Kamis, 30 Mei 2013

BAHASA INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA DI ERA GLOBALISASI


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang tidak sesuai dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemungkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan situasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Seiap warga negara Indonesia sebagai warga masyarakat pada dasarnya adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan (1) sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.
Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup diri dari pengaruh  bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa asing.
Masing-masing bahasa mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan sumbangan yang signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan antarbangsa dan era globalisasi ini. Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara Indonesia harus bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara yang baik pasti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia "asal orang mengerti". Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa Indonesia. Padalah, pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan, "Bahasa menunjukkan bangsa", yang membawa pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan menunjukkan jalan pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin dalam berpikir. Akibat lebih lanjut bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari pun akan kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan itu sangat diperlukan pada era globalisasi ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak berdisiplin dalam segala segi kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara berpikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Apabila hal ini terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti terhambat dan akan kalah bersaing dengan bangsa lain.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tatabahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhanaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti Australia, Belanda, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea Selatan.

B.   Rumusan Masalah
  1. Bagaimana sejarah lahirnya bahasa Indonesia ?
  2. Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia di era globalisasi saat ini?
  3. Bagaimana perubahan bahasa Indonesia di era globalisasi ?
  4. Bagaimana pengaruh bahasa asing terhadap perubahan bahasa Indonesia ?
  5. Bagaimana sikap kita terhadap bahasa Indonesia di era globalisasi saat ini?



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Lahirnya Bahasa Indonesia
Sejarah telah memberikan kepada kita, bangsa Indonesia, satu bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, karena terpilihnya bahasa Melayu menjadi bahsa persatuan kita dengan nama baru Bahasa Indonesia. Peristiwa itu terjadi menurut perputaran roda sejarah. Sampai pada hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, saat diikrarkannya satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yang semuanya dengan nama Indonesia, sejarah perkembangan bahasa Melayu berjalan dengan mulus.
Sesudah pertengahan abad ke-19, Gubernur Jenderal Rochussen melihat bahwa bahasa Melayu digunakan orang di mana-mana sebagai bahasa penghubung. Oleh karena itu, kemudian pemerintah Belanda menetapkan bahwa bahasa Melayu hendaklah dijadikan bahasa pengantar di sekolah-sekolah Melayu untuk memperoleh tenaga-tenaga administrasi yang murah dalam pemerintah. Tindakan yang diambil oleh pemerintah Belanda itu tanpa mereka sadari telah menguntungkan bagi perkembangan bahasa Melayu kelak, cikal-bakal bahasa Indonesia, yang akan menjadi bahasa nasional dan bahasa pemersatu bagi seluruh penduduk yang mendiami wilayah Hindia-Belanda, wilayah yang kemudian dituntut oleh bangsa Indonesia menjadi wilayah Republik Indonesia.
Pada tahun 1908, pemerintah Belanda mendirikan suatu badan penerbit dengan nama Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) yang kemudian pada tahun 1917 diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Walaupun pendirian lembaga penerbitan itu tidak luput dari latar belakang politik, adanya Balai Pustaka ini dengan cepat telah memperluas daerah penyebaran bahasa Melayu ke seluruh pelosok tanah air melalui tulisan-tulisan yang diterbitkannya.
Saat yang paling penting dalam kehidupan bangsa Indonesia ialah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. peristiwa itu kemudian merupakan tonggak sejarah bagi terwujudnya sebuah bangsa yang kemudian memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. ikrar pertama satu tanah air dan ikrar kedua satu bangsa, dikuatkan oleh ikrar ketiga “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia” yang sungguh-sungguh berperanan secara riel sebagai alat pemersatu, karena bahasa itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh bangsa baru yang terdiri atas beratus-ratus suku bangsa.
Peranan politik dalam mengukuhkan kedudukan bahasa Indonesia sangatlah besar. Dalam berbagai pertemuan gerakan politik, bahasa Indonesialah yang mereka gunakan. Demikian juga bantuan surat-surat kabar bahasa Indonesia yang terbit di mana-mana, yang menggunakan bahasa Indonesia, tidaklah kecil artinya.
Langkah berikut yang dilakukan secara sadar oleh sekelompok pujangga muda dengan mendirikan suatu perkumpulan dengan nama Pujangga Baru tambah mengangkat kedudukan bahasa Indonesia. Perkumpulan ini diwakili oleh majalah mereka yang juga bernama Pujangga Baru, sebagai terompet bagi pernyataan ide, pikiran, dan perasaaan mereka. Pelopornya adalah Sutan Takdir Alisjahbana. Bukan hanya tulisan dalam bahasa Indonesia yang semakin tersebar, melainkan corak bahasa iru sendiri mulai berubah. Pujangga-pujangga muda yang tidak hanya terdiri atas orang-orang yang berasal dari Belanda tak pernah mau menggunakan kata Indonesia, tetapi menggunakan kata Nederlandsch Indie atau Hindia-Belanda, atau kata Insulinde, dan menggunakan kata Inlander yang berarti “pribumi” atau “penduduk asli”.
Roda sejarah berputar terus dan apa yang akan terjadi sering di luar dugaan orang. Tahun 1941 Perang Dunia ke-2 meluas ke kawasan Asia. Jepang menyerang Pearl Harbour (Hawai) dan pada awal tahun 1942 balatentara Jepang mendarat di wilayah Hindia-Belanda dan langsung mendudukinya. Masa pendudukan Jepang ini mempunyai arti besar bagi perkembangan dan kedudukan bahasa Indonesia. Belanda, Inggris, dan Amerika adalah musuh Jepang, karena itu, bahasa mereka adalah bahasa musuh yang tidak boleh digunakan lagi. Bahasa Jepang belum dikuasai dan oleh karenanya, tentulah bahasa Indonesia yang harus digunakan dalam semua kegiatan kehidupan sehari-hari. Kedudukan bahasa Indonesia makin kokoh, daerah penyebarannya makin luas karena sekarang ini seluruh wilayah yang dahulu bernama Hindia-Belanda harus menggunakan bahasa Indonesia. Rakyat Indonesia menjadi lebih dekat dengan bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia adalah alat komunikasi utama dan terpenting.
Walaupun dalam masa perang, pujangga-pujangga muda muncul juga dengan karya-karya sastra mereka. Muncul karangan-karangan, baik puisi maupun prosa, yang dihasilkan oleh pujangga muda seperti Chairil Anwar dan Idrus yang kemudian disebut sebagai pelopor angkatan ’45. Bahasa yang mereka gunakan bergaya lain dari bahasa Pujangga Baru. Pada masa pergolakan itu mereka masih juga sempat mengeluarkan manifest yang menyatakan jatidiri mereka.
Perang dunia kedua berakhir dengan kekalahan Jepang. bangsa Indonesia, diwakili Bung Karno dan Bung Hatta, memproklamasikan Negara Republik Indonesia merdeka. Proklamasi kemerdekaan Indonesia itu dituliskan dan diumumkan dalam bahasa Indonesia dan kemudian dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 dalam Bab XV, Pasal 36, dinyatakan bahwa ‘Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia’. Lengkaplah sudah sejarah perkembangan bahasa Indonesia dalam menentukan kedudukannya di tengah-tengah bangsa baru yang menamakan dirinya Bangsa Indonesia.
Dalam Negara RI yang merdeka itulah bahasa Indonesia akan terus dikembangkan karena bahasa Indonesia adalah bahasa kebudayaan bagi bangsa Indonesia dalam arti yang luas. Bahasa Indonesia tidak lagi hanya menjadi bahasa penghubung dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi bahasa perdagangan, bahasa administrasi negara, bahasa pengantar di semua sekolah, menjadi bahasa politik, serta bahasa ilmu dan teknologi. Itulah fungsi yang nanti akan diemban oleh bahasa Indonesia, bahasa yang diangkat dari bahasa Melayu, yang akan diperkaya sehingga kelak menjadi bahasa baru, bahasa nasional bagi bangsa Indonesia.

B.   Perkembangan Bahasa Indonesia
Banyak dipertanyakan apakah bahasa Indonesia kelak dapat menjadi bahasa dunia seperti bahasa Inggris atau bahasa asing lain yang dapat menembus gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa?  Jawaban pertanyaan ini sebenarnya terpulang kepada kita sendiri. Bahasa itu sendiri tidak dapat menentukan apakah ia akan menjadi bahasa dunia atau tidak. Yang menentukannya adalah kita sendiri, bangsa Indonesia, sebagai pemilik dan pemakai bahasa itu. Ada tiga faktor penting yang mendasari kemungkinan itu.
Pertama, adalah kewibawaan politik Republik Indonesia sebagai negara. Sampai sejauh mana Republik Indonesia memainkan peranan dalam percaturan politik dunia? Kalau peranan kita dalam politik percaturan dunia terus-menerus menonjol dan menentukan, pastilah Republik Indonesia akan mempunyai kewibawaan politik yang menimbulkan perhatian dunia. Kedua, adalah kehidupan ilmiah dan daya cipta bangsa Indonesia dalam menghadapi kebudayaan baru yaitu kebudayaan modern, kebudayaan dunia. Ketiga, adalah segi-segi keuntungan yang dapat diperoleh bangsa-bangsa lain karena perkenalannya dengan bahasa Indonesia. Jelas, jika penguasaan atas bahasa Indonesia dianggap oleh mereka dapat memberikan keuntungan baik material maupun spiritual, pastilah mereka, bangsa asing, akan berlomba-lomba mempelajari bahasa Indonesia. Dewasa ini, memang banyak universitas di luar negeri mengajarkan bahasa Indonesia kepada mahasiswanya, bahkan ada yang memiliki jurusan bahasa Indonesia, tetapi jumlah dan perhatian itu belumlah berarti benar.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang lentur, yang terbuka untuk penyempurnaan dan pengayaan. Normanya tidak tertutup sehingga pengembangannya melalui penumbuhan swadayanya selalu terbuka. Penyerapan dari bahasa-bahasa daerah dan asing masih saja mungkin. Jika kita melihat banyak perubahan yang sering menimbulkan keriasauan bagi orang yang terlalu ingin berpegang pada aturan-aturan bahasa yang kaku. Sikap yang terlalu ketat berpegang pada aturan lama (bersifat puris), akan menghambat pertumbuhan bahasa Indonesia.
Kita harus mengikuti perkembangan bahasa dengan kesadaran. Kita harus dapat mengarahkannya kea rah pertumbuhan yang tepat. Bahasa yang hidup akan terus berkembang dan berubah sampai pada suatu ketika ia tiba pada suatu titik puncak perkembangannya, lalu seakan-akan berhenti, tetapi tidak dalam arti yang nyata dan mutlak.



C.   Perubahan Bahasa Indonesia
Perubahan bahasa terjadi karena “persentuhan” bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Terjadi kontak antara dua bahasa dan kontak ini berpengaruh secara timbal balik. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Di mana-mana bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa daerah dan asing.
Pengaruh itu ada yang positif namun ada juga yang negatif. Positif, kalau tidak “mengganggu” bahasa yang dipengaruhinya, dan dalam bahasa, yang seperti itu terutama penyerapan kata dengan makna tertentu yang memperkaya bahasa penyerap. Contohnya ahíla kata-kata seperti lumayan, lestari, mantap, mumpung, melena, tabrak (dari dialek Jawa), berfoya-foya, baku hantam, baku tembak (dari dialek Manado),  heboh (dari Sumatra Utara), dan masih banyak lagi contoh yang lain. Pengaruh disebut negatif kalau tidak sesuai dengan jalan bahasa Indonesia sebagai bahasa penyerap. Contohnya, unsur morfem ke- dari bahasa Jawa seperti pada kata ketangkap, kepukul, kebawa, tidak dibutuhkan dalam bahasa Indonesia karena dalam bahasa Indonesia ada morfem ke- dengan fungsi yang lain dan morfem ke- yang dimasukkan ini ada padanannya dalam bahasa Indonesia, yaitu ter-, seperti pada kata tertangkap, terbawa, terpukul.
Karena bahasa Indonesia masih terus tumbuh, kita masih akan melihat banyak bentuk kembar yang bersaing dan mana yang “menang” dalam pemakaiannya akan ditentukan oleh waktu. Dahulu kata mendapatkan berarti ‘menemui’, ‘menjumpai’; sekarang dipakai sama dengan mendapat, memperoleh. Kata berada dahulu berarti ‘mampu, kaya, berharta’; sekarang disamakan dengan kata ada.
Melihat contoh-contoh di atas, orang mungkin akan berpikir, bagaimana jadinya bahasa Indonesia kita ini nanti, yang tampaknya seperti kacau saja. Memang tampaknya begitu, namun sebenarnya tidak. Bahasa Indonesia sedang mencari bentuknya dan bentuk itu ditentukan oleh pemakai bahasa.
Kita menyadari bahwa bahasa Indonesia itu tumbuh dan berubah, namun itu tidak berarti bahwa kita dapat memperlakukannya sekehendak hati kita tanpa dasar pengetahuan kebahasaan. Kita harus melengkapi diri dengan pengetahuan dasar bahasa Indonesia, baik penguasaan kata maupun pengetahuan mengenai strukturnya. Dengan demikian, apa yang kita buat sebagai sumbangsih bagi perkembangan bahasa Indonesia di era globalisasi ini, benar-benar menjadi sesuatu yang sangat berharga karena diletakkan di atas dasar kerja yang benar.

D.   Pengaruh Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia
Yang disebut pengaruh adalah segala sesuatu yang menjadi penyebab sehingga sesuatu yang lain (benda, orang, dan sebagainya) berubah dari yang aslinya. Jadi, bahasa Indonesia berubah, tidak lagi seperti bentuk asalnya, karena pengaruh yang datang dari luar. Pengaruh dalam bahasa dapat kita perinci antara lain sebagai berikut:
1.      pengambilan/pemungutan/peminjaman kata (kosa kata); kata yang diambil dari bahasa lain itu biasa disebut kata pungut atau kata pinjaman (dalam istilah Inggrisnya dinamakan loand word);
2.      pengambilan unsur bahasa seperti afiks (imbuhan: awalan, akhiran, sisipan);
3.      peniruan bentuk bahasa berupa struktur kata dan kalimat;
4.      penerjemahan, pemadanan, atau pengindonesiaan istilah.
Pembicaraan mengenai pengaruh bahasa asing penulis membatasi pada pengaruh bahasa Arab, Inggris, dan Sansekerta. Sebenarnya ada empat bahasa asing yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia, yaitu tiga bahasa yang sudah disebutkan di atas dan bahasa Belanda, bahasa bekas penjajah kita. Tiga setengah abad bangsa itu menempati wilayah jajahannya yang dulu dinamai Hindia-Belanda, memerintah dan menjajah kita, karena itu pengaruh bahasanya pun tidaklah kecil. Tidak sedikit kaum intelektual kita yang mengecap pendidikan Belanda dan menguasai bahasa Belanda terhadap bahasa Indonesia yang digunakan oleh mereka tidaklah kecil. Mereka berpikir dengan bahasa Belanda dan melahirkan pikirannya dalam bahasa Indonesia dengan struktur bahasa Belanda.
Pengaruh Bahasa Arab
Kita dapat berbicara mengenai peminjaman kata-kata Arab oleh bahasa Indonesia. Peminjaman kata-kata Arab itu telah berlangsung sangat lama, yaitu sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Bukan hanya kata yang digunakan dalam bidang agama yang kita pungut dari bahasa Arab itu melainkan juga kata-kata lain.
Dari bidang agama terlihat contoh seperti di bawah ini:
Allah                    salat                 wudu               batal                haji
ayat                      malaikat          rasul                Quran              surat
sahabat                takbir               akhirat             lafal                 kubur
kafan                    khalifah           sedekah           kalimat                        rakaat
Kata-kata umum:
abad                     awal                badan              pikir                 insaf
adab                     akhir                jasad                umur                ikhtiar
adat                      akal                 jasmani            kabar               unsur
Senin                    Kamis              hewan              ikhlas               adil
Kalau diteliti dengan seksama, sebagian kata umum yang diberikan sebagai contoh di atas ini masih dapat dihubungkan dengan hal yang menyangkut agama.
Pengambilan unsur bahasa yang juga menyangkut struktur kata kita lihat pada pembentukan kata-kata dengan akhiran –i/-wi dan akhiran –iah.
Kata-kata seperti badaniyyun dan badaniyyah dalam bahasa Arab, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesisa menjadi badani dan badaniah. Demikian juga dengan kata-kata lain, seperti rohani-rohaniah, jasmani-jasmaniah, alami-alamiah. Imbuhan ini makin produktif dalam bahasa Indonesia dan tidak kecil kemungkinannya kelak kita akan menetapkannya sebagai akhiran bahasa Indonesia karena akhiran ini mulai dilekatkan pada kata asal yang bukan bahasa Arab, misalnya gerejawi, agamawi, surgawi, tatabahasawi, katawi. Kecuali kata gereja yang berasal dari bahasa Portugis, kata-kata asal yang lain itu berasal dari bahasa Sansekerta.
Akhiran –in dan –at masih terbatas pada kata pinjaman utuh dari bahasa Arab; itupun tidak banyak contohnya dalam bahasa Indonesia. Misalnya, muslimin-muslimat, mukminin-mukminat.
Pengaruh Bahasa Inggris
Tak bisa kita sangkal bahwa dewasa ini kita lebih banyak mengambil kata dari bahasa Inggris daripada bahasa yang lain. Tetapi sebagian besar kata yang bentuknya diIndonesiakan itu (ejaannya) juga bukan diambil dari bahasa Inggris, melainkan dari bahasa Belanda. Hanya kebetulan kata asalnya dalam bahasa Belanda mirip dengan bahasa Inggris sehingga disangka orang kata itu dipungut dari bahasa Inggris. Contohnya:
Belanda               Inggris                        Indonesia
structuur              structure                      struktur
coordinatie           coordination                koordinasi
standardisatie      standardization            standardisasi
experiment           experiment                   eksperimen
Harus diperhatikan bahwa kata Indonesia pinjaman dari bahasa Belanda atau Inggris yang berakhiran –er, -or, -ur, -if, -si, -asi, -sasi, -ik, -is, -ein, -al, -isme, -il, -log, -oid, -oar, -tas, tidak dapat kita anggap sebagai kata bentukan bahasa Indonesia. Akhiran yang bermacam-macam itu bukan merupakan akhiran dari bahasa Indonesia karena kata-kata asing itu kita pungut secara utuh (kata asal dan imbuhannya), lalu ejaannya kita sesuaikan dengan ejaan kita.
Pengaruh struktur kalimat bahsa Inggris tidak banyak, tetapi bentuk kalimat yang dipengaruhi kekerapan pemakaiannya tinggi. Pengaruh kata kerja gabung adalah sebagai pengaruh to be dalam kalimat nominal bahasa Inggris. Namun bentuk kalimat seperti ini juga sejalan dengan struktur kalimat bahasa Belanda. Contohnya, she is my wife (dia adalah istri saya). Penggunaan kata adalah seperti kalimat contoh tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris tidak ada satupun kalimat tanpa kata kerja. Itu sebabnya kalimat nominal (kalimat isim) pun haruslah diberi kata kerja. Dalam bahasa Indonesia kita dapat membuat kalimat dengan predikat kata benda, kata sifat, kata ganti, kata bilangan, atau kata keterangan (frasa berkata depan). Misalnya:
Rumahku di Jakarta. (P kata keterangan)
Wanita itu cantik. (P kata sifat)\
Rumahku ini. (P kata ganti)
Rumahku dua buah. (P kata bilangan)
Selain itu penggunaan kata ganti penghubung di mana, dengan siapa, kepada siapa, yang mana, dan lain-lain sebagai penghubung antara induk dan anak kalimat muncul dalam bahasa Indonesia karena pengaruh Bahasa Inggris. Contohnya:
Somebody to whom the civil law is applicable . . . .
’Seorang kepada siapa undang-undang sipil berlaku . . . .’
(struktur yang dipengaruhi)
‘Seorang yang atasnya berlaku undang-undang sipil . . . .’
(struktur asli bahasa Indonesia)
Pengaruh Bahasa Sansekerta
Pengaruh bahasa Sansekerta hanya kita lihat dari segi peminjaman kata, beberapa unsur bahasa pembentuk kata, dan frasa yang susunannya bersifat MD (Menerangkan-Diterangkan). Kata-kata pinjaman dari bahasa Sansekerta, misalnya:
agama                  neraka             dewa                budaya                        budi
puasa                   pahala             putra                bahasa             darma
Dari segi bentukan kita lihat pengambilan akhir kata pembeda pria dan wanita yaitu –a dan –i seperti pada kata dewa-dewi, putra-putri. Analogi dari bentukan ini ialah  muda-mudi, saudara-saudari, siswa-siswi, dan lain sebagainya. Demikian pula akhiran –wan,--man, dan –wati yang sudah bisa dianggap sebagai akhiran bahasa Indonesia karena luasnya pemakaian akhiran ini. Kata-kata seperti usahawan, negarawan, sejarawan, dan lain sebagainya semuanya kata bentukan yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia dahulu.
Frasa seperti perdana menteri, purbakala, adikuasa bersusunan MD. Bahasa Sansekerta tergolong pada kelompok bahasa Indonesia-German yang sifat susunan frasanya Menerangkan-Diterangkan. Kalau frasa di atas dibentuk sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, maka susunannya harus dibalik, seperti menteri perdanakala purba, kuasaadi.
  
E.   Sikap Kita terhadap Bahasa Indonesia
Di era globalisasi saat ini, sebagai bangsa Indonesia kita harus mencintai bahasa Indonesia karena ia milik nasional kita. Adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa bangsa Indonesia membuat kita merasa sebangsa dan setanah air. Bahasa Indonesia adalah identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Dengan bahasa Indonesia kita menyatakan kepada dunia: ”Ini kami, bangsa Indonesia”.
Karena bahasa Indonesia milik nasional kita, janganlah kita bersikap negatif terhadapnya. Janganlah meremehkannya dan menganggapnya tidak penting sehingga tidak ada usaha kita untuk meningkatkan kemampuan serta keterampilan dalam menggunakannya. Sikap negatif inilah yang kebanyakan terdapat pada bagsa Indonesia di era globalisasi saat ini. Bila kita membuat banyak kesalahan dalam bertutur atau dalam menulis bahasa Indonesia, kita menganggapnya sebagai hal yang lumrah saja. Tetapi sebaliknya, tidak begitu sikap kita terhadap bahasa asing. Membuat kesalahan bila berbahasa asing adalah sesuatu yang memalukan.
Kesadaran nasional, termasuk kesadaran bahasa-dalam hal ini bahasa nasional-perlulah kita tingkatkan. Cintailah bahasa Indonesia bukan hanya dengan ucapan, melainkan dengan prbuatan yang nyata, yaitu selalu ingin menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Secara garis besar, sikap yang dapat ditunjukkan oleh bangsa Indonesia guna melestarikan dan mengembangkan bahasa Indonesia ialah sebagai berikut:
Disiplin Berbahasa Indonesia
Dalam berbahasa ada dua sikap yang harus diperhatikan oleh pemakai bahasa, sikap positif dan sikap negatif. Dalam konteks bahasa Indonesia, pemakai sadar akan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia. Sikap positif itu terwujud dalam penggunaan bahasa secara disiplin. Kedisiplinan itu dapat dikenali melalui bahasa yang digunakan yang memperlihatkan keteraturan berbahasa. Dengan kata lain, pengguanaan bahasa berlangsung secara tertib, santun, baik, dan benar. Sebaliknya sikap negatif tercermin dari kurangnya kesadaran pemakai dalam menggunakan bahasa secara tertib, santun, baik, dan benar. Biasanya, dalam berbahasa, pemakai cenderung menggunakan bahasa yang bercampur dengan bahasa lain. Salah satunya sikap negatif terlihat dalam bahasa Indonesia adalah pengguanaan istilah asing dalam konteks berbahasa Indonesia. Hal itu dilakukan antara lain karena sikap yang menganggap bahwa pengguanaan bahasa Indonesia yang diselingi bahasa asing menambah rasa bangga pemakainya. Dengan kata lain, gengsi pemakai akan bertambah. Padahal, di dalam bahasa Indonesia sudah ada padanan kata atau istilah asing itu.
Untuk jelasnya, ada beberapa kutipan contoh pengguanaan istilah asing itu. Misalnya, (1) Kita perlu memeriahkan orang yang ber-scientific based dan professional based untuk duduk di dalam komisi itu; (2) Hal itu bergantung pada bargainning position kita; (3) Jadi, improvement dan development sangat penting di sini.
Ketiga kalimat yang diambil secara acak itu menggambarkan kepada kita betapa jelas sikap negatif penggunaannya dalam berbahasa Indonesia. Ada bebrapa alasan menggunakan istilah asing dalam mengungkapkan gagasan dan pendapatnya. Ada kemungkinan padanan istilah asing yang digunakan itu belum ditemukannya dalam bahasa Indonesia. Mungkin juga pembicara belum mampu mencariakn padanannya dalam bahasa Indonesia. Dapat juga terjadi, anggapan bahwa bahasa Indonesia itu miskin untuk emngungkapkan konsep istilah seperti itu.
Sikap bahasa berkaitan dengan kesadaran berbahasa seseorang. Seseorang akan memiliki sikap positif manakala ia sadar akan kedudukannya dan fungsi bahasa Indonesia. Dalam hal ini, bahasa Indonesia menyandang dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional.
Jika dikaitkan dengan fungsi kebanggaan, hal ini berarti bahwa seseorang harus bangga berbahasa Indonesia. Kebanggan itu harus dipahami bahwa bahasa Indonesia menempati posisi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan bahasa lain, termasuk bahasa Inggris. Apalagi, bahasa Indonesia juga merupakan identitas nasional.
Ada anggapan bukankah bahasa Inggris itu merupakan bahasa yang mempunyai kedudukan strategis di Indonesia, bahkan di dunia internasional. Memang betul anggapan demikian. Namun, kedudukannya tetap sebagai bahasa asing, yang tntu menduduki posisi yang paling utama dan urgen di antara bahasa asing lain. Walaupun begitu, kedudukannya tidak dapat disejajarkan dengan kedudukan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kedudukan yang strategis itu bukanlah diungkapkan dalam berbahasa dengan membumbui sebagian istilah asing dalam berbahasa Indonesia.
Anggapan yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu miskin tidak beralasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga memuat sekita 80.000-an kata. Di samping itu, terdapat pula sekitar 340.000-an istilah berbagai bidang ilmu.
Pengindonesiaan itu sampai saat ini masih berlangsung. Kegiatan itu dilakukan oleh Pusat Bahasa untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap pentingnya padanan istilah dalam berbagai aspek kehidupan dan keilmuan. Hasilnya dapat dilihat dalam buku Pengindonesiaan Kata dan Istilah Asing.
Apabila kita kembali pada contoh di atas, istilah asing itu dapat diungkapkan dalam bahasa Indonesia. Istilah scientific based, professional based, dan bargaining position dapat dipadankan dengan berbasis keilmuan, berbasis profesi, dan posisi tawar. Istilah pertama diIndonesiakan melalui penerjemahan, sementara yang kedua dan ketiga melalui gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demikian pula istilah improvement dan development. Kedua istilah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi perbaikan dan pengembangan. Jadi, bukan karena gengsi dengan pengguanaan istilah asing dalam konteks bahasa Indonesia, sikap bahasa cenderung ke sikap negatif.
Semangat Menggunakan Bahasa Sendiri
Dalam salah satu seminar Forum Bahasa Media Massa di sebuah televisi swasta, timbul kerisauan pemakalah tentang penggunaaan bahasa asing di tempat umum. Menurut pembicara, nilai-nilai Sumpah Pemuda sudah tidak lagi meresap dari jiwa bangsa. Di Perancis, menurutnya, yang Sumpah Pemuda tidak pernah dicetuskan di sana, justru kebanggaan bahasanya begitu tinggi. Penggunaan bahasa asing tidak akan kita jumpai di sana. Bahkan, menurut Remy Silado (salah satu pembicara), jangan Anda ’coba-coba’ berbahasa Inggris di Perancis. Anda tidak akan dilayani. Bahasa Perancis di sana menjadi tuan di negaranya.
Dalam risalah seminar ada imbauan dari Forum Media Massa agar penggunaan bahasa asing di tempat umum ditertibkan. Di samping itu, pihak pemerintah daerah di semua daerah prlu melihat kembali upaya penertiban papan nama dengan bekerja sama dengan Pusat Bahasa. Papan nama yang berbahasa asing perlu diganti dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta struktur bahasa yang benar pula. Dengan demikian semangat kita dalam mengguanakan bahasa sendiri harus dilestarikan dan ditingkatkan, agar dalam era globalisasi ssat ini, kita tidak kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan tertatur tidaknya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus bersama-sama berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia itu ke arah yang positif. Usaha-usaha ini, antara lain dengan meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era globalisasi ini, yang sangat ketat dengan persaingan di segala sektor kehidupan. Maju bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan bertambah besar dan bertambah mendalam. Sudah barang tentu, ini semuanya merupakan harapan bersama, harapan setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pikiran yang lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus terus dibina dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dalam pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Apabila kebanggaan berbahasa Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di sanubari setiap bangsa Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan pemakainya karena adanya kekacauan dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau sudah demikian, bangsa Indonesia "akan ditelan" oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi. Sudah barang tentu, hal seperti ini harus dapat dihindarkan pada era globalisasi. Apalagi, keadaan seperti ini bukan merupakan keinginan bangsa Indonesia.

B.   Saran
        Sebagai bangsa Indonesia kita seharusnya memiliki semangat nasionalisme dalam menggunakan bahasa Indonesia dan janganlah kita bersikap negatif terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Janganlah meremehkan dan menganggapnya tidak penting sehingga tidak ada usaha kita untuk meningkatkan kemampuan serta keterampilan dalam menggunakan bahasa Indonesia..
        Untuk itu, seharusnya kita menanamkan sifat disiplin dalam berbahasa Indonesia. Sehingga dengan sifat disiplin itulah akan menjadikan bahasa Indonesia tetap lestari sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, jika ada pengaruh bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia hendaknya disesuaikan dengan kaidah berbahasa Indonesia, yang pada hakikatnya merupakan identitas bangsa Indonesia.
















DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J.S. 1992. Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta: PT Gramedia
      Pustaka Utama.
Muslich, Masnur. 2010. Bahasa dan Era globalisasi. http://dendy22.student. 
      umm.ac.id/2010/07/28/bahasa-dan-era-globalisasi/. (7 November 2011).
Ruskhan, Abdul Gaffar. 2007. Kompas Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar