah matematika  dalam bentuk tertutup (closed problem atau highly structured problem), yaitu permasalahan matematika yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu cara pemecahannya. Di samping itu closed problem ini biasanya  disajikan secara terstruktur dan explisit, mulai dengan apa-apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan metode apa yang digunakan. Artinya; ide-ide, konsep-konsep dan pola-pola hubungan  matematika, serta strategi, teknik dan algoritma pemecahannya diberikan secara explisit (predetermined dan prescribed), sehingga siswa dapat dengan mudah menebak dan mendapat solusinya (immediate solution), tanpa melalui proses mengerti. Sebaliknya, siswa akan mengalami masalah besar atau gagal mengerjakan tugas matematika, jika soalnya sedikit saja diubah atau jika konteksnya dibuat sedikit berbeda dari contoh-contoh yang telah diberikan. Keluhan guru-guru matematika tentang hal ini bukanlah hal baru.  Banyak pendapat ahli yang didukung oleh hasil-hasil penelitian, bahwa pendekatan pembelajaran matematika seperti ini, cenderung hanya melatih  skill dasar matematika (mathematical basic skills) secara terbatas dan terisolasi, yang akhirnya berujung pada rendahnya minat dan prestasi belajar matematika siswa.
Kenyataan ini menuntut adanya reorientasi, bahwa pembelajaran matematika seharusnya tidak boleh berhenti pada penyajian masalah-masalah matematika tertutup, yang hanya melatih routine basic skills saja. Sebaliknya,  harus dikembangkan   pembelajaran matematika yang memberikan ruang yang cukup bagi siswa, untuk membangun dan mengembangkan pemahaman konsep matematika secara mendalam (depth understanding), khususnya untuk mengembangkan kompetensi matematika siswa dalam; (1) menginvestigasi dan memecahkan masalah (problem posing & problem solving), (2) berargumentasi dan berkomunikasi secara matematis (mathematical reasoning and communication), (3) melakukan penemuan kembali (reinvention) dan membangun (construction) konsep matematika secara mandiri,  (4) berfikir kreatif dan inovatif, yang melibatkan imajinasi, intuisi, dalam mencoba-coba (trial and error), penemuan (discovery), prediksi (prediction) dan generalisasi (generalization)  melalui pemikiran divergen, dan orisinal.
Pembelajaran yang cocok untuk cita-cita ini adalah pembelajaran yang berorientasi pada masalah matematika kontekstual terbuka (contextual open ended problem solving), karena sesuai dengan kealamian dari masalah-masalah matematika open ended, yang memang memberikan ruang dan dukungan luas terhadap pengembangan keempat butir kompetensi matematika.
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.
Menurut Suherman dkk. (2003) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak pendekatan atau metode yang digunakan.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Shimada (1997:1) yaitu:
“… ‘open-ended approach,’ an ‘incomplete’ problem is presented first. The lesson then proceeds by using many correct answers to the given problem to provide experience in finding something new in the process. This can be done through combining students own knowledge, skills, or ways of thinking that have previously been learned.”
Pembelajaran open-ended menurut Shimada (1997) adalah, pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian lebih dari satu. Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa strategi. Menurut Silver (Khabibah,2006) dengan menggunakan soal terbuka dapat memberi siswa banyak pengalamaan dalam menafsirkan masalah, dan mungkin membangkitkan gagasan yang berbeda bila dihubungkan dengan penafsiran yang berbeda pula.
Sedangkan menurut Sudiarta (Poppy, 2002:2) mengatakan bahwa secara konseptual open-ended problem dapat dirumuskan sebagai masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu. Contoh penerapan masalah Open-ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir. Pembelajaran dengan pendekatan Open-ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan mengantarkan siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban yang benar, sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003;124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setiap siswa. Pendekatan Open-ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan pendekatan Open-ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mendorong siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
2.      Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi suatu problem.Permasalahan – permasalahan itu tentu saa tidk semuanya menghadapi permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat penting untuk menjawab permasalahan keseharian itu. Oleh karena itu cukup beralasan jika menyelesaikan problem solving menjadi tren dalam pembelajaran.
Kesulitan disebabkan suatu pandangan yang mengatakan bahwa jawaban akhir dari penyelesaian merupakan tuuan utama dari pmbelajaran.Prosedur siswa dalam menyelesaikan permasalahn kurang bahkan tidak diperhatikan oleh  guru karena terlalu berorientasi dalam kebenaran pada awaban akhir. Padahal perlu kita sadari bahwa proses penyelesaian dalam problem yang dikemukakan siswa merupakan tujuan utama dalam pembelaaran problem solving.
Problem yang tradisional seringkali digunakan dalam pembelajaran matematika baik pada tingkat sekolah dasar maupun sekolah lanjutan. Disebabkan tradisional sebab permaslahan itu telah diformulsikan dengan baik sehingga dapat membenarkan jawaban benar atau salah   dan jawaban yang benar bersifat unik (hanya atau lebih yang demikian disebut problem lengkap atau problem tertutup).
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
ü  Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
Sehingga jelas bahwa guru telah mengaarkan pelajaran dan sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk mngembangkan pelaaran yang mana materinya sedikit banyak telah dikenal oleh siswa.Denan seprti itu siswa akan benar-benar merasa berkepentingan dan termotivasi untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri.
Pembelajaran berbasis masalah open-ended merupakan pembelajaran yang menekankan pada penyajian masalah-masalah yang bersifat terbuka, yaitu masalah yang diformulasikan memiliki satu jawaban benar dengan beberapa cara penyelesaian, dan/atau masalah-masalah yang diformulasikan memiliki lebih dari satu jawaban benar dengan lebih dari satu cara penyelesaian  (Shimada, 1997; Land, 2000).
ü  Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
ü  Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
Kegiatan siwa dan kegiatan matematika dikatakan terbuka secara simulan dalam pembelaaran,ika kebutuhan dan berpikir matematika siswa terperhatikan guru melalui kegiatan-kegiatan matematika yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan yang lainnya. Dengan katalain,ketika siswa melakukan kegiatan matematika untuk memecahkan permasalahan yang diberikan, dengan sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematika pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.Dengan demikian, guru tidak perlu engarahkan agar siswa memecahkan pwrmasalahan dengan cara atau pola yang sudah ditentukan ,sebab akan mengahambat kebebasan berpikir siswa untuk menemukan cara baru dalam menyelesaikan masalah. 
Jika guru tidak memahami permintaan siswa,ia harus sabar dan menyadari secara positif misalnya dengan cara menyuruh siswa mengemukakannya kembali dengan tenng.Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.
a.       Orientasi Pendekatan Open Ended dalm Pembeljaran Matematika
Banyak kegiatan berpikir yang sulit terlepasdari matematika, seperti memahami suatu konsp matematika, memecahkan permasalahan matematika,mengkonstruksi suatu teori, atau menyelesaikan permasalahan dengan menerapkan matematika. Kegiatan berpikir seperti ini dapat disebut kegiatan matematika.


Ø  Mengkonstruksi Masalah Open-Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
·         Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
·         Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
·         Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
·         Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
·         Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
·         Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.









3.      Penerapan Model Pembelajaran Open Ended
Banyak orang yang berpendapat bahwa matematika itu adalah ‘ilmu’ yang pasti. Masalah-masalah atau persoalan matematika dapat diselesaikan dengan prosedure yang jelas, terurut, dan saklek. Hal itu berbeda dengan ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Dalam ilmu-ilmu sosial, untuk menyelesaikan suatu permasalahan tak ada prosedure pasti yang dapat digunakan.
Benarkah pendapat itu? Benarkah permasalahan matematika dapat diselesaikan dengan prosedure yang pasti?
Terlepas benar tidaknya, sepertinya banyak orang yang setuju dengan pendapat tersebut. Termasuk guru-guru di sekolah mempercayainya. Baik guru-guru dari bidang ilmu-ilmu sosial ataupun para guru matematika sendiri mempercayai akan pendapat tersebut. Percayanya mereka tentu bukan sekadar percaya. Tapi percayanya mereka karena sebab-sebab tertentu.
Sebab yang pertama. Bisa jadi karena pengalaman mereka. Ya, pengalaman semasa mereka menjadi siswa, mahasiswa, dan hingga menjadi guru. Mereka terbiasa dengan pembelajaran matematika yang prosedural, algoritmik, dan saklek. Pengalaman belajar matematika mereka ‘membuktikan’ bahwa soal-soal atau permasalahan matematika itu hanya dapat diselesaikan dengan prosedur yang pasti. Sedangkan permasalahan ilmu-ilmu sosial tidak demikian.
Sebab yang kedua. Bisa jadi karena mereka terpengaruh oleh teori-teori belajar “kuno” yang pernah mereka dapatkan semasa menempuh pendidikan. Pengaruh teori ini begitu membekas dalam diri mereka, apalagi ditunjang dengan pengalaman nyata mereka semasa belajar matematika. Maka sangat wajar bila mereka mempercayai pendapat yang dikemukakan pada paragraf pertama di atas.
Sebetulnya, pendapat yang dikemukakan pada paragraf pertama di atas tidak sepenuhnya benar. Ya, matematika tidak sepenuhnya benar bila dikatakan sebagai ilmu yang prosedural, pasti, dan saklek. Kenapa bisa begitu?
Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah matematika tetutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).
Yang selama ini muncul di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan masalah-maslah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti, prosedural, dan saklek.
Sementara itu, masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.
Secara sederhana, open problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni open-ended problems dan pure open problems. Untuk open-ended problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu jawaban banyak cara penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara penyelesaian juga banyak jawaban.





4.      Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.
Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.




Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
v  Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
v  Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
v  Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa
Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
v  Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karena terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
v  Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.

5.      Landasan Teoritis Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended      

Pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika mula-mula dikembangakan di Jepang sejak tahun 70-an berdasarkan penelitian Shimada, adalah "an instructional strategy that creates interest and stimulates creative mathematical activity in the classroom through students’ collaborative work. Lessons using open-ended problem solving emphasize the process of problem solving activities rather than focusing on the result" (Shimada, 1994; 1997; bandingkan dengan Foong, 2000; Sudiarta, 2003b).

Model Pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah matematika kontekstual open-ended yang dikembangkan  ini, secara prinsip dapat dipandang sebagai modifikasi dari jenis pembelajaran Problem Based Learning yang mengacu kepada filosofi konstruktivisme.  Perbedaan utama dengan model Problem Based Learning biasa adalah terletak pada tuntutannya   terhadap jenis dan karakteristik masalah matematika yang akan dijadikan bahan pengajaran.  Jenis dan karakteristik dari masalah matematika yang dijadikan focus pembelajaran adalah masalah matematika yang tergolong open-ended, atau il-problem, yaitu masalah matematika yang disusun sedemikian rupa sehingga   memiliki lebih dari satu jawaban yang masuk akal (multiple reasonable solution), dan lebih dari satu cara pemecahan yang masuk akal pula (multiple reasonable algoritms and procedures). Model pembelajaran ini bertujuan untuk  mengembangkan  kemampuan dan aktivitas problem solving, kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi logis matematis (mathematical reasoning and communication), mengembangkan kreativitas dan produktivitas berfikir kreatif dan kritis tingkat tinggi. Model pembelajan ini secara tegas menekankan bukan semata-mata pada kemampuan siswa untuk mencari sebuah jawaban yang benar (to find a correct solution), tetapi lebih mendorong siswa untuk belajar membangun, mengkontruksi dan mempertahankan solusi-solusi yang argumentatif dan masuk akal, yaitu learn to construct and defend reasonable solutions (bandingkan dg.  Shimada, 1997; Land, 2000; Sudiarta, 2003b).

Ide  /  Pertanyaan  /  Masalah

Skema open-ended problem

Masalah Matematika

metode

solusi

metode

solusi

metode

solusi

 






Model pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siwa untuk   "experience in finding something new in the process" (Shimada, 1997). Model pembelajaran ini tepat  digunakan untuk melakukan evaluasi proses, sebab dalam hal ini siswa dituntut bukan hanya untuk mencari solusi masalah itu, tapi juga dituntut untuk menjelaskan bagaimana mereka sampai pada solusi itu, dan mengapa mereka menggunakan cara tertentu untuk memecahkan masalah itu. 
Adapun strategi  yang dapat digunakan dalam model pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended ini dapat mengadopsi strategi pembelajaran Problem Based Learning biasa, misalnya dimulai dengan:
Mengajukan masalah (problem posing). Mengorganisasikan pertanyaan dan masalah  sangat penting dan secara pribadi harus diusahakan agar bermakna bagi siswa. Masalah hendaknya kontekstual, yaitu berkaitan dengan situasi kehidupan nyata dan autentik, menghindari jawaban sederhana/tebakan (immediate solution), dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi dan pemecahan yang masuk akal.
Berfokus keterkaitan antar disiplin.  Mengkaji dan memecahkan masalah matematika open-ended secara utuh dengan prinsip multi perspektif dan multi disiplin. Dari sini kemampuan berpikir kreatif dan kritis (creative and critical thinking) diharapkan dapat dikembangakan dengan baik. 
Penyelidikan autentik.  Melakukan investigasi masalah matematika secara nyata. Hal ini dapat dimulai dengan menganalisis dan mendifinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan berbagai kemungkinan solusi beserta prosedur pemecahannya, dan merefleksikan, menginterpretasikan serta mengevaluasi kembali
Presentasi karya. Mempresentasikan dan memperagakan berbagai karya, misalnya berbentuk laporan pemecahan masalah, transkrip debat, model fisik, video, atau program komputer, yang mewakili berbagai pemecahan masalah matematika yang telah dikerjakan
Kerja sama. Memotivasi untuk belajar dalam bentuk  kerja kolaboratif    misalnya berpasangan atau  berkelompok (antara 4-8 siswa) dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Hal ini dapat memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks   untuk mengembangkan keterampilan sosial. 

6.      Ciri-ciri Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended      
Seperti model pembelajaran lainnya, model pembelajaran matematika yang dikembangkan ini  juga didukung oleh   kerangka dasar dari sebuah model yang terdiri atas 5 pilar yaitu: (1) Sintaksis, (2) Sistim sosial, (3) Prinsip reaksi, (4) Sistem pendukung, dan (5) Dampak Intruksional dan  Pengiring. 
1)      Sintaksis
Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended ini  terdiri dari lima tahap utama (sintaks) yang dimulai dari guru memperkenalkan kepada siswa suatu masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisi hasil kerja siswa. Jika masalah yang dikaji sedang-sedang saja, kelima tahapan mungkin dapat diselesaikan dalam 1 pertemuan tatap muka. Namun bila masalahnya kompleks mungkin  akan memerlukan waktu lebih lama. Kelima tahapan   ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Sintaks Pelaksanaan  Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended
Kegiatan Guru
Langkah-langkah Utama
Kegiatan Siswa
Memaparkan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah matematika open-ended
Menginventarisasi dan mempersiapkan logistik yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Siswa berada dalam kelompok yangteah ditetapkan
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan
Tahap 2
Mengorganisasi siswa dalam belajar pemecahan masalah
Menginvestigasi konteks masalah, mengembangkan berbagai persepektif dan pengandaian yang masuk akal 
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan trial and error/eksperimen untuk mendapatkan suatu pemecahan yang masuk akal, mengulanginya lagi untuk  mendapatkan kemungkinan pemecahan dan solusi alternatif 
Tahap 3
Membimbing penyelidikan baik secara individual maupun didalam kelompok
Siswa melakukan inkuiri investigasi, dan merumuskan kembali masalah, untuk mendapatkan suatu kemungkinan pemecahan dan solusi  yang masuk akal. Mengevaluasi strategi yang digunakan untuk memperkuat argumentasi dan sekaligus untuk menyusun kemungkinan pemecahan dan jawaban alternatif yang lain  
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti ringkasan, laporan, model-model pemecahan masalah, dan mambantu salam berbagai tugas dalam kelompok
Tahap 4
Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya
Menyusun ringkasan atau laporan baik secara individual atau kelompok dan menyajikannya dihadapan kelas dan berdiskusi dalam kelas
Membantu siswa melakukan refleksi dan mengadakan evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses belajar yang mereka gunakan.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Evaluasi dengan penilaian  autentik yang dilakanakan pada setiap tahap.
Mengikuti asesmen dan menyerahkan tugas-tugas sebagai bahan evaluasi proses belajar.



2)      Sistem Sosial
Sistem sosial dari model pembelajaran ini   pada dasarnya sama dengan sistem sosial model pembelajaran kooepratif yang berlandaskan folosofi konstruktivisme terutama konstruktivisme sosial menurut Vigotsky. Sistem sosial ini menekankan  konstruksi pengetahuan (knowledge construction)  yang dilakukan setiap individu peserta didik secara aktiv atas tanggungjawabnya sendiri, namun konstruksi individu tersebut akan semakin kuat jika dilakukan secara berkolaboartif  dalam kelompok kooperaif yang mutual. Yaitu kelompok kooperatif yang menekankan pada upaya terjadinya diskusi yang dilandasi rasa keterbukaan, sehingga timbul rasa nyaman dan rasa persahabatan diantara kelompok peserta didik dalam berkolaborasi untuk memecahkan masalah matematika yang dihadapi.  

3)      Prinsip Reaksi
Respon terhadap proses dan kinerja peserta didik dalam memecahkan masalah didasarkan atas prinsip “ Guru sebagai fasilitator” dalam proses pembelajaran. Artinya sebagai fasilitator dalam membantu siswa dalam proses pemecahan masalah open-ended. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa guru sebaiknya:   (a)  mencermati bagaimana perbedaan pola pikir peserta didik terkait dengan proses dan kinerja pemecahan yang dilakukan, (b) mencermati kapan harus melakukan intervensi terhadap proses pemecahan masalah peserta didik, bantuan dan nasehat apa yang terbaik yang harus diberikan, dengan tetap meninggalkan substansi pemecahan masalah matematika tersebut sebagai tugas yang harus dipecahkan sendiri oleh peserta didik, dan yang terpenting (c) selalu memposisikan diri sebagai “pebelajar” yang juga seolah-olah belum tahu solusi dan prosedur pemecahan masalah matematika tsb, tetapi tetap berberan aktiv bagaimana memberikan rangsangan-rangsangan untuk meningkatkan rasa ingin tahu, rasa penasaran dikalangan peserta didik untuk melakuan investigasi dan penyelidikan yang menuju pada berbagai kemungkinan solusi dan pemecahan. 
 
4)      Sistem Pendukung
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan model pembelajaran  yang dikembangkan ini  diperlukan perangkat pendukung yang paling tidak terdiri dari (a) kumpulan atau bank masalah matematika open-ended, (b)  rencana pembelajaran yang disusun atas prinsip Problem based learning dikombinasikan dengan pendekatan kooperatif, (c)  Lembar kerja siswa (LKS) yang memuat masalah-masalah matematika open-ended dan (d) asesmen pembelajaran open-ended, lengkap dengan pedoman penskoran/rubrik masalah matematika open-ended tersebut.

5)      Dampak Pembelajaran  dan Dampak Pengiring
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki dampak pembelajaran bagi peserta didik. Hal ini merupakan kompetensi matematis yang ingin dicapai melalui Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended ini, yaitu  meliputi kompetensi peserta didik dalam: 
a.      memengerti konsep, prinsip dan ide-ide  matematika yang berhubungan dengan tugas matematika (conceptual understanding),
b.      memilih dan menyelenggarakan proses dan strategi pemecahan masalah (processes and strategies),
c.       menjelaskan dan mengkomunikasikan mengapa strategi itu berfungsi (reasoning and communication), dan
d.      mengidentifikasi dan melihat kembali alasan-alasan mengapa solusi dan prosedur menuju solusi itu adalah benar (interpret reasonableness). 
Keempat kompetensi matematis ini akan dijadikan kriteria dasar pengukuran mengenai efektifitas  model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini. Selain dampak pembelajaran tersebut, model pembelajaran ini juga diharapkan menimbulkan dampak pengiring (nurturanteffect) yang berupa kesadaran dan pemahaman guru terhadap karakteristik pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended yang bercirikan:
a.       menekankan proses belajar berorientasi pengembangan  pemahaman yang mendalam (learning with understanding)
b.      menggunakan permasalahan kontekstual, yaitu  permasalahan yang nyata atau dekat dengan lingkungan  dan kehidupan siswa atau minimal dapat dibayangkan oleh siswa,
c.       mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), serta kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi secara matematis (mathematical reasoning and communication),
d.      memberikan kesempatan yang luas untuk penemuan kembali (invention dan re-invention) dan untuk membangun (construction dan re-construction) konsep, definisi, prosedur dan rumus-rumus matematika secara mandiri,
e.       melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, explorasi, experimen, dll.,
f.       mengembangkan kompetensi berfikir kreatif dan kritis (creative and critical thinking) yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan melalui  convergence atau divergence thinking, orisinal, membuat prediksi dan memcoba-coba (trial and error),
g.      menggunakan model (modelling), dan
h.      memperhatikan dan mengakomodasikan perbedaan-perbedaan  kharakteristik individual siswa






7.      Contoh-contoh Penerapan Pendekatan Open-Ended

LUAS SEGITIGA SIKU-SIKU

Rumus dasar
Di samping itu terdapat juga rumus segitiga lainnya, yaitu melalui 3 unsur dalam segitiga :
  1. Sisi ,sudut ,sisi.
  2. Sudut ,sisi ,sudut.
  3. Sisi ,sisi ,sisi
A.    Luas segitiga dengan 2 sisi dan satu sudut(sisi,sudut,sisi) :
Gambar b:
Gambar  a :

 

Untuk menentukan rumus luas segitiga jika diketahui panjang dua sisi dan besar satu sudut yang diapit oleh kedua sisi itu,perhatikan  ∆ABC lancip pada gambar a : garis AD=t adalah garis tinggi dari titik A ke sisi BC.

Dalam ∆ABC :                        Dalam ∆ABC :                 Aturan sinus pada ∆ABC :
 


subtitusi :                                 subtitusi :                            subtitusi :
t=b sinC  ke  L=½ a t              t=c sin B  ke  L=½ a t                        
L=½ a (b sin C )                      L=½ a (c sin B )

Sehingga luasnya :                  Sehingga luasnya:             Sehingga luiasnya :
L = ½ a b   sin C                    L = ½ a c   sin B                L = ½ b c   sin A


B. Luas segitiga dengan 2 sudut dan satu sisi diketahui (sudut,sisi,sudut):

Rumus luas segitiga , jika diketahui besar sudut dan panjang satu sisi yang terletak diantara kedua sudut itu , dapat diturunkan dari rumus yang dipadukan dengan aturan sinus .
Perhatikan kembali rumus luas ∆ABC: L= ½ b c sin A , L= ½ a c sin B , L=½ a b sin C
Aturan sinus pada ∆ABC :
 

Dari persamaan                         diperoleh
 

subtitusi
                                                                                               
                                                                                               
 

subtitusi


 

Dari persamaan                        diperoleh
 

subtitusi




C. Luas Segitiga dengan ketiga sisinya (sisi,sisi,sisi) :
Luas segitiga ABC jika diketahui panjang ketiga sisinya (sisi a, b,c ) dapat ditentukan dengan rumus :
 

                                   
Dengan s = ½ ( a + b + c ) = setengah keliling ∆ ABC
BUKTI :
Perhatikan kembali identitas trigonometri :
sin² A + cos² A =1
sin² A =1 . Cos² A
sin² A = (1 + cos A)(1 – cos A)
Subtitusi persamaan :
 







Setengah keliling ∆ABC adalah       s=½(a+b+c)
Dari    s=½(a+b+c) , diperoleh (a+b+c) = 2s                                    …..(1)
(b+c-a) =(a+b+c) - 2a = 2s – 2a =2(s-a)  …..(2)
(a+b-c) =(a+b+c) - 2c = 2s – 2c =2(s-c)   …..(3)
(a-b+c) =(a+b+c) - 2b = 2s – 2b =2(s-b)  …..(4)
Subtitusi persamaan “1,2,3 dan 4   ke sin A, diperoleh :

 

Subtitusi                                                         Ke rumus luas ∆ABC :
            Diperoleh :

                                                                                    ………(terbukti)
                       
PERMASALAHAN

Hitunglah luas segitiga tersebut dengan AC = AB = 4 cm  !        
a
c
b
A
C
B
 




b. Melalui rumus 2
    (sisi sudut sisi)
PEMBAHASAN

  1. Melalui rumus 1                                                            c. Melalui rumus 3      
  = 6








= 8
 



d.   Melalui rumus 4
                     =
                     = 32

             BC =  
Sehingga:
S =

   =
   =
   =
   =






Dengan menggunakan rumus Phytagoras
Maka luas segitiga ABC
L =
    =
    =
    = 
    =
    =  8
 






Kesimpulan dari soal diatas :
Dari soal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dari satu kasus memiliki banyak penyelesaian.Itulah yang dinamakan dengan model pembelajaran Open-Ended
8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Open Ended
Keunggulan Pendekatan Open-Ended

Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:
1)      Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
2)      Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
3)      Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
4)      Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Kelemahan Pendekatan Open-Ended
    
Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya:
Ø  Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
Ø  Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Ø  Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Ø  Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.













PENUTUP
A.    Kesimpulan
1)      Tahap-tahap yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
v  Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
v  Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
v  Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa
v  Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
v  Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
2)      Pembelajaran Open-Ended adalah pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian lebih dari satu. Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa strategi.
3)      Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
ü  Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
ü  Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
Pada dasarnya kegiatan matematika mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia matematika.
ü  Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
4)      Kerangka dasar dari sebuah model pembelajaran matematika terdiri atas 5 pilar yaitu: (1) Sintaksis, (2) Sistim sosial, (3) Prinsip reaksi, (4) Sistem pendukung, dan (5) Dampak Intruksional dan  Pengiring.
5)      Keunggulan dan Kelemahan Metode Open-Ended
Keunggulan Metode Open Ended
*      Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
*      Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
*      Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
*      Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Kelemahan Metode Open-Ended

Ø  Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
Ø  Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Ø  Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Ø  Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.
B.     Saran

(1)         Memberikan implikasi pada perbaikan kualitas proses pembelajaran, sehingga disarankan untuk mengadakan inovasi proses pembelajaran selama ini menuju proses pembelajaran yang inovatif dengan memaksimalkan keterlibatan aktifitas dan proses berfikir mahasiswa.
(2)         Memberikan implikasi pada aktifitas dan kreatifitas berpikir mahasiswa, sehingga dalam proses pembelajaran disarankan untuk menyajikan masalah-masalah yang solusinya tidak tunggal.
(3)         Memberikan implikasi pada motivasi belajar, sehingga dalam pembelajaran disarankan untuk memilih dan menyajikan masalah-masalah kontekstual open-ended yang sifatnya menantang.

Makalah ini memberikan implikasi pada pengalaman belajar, sehingga dalam proses pembelajaran disarankan untuk mengarahkan mahasiswa belajar konsep-konsep esensial dan lebih banyak memberikan latihan pemecahan masalah open-ended.



DAFTAR PUSTAKA

`Al Jupri. Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Open-ended_question, online 11 Juli 2008).     
Cholis,S.,2002, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem “Open Ended” dan Kriteria Evaluasinya,Makalah disampaikan pada Lokakarya Evaluasi Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Negeri Singaraja.

Foong, P.Y., 2000, Using Short Open-Ended Mathematics Question to Promote Thinking and Understanding, NIE, Singapore.
           
            Hudoyo, H. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika.  Jakarta: IKIP Malang.

            Nur,M.,2003,Pengembangan Model PMB Berorientasi Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Daya Nalar Mahasiswa dalam Rangka Menyongsong Masyarakat IPTEK pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.Disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian Unggulan IKIP Surabaya..
Nohda, N., 2000. Learning and Teaching Trought Open Approach Method, Mathematics Education in Japan. Tokyo: TSME.
Poppy, R, Yaniawati. 2003. Pendekatan Open-ended: Salah satu Alternatif Model Pembelajaran Matematika yang Berorientasi Pada Kompetensi Siswa. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yogyakarta, tanggal 28 – 29 Maret 2003.
Shimada, S. 1997.  The Significance of an Open-Ended Approach. Dalam J. P. Becker & S. Shimada (Ed.). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics.  Virginia: National Council of Teachers of Mathematics..

Suherman, E. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Syaban, M. (2008). Menggunakan Open-Ended untuk Memotivasi Berpikir Matematika. [on-line]. Avaliable: http://educare.e-fkipunla.net/index.php? option=com_content&task=view&id=54&Itemid=4. [19 Mei 2008].
Wahid, B. 2002. Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika. Eksponen, 4(1), 62 – 72.
           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar