Kamis, 30 Mei 2013

PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL


BAB I
PENDAHULUAN
                                                          
1.1              Latar Belakang
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Berbagai model pembelajaran dapat digunakan untuk menyampaikan materi Matematika. Namun dewasa ini banyak ditemukan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru. Guru hanya menjelaskan materi, memberikan contoh kemudian memberikan soal-soal, sehingga siswa menjadi kurang aktif dan kreatif dalam memahami makna pembelajaran tersebut. Suprijono (2009:121).
            Dengan model pembelajaran tersebut, maka seolah-olah Matematika adalah pelajaran yang hanya menerapkan konsep-konsep pembelajaran saja. Karena sebagian pembelajarannya tidak dihubungkan dengan situasi nyata siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang dapat mengatasi masalah tersebut yakni model pembelajaran kontekstual.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2008: 120). Karena dengan kita melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya maka materi yang diberikan akan lebih tertanam dalam ingatan siswa.
Sehingga diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat mengubah kebiasaan para guru dalam melakukan pembelajaran dan memotivasi siswa agar lebih aktif serta mempermudah siswa dalam memahami materi yang dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan secara menyeluruh mengenai model pembelajaran kontekstual.





1.2              Rumusan Masalah
Dengan adanya hal yang melatarbelakangi tentang model pembelajaran kontekstual tersebut maka penulis mempunyai beberapa rumusan masalah, diantaranya yaitu :
            1.2.1    Memahami hakekat pembelajaran kontekstual.
            1.2.2    Mengetahui komponen-komponen model pembelajaran kontekstual.
            1.2.3    Mengetahui kelebihan dan kelemahan penerapan kontekstual.
            1.2.4    Mengetahui langkah-langkah pembelajaran kontekstual.
            1.2.5    Mengetahui penggunaan pembelajaran kontekstual.

1.3              Tujuan Permasalahan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1.3.1        Untuk memahami hakekat pembelajaran kontekstual.
1.3.2        Untuk mengetahui komponen-komponen model pembelajaran kontekstual.
1.3.3        Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan penerapan kontekstual.
1.3.4        Untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran kontekstual.
1.3.5        Untuk mengetahui penggunaan pembelajaran kontekstual.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching and Learning (CTL) dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas (Doantara yasa, 2008). Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey. Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatar belakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual.
Pada hakekatnya pembelajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Beberapa pendapat tentang pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut :
  1. Nanang Hanafia (2009 : 67) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning yang umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
  2. Wina Sanjaya (2008: 120) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
  3. Syaiful Sagala (2005 : 88) menyatakan bahwa Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.
  4. Rusman (2009: 240) mengatakan pendekatan Kontekstual adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata.
Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
  1. Elaine B. Johnson (2007: 65) memaparkan bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah
  2. Menurut Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.
  3. Menurut Akhmad Sudrajat Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.



Dari beberapa pendapat di atas, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya :
1.    CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2.    CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
3.    CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi segala bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

2.2       Komponen-komponen model pembelajaran kontekstual
            Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen  utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment).

1. Konstruktivisme (Constructivism)
            Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Setiap  individu  dapat  membangun  struktur  kognitif  atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme. Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)      Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)      Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)      Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)      Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).

2. Bertanya (Questioning)
            Bertanya  merupakan  strategi  utama  dalam  pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis  inquiry.  Dalam  sebuah  pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1)      Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2)      Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)      Membangkitkan respon kepada siswa;
4)      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)      Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)      Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)      Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

3. Menemukan (Inquiry)
            Menemukan  merupakan  bagian  inti  dari  pembelajaran  berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Menemukan atau inquiry dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :
1)      Merumuskan masalah ;
2)      Mengajukan hipotesis;
3)      Mengumpulkan data;
4)      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)      Membuat kesimpulan.
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan  siswa  memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
            Konsep  Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman.

5. Pemodelan (Modeling)
            Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dalam arti  guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
            Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi :
  1. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
  2. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;
  3. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.

6. Refleksi (Reflection)
            Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.  Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima.
            Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa :
  1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh  pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.;
  2. Catatan atau jurnal di buku siswa;
  3. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
            Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
            Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang  diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.

Ø  Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional
NO.
CTL
TRADISIONAL
1.
Menyandarkan pada memori spasial (pemahaman makna)
Menyandarkan pada hapalan
2.
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
3.
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima informasi
4.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
5.
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
6.
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu
7.
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)
8.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
9.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
10.
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor
11.
Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tsb keliru dan merugikan
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
12.
Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsic
Perilaku baik berdasar-kan motivasi ekstrinsik
13.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
14.
Hasil belajar diukur  melalui penerapan penilaian autentik.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

Ø  Peranan Guru Dalam Pembelajaran CTL
Peranan guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya yaitu, guru berperan dalam mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered.



Menurut Depdiknas, guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1)         Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa .
2)         Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3)         Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
4)         Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
5)         Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

Ø  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran CTL
Menurut Zahorik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran CTL,antara lain:
ü  Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
ü  Pembelajaran dimulai dari keseluruhan ( global ) menuju bagian-bagiannya secara khusus
ü  Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman,yakni dengan cara:
o   Menyusun konsep
o   Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan oranglain
o   Merevisi dan mengembangkan konsep
ü  Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
ü  Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.





2.3       Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Kontekstual
2.3.1    Kelebihan
Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

2.3.2       Kelemahan
Karena di dalam pendekatan pembelajaran kontekstual ini siswa diharapkan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka dibutuhkan waktu pembelajaran yang cukup lama, karena akan sedikit sulit bagi siswa menemukan suatu konsep dengan pengetahuannya sendiri. Selain itu, keleluasaan waktu yang diberikan guru kepada siswa untuk bisa mengkonstruksi pengetahuan lama dengan pengetahuan barunya akan berjalan lamban, karena waktu tersebut lebih banyak digunakan siswa untuk bermain dengan teman-temannya.
Kelemahan yang kedua yaitu guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
            Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

2.4       Langkah – langkah pembelajaran kontekstual     
Menurut (Rusman, 2012 : 192), pada intinya pembelajaran kontekrtual dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
3.      Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4.      Menciptakan  masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan  kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
5.      Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6.      Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7.      Melakukan penelitian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa. 

2.5       Penggunaan Pembelajaran Kontekstual

Pada tahap “Konstruktivisme” Guru dalam memberikan kesempatan kepada beberapa peserta didik untuk menyebutkan contoh lingkaran dalam kehidupan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempresentasikan hasil diskusinya
Pada tahap “Menemukan” : Guru dalam menjelaskan dan memberi contoh dalam menemukan konsep lingkaran dengan alat peraga Guru dalam membimbing peserta didik untuk menemukan termasuk dalam kriteria baik.
Pada tahap “Bertanya” : Guru dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah ke konsep lingkaran, Guru dalam memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang telah diberikan.
Pada tahap “Masyarakat Belajar” : Guru dalam membentuk peserta didik menjadi kelompok yang terdiri dari 4-5 peserta didik dan Guru dalam mengorganisasikan kelompok untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok termasuk dalam kriteria baik.
Pada tahap “Pemodelan” : Guru memanfaatkan alat peraga dan dalam membimbing peserta didik menggunakan alat peraga
Pada tahap “Refleksi” : Guru dalam memberikan arahan dalam menyimpulkan pelajaran dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memberikan pernyataan tentang materi yang telah disampaikan.
Pada tahap “Penilaian Sebenarnya” Guru dalam menilai presentasi atau penampilan peserta didik pada waktu mempresentasikan hasil diskusinya dan Guru dalam menilai hasil evaluasi yang telah diberikan pada pembelajaran waktu itu. (Rasiman, Widayanto:2008).















BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
            Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning(CTL) memberikan jalan memecahkan masalah tersebut dengan mengembangkan pembelajaran dalam konteks yang autentik. Konteks pembelajaran “autentik” dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dengan keterampilan dan pengetahuan yang berbeda-beda, bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang berarti dan melebihi tingkat penguasaannya atau tingkat keberhasilan dari tes. Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen  utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya.
            Dalam sistem CTL bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan itu, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunaan penilaian autentik.
            Dengan demikian pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan siswa untuk menggali atau menemukan kembali konsep-konsep matematika dengan bekerja/terlibat di dalamnya. Akibat ini, juga mengharuskan guru mendorong dan menciptakan suasana aktif bekerja kelompok/mandiri dalam kelas, berinteraksi yang berpusat pada siswa serta menyesuaikan dengan lingkungan tempat belajar-mengajar yang terjadi. Pandangan ini memberi peluang penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika.





3.2       Saran
1.   Sebaiknya dalam kegiatan pembelajaran kontekstual guru memunculkan konsep-konsep secara jelas dengan menghubungkannya dikehidupan nyata sehingga peserta didik dapat menyerap materi dengan optimal.
2.   Guru sebaiknya bisa mengkondisikan kelas saat diskusi agar diskusi bisa berjalan dengan baik.




















DAFTAR PUSTAKA


Ajrina, Sheila. 2011. Pembelajaran Kontekstual – Contextual Teaching andLearning (CTL) [online] Tersedia: http://Pembelajaran Kontekstual – Contextual Teaching and Learning (CTL) . (18 September 2012).

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung : Refika Aditama.

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual teaching and learning. Bandung : Mizan Learning Center.

Rasiman dan Wahyu Widayanto. 2009. Vol 1 No. 1. Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Materi Lingkaran bagi Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 1 Karanggawen Demak Tahun Pelajaran 2008/2009. Semarang : IKIP PGRI Semarang.

Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.

Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar.  Bandung :  Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis kompetensi. Jakarta : Kencana.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Surabaya : Pustaka Pelajar.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar