BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa
Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia.
Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia
tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang tidak sesuai dengan
bahasa dan budaya bangsa Indonesia.
Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemungkinannya terjadi
pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak
ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi
dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia. Sudah barang tentu, hal
ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan
aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan situasi
dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang
berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah
atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan
kondisinya.
Seiap warga negara Indonesia sebagai warga masyarakat pada dasarnya
adalah pembina bahasa Indonesia.
Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah
menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap
positif ini dapat dilakukan dengan (1) sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap kebanggaan berbahasa Indonesia.
Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia
terungkap jika bangsa Indonesia
lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga
agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.
Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia terungkap melalui
kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit
secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang
perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti
sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut
kemurnian bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup diri dari
pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia
harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang negatif
terhadap perkembangan bahasa Indonesia.
Sikap positif seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia
bahwa bahasa Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa asing.
Masing-masing bahasa mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan sumbangan
yang signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa Indonesia. Selanjutnya, disiplin
berbahasa Indonesia akan
membantu bangsa Indonesia
untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas kepribadiannya
sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan antarbangsa dan
era globalisasi ini. Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga
menunjukkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setiap warga negara Indonesia
harus bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya dengan baik dan
benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan
rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara yang baik pasti malu
apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sikap
pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan sikap yang positif, baik, dan
terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik,
dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang kurang
terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia "asal orang
mengerti". Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem,
bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan
bahasa Indonesia.
Padalah, pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan, "Bahasa menunjukkan
bangsa", yang membawa pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan
menunjukkan jalan pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang
berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin
dalam berpikir. Akibat lebih lanjut bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu
dalam kehidupan sehari-hari pun akan kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan
itu sangat diperlukan pada era globalisasi ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak berdisiplin dalam segala segi
kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara berpikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia.
Apabila
hal ini terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti terhambat dan akan kalah
bersaing dengan bangsa lain.
Era globalisasi
merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di
tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia
harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang
perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui
jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa
Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tatabahasanya mempunyai sistem
sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan
inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa
Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa Indonesia dapat
menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhanaan dan
ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan
antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan
pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas,
teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang
dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi
ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di
negara-negara asing seperti Australia, Belanda, Jepang, Amerika Serikat,
Inggris, Cina, dan Korea Selatan.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana sejarah lahirnya bahasa Indonesia ?
- Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia di era globalisasi saat ini?
- Bagaimana perubahan bahasa Indonesia di era globalisasi ?
- Bagaimana pengaruh bahasa asing terhadap perubahan bahasa Indonesia ?
- Bagaimana sikap kita terhadap bahasa Indonesia di era globalisasi saat ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Lahirnya Bahasa Indonesia
Sejarah telah memberikan kepada kita, bangsa Indonesia,
satu bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, karena terpilihnya bahasa Melayu
menjadi bahsa persatuan kita dengan nama baru Bahasa Indonesia. Peristiwa itu
terjadi menurut perputaran roda sejarah. Sampai pada hari Sumpah Pemuda tanggal
28 Oktober 1928, saat diikrarkannya satu tanah air, satu bangsa, dan satu
bahasa yang semuanya dengan nama Indonesia, sejarah perkembangan bahasa Melayu
berjalan dengan mulus.
Sesudah pertengahan abad ke-19, Gubernur Jenderal Rochussen
melihat bahwa bahasa Melayu digunakan orang di mana-mana sebagai bahasa
penghubung. Oleh karena itu, kemudian pemerintah Belanda menetapkan bahwa
bahasa Melayu hendaklah dijadikan bahasa pengantar di sekolah-sekolah Melayu
untuk memperoleh tenaga-tenaga administrasi yang murah dalam pemerintah.
Tindakan yang diambil oleh pemerintah Belanda itu tanpa mereka sadari telah
menguntungkan bagi perkembangan bahasa Melayu kelak, cikal-bakal bahasa Indonesia,
yang akan menjadi bahasa nasional dan bahasa pemersatu bagi seluruh penduduk
yang mendiami wilayah Hindia-Belanda, wilayah yang kemudian dituntut oleh
bangsa Indonesia menjadi wilayah Republik Indonesia.
Pada tahun 1908, pemerintah Belanda mendirikan suatu
badan penerbit dengan nama Volkslectuur
(Taman Bacaan Rakyat) yang kemudian pada tahun 1917 diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Walaupun pendirian
lembaga penerbitan itu tidak luput dari latar belakang politik, adanya Balai
Pustaka ini dengan cepat telah memperluas daerah penyebaran bahasa Melayu ke
seluruh pelosok tanah air melalui tulisan-tulisan yang diterbitkannya.
Saat yang paling penting dalam kehidupan bangsa Indonesia
ialah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. peristiwa itu kemudian
merupakan tonggak sejarah bagi terwujudnya sebuah bangsa yang kemudian
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. ikrar pertama
satu tanah air dan ikrar kedua satu bangsa, dikuatkan oleh ikrar ketiga
“menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia” yang sungguh-sungguh
berperanan secara riel sebagai alat pemersatu, karena bahasa itu digunakan
dalam kehidupan sehari-hari oleh bangsa baru yang terdiri atas beratus-ratus
suku bangsa.
Peranan politik dalam mengukuhkan kedudukan bahasa Indonesia
sangatlah besar. Dalam berbagai pertemuan gerakan politik, bahasa Indonesialah
yang mereka gunakan. Demikian juga bantuan surat-surat kabar bahasa Indonesia
yang terbit di mana-mana, yang menggunakan bahasa Indonesia, tidaklah kecil artinya.
Langkah berikut yang dilakukan secara sadar oleh
sekelompok pujangga muda dengan mendirikan suatu perkumpulan dengan nama
Pujangga Baru tambah mengangkat kedudukan bahasa Indonesia. Perkumpulan ini diwakili
oleh majalah mereka yang juga bernama Pujangga
Baru, sebagai terompet bagi pernyataan ide, pikiran, dan perasaaan mereka.
Pelopornya adalah Sutan Takdir Alisjahbana. Bukan hanya tulisan dalam bahasa Indonesia
yang semakin tersebar, melainkan corak bahasa iru sendiri mulai berubah. Pujangga-pujangga
muda yang tidak hanya terdiri atas orang-orang yang berasal dari Belanda tak
pernah mau menggunakan kata Indonesia, tetapi menggunakan kata Nederlandsch Indie atau Hindia-Belanda,
atau kata Insulinde, dan menggunakan
kata Inlander yang berarti “pribumi”
atau “penduduk asli”.
Roda sejarah berputar terus dan apa yang akan terjadi
sering di luar dugaan orang. Tahun 1941 Perang Dunia ke-2 meluas ke kawasan Asia. Jepang menyerang Pearl Harbour
(Hawai) dan pada awal tahun 1942 balatentara Jepang mendarat di wilayah
Hindia-Belanda dan langsung mendudukinya. Masa pendudukan Jepang ini mempunyai
arti besar bagi perkembangan dan kedudukan bahasa Indonesia. Belanda, Inggris, dan
Amerika adalah musuh Jepang, karena itu, bahasa mereka adalah bahasa musuh yang
tidak boleh digunakan lagi. Bahasa Jepang belum dikuasai dan oleh karenanya,
tentulah bahasa Indonesia yang harus digunakan dalam semua kegiatan kehidupan
sehari-hari. Kedudukan bahasa Indonesia makin kokoh, daerah penyebarannya makin
luas karena sekarang ini seluruh wilayah yang dahulu bernama Hindia-Belanda
harus menggunakan bahasa Indonesia. Rakyat Indonesia
menjadi lebih dekat dengan bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia
adalah alat komunikasi utama dan terpenting.
Walaupun dalam masa perang, pujangga-pujangga muda
muncul juga dengan karya-karya sastra mereka. Muncul karangan-karangan, baik
puisi maupun prosa, yang dihasilkan oleh pujangga muda seperti Chairil Anwar
dan Idrus yang kemudian disebut sebagai pelopor angkatan ’45. Bahasa yang mereka gunakan bergaya lain dari bahasa
Pujangga Baru. Pada masa pergolakan itu mereka masih juga sempat mengeluarkan manifest
yang menyatakan jatidiri mereka.
Perang dunia kedua berakhir dengan kekalahan Jepang. bangsa
Indonesia, diwakili Bung
Karno dan Bung Hatta, memproklamasikan Negara Republik Indonesia merdeka. Proklamasi
kemerdekaan Indonesia itu dituliskan dan diumumkan dalam bahasa Indonesia dan
kemudian dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 dalam Bab XV, Pasal 36, dinyatakan
bahwa ‘Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia’. Lengkaplah sudah sejarah
perkembangan bahasa Indonesia dalam menentukan kedudukannya di tengah-tengah
bangsa baru yang menamakan dirinya Bangsa Indonesia.
Dalam Negara RI yang merdeka itulah bahasa Indonesia
akan terus dikembangkan karena bahasa Indonesia adalah bahasa kebudayaan bagi
bangsa Indonesia
dalam arti yang luas. Bahasa Indonesia tidak lagi hanya menjadi bahasa
penghubung dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi bahasa perdagangan,
bahasa administrasi negara, bahasa pengantar di semua sekolah, menjadi bahasa
politik, serta bahasa ilmu dan teknologi. Itulah fungsi yang nanti akan diemban
oleh bahasa Indonesia,
bahasa yang diangkat dari bahasa Melayu, yang akan diperkaya sehingga kelak
menjadi bahasa baru, bahasa nasional bagi bangsa Indonesia.
B.
Perkembangan Bahasa Indonesia
Banyak dipertanyakan apakah bahasa Indonesia kelak dapat
menjadi bahasa dunia seperti bahasa Inggris atau bahasa asing lain yang dapat
menembus gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa?
Jawaban pertanyaan ini sebenarnya terpulang kepada kita sendiri. Bahasa
itu sendiri tidak dapat menentukan apakah ia akan menjadi bahasa dunia atau
tidak. Yang menentukannya adalah kita sendiri, bangsa Indonesia, sebagai pemilik dan
pemakai bahasa itu. Ada
tiga faktor penting yang mendasari kemungkinan itu.
Pertama, adalah
kewibawaan politik Republik Indonesia sebagai negara. Sampai
sejauh mana Republik Indonesia
memainkan peranan dalam percaturan politik dunia? Kalau peranan kita dalam
politik percaturan dunia terus-menerus menonjol dan menentukan, pastilah Republik
Indonesia
akan mempunyai kewibawaan politik yang menimbulkan perhatian dunia. Kedua,
adalah kehidupan ilmiah dan daya cipta bangsa Indonesia dalam menghadapi
kebudayaan baru yaitu kebudayaan modern, kebudayaan dunia. Ketiga, adalah
segi-segi keuntungan yang dapat diperoleh bangsa-bangsa lain karena
perkenalannya dengan bahasa Indonesia.
Jelas, jika penguasaan atas bahasa Indonesia dianggap oleh mereka dapat
memberikan keuntungan baik material maupun spiritual, pastilah mereka, bangsa
asing, akan berlomba-lomba mempelajari bahasa Indonesia. Dewasa ini, memang
banyak universitas di luar negeri mengajarkan bahasa Indonesia kepada
mahasiswanya, bahkan ada yang memiliki jurusan bahasa Indonesia, tetapi jumlah
dan perhatian itu belumlah berarti benar.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang lentur, yang terbuka
untuk penyempurnaan dan pengayaan. Normanya tidak tertutup sehingga
pengembangannya melalui penumbuhan swadayanya selalu terbuka. Penyerapan dari
bahasa-bahasa daerah dan asing masih saja mungkin. Jika kita melihat banyak
perubahan yang sering menimbulkan keriasauan bagi orang yang terlalu ingin
berpegang pada aturan-aturan bahasa yang kaku. Sikap yang terlalu ketat
berpegang pada aturan lama (bersifat puris), akan menghambat pertumbuhan bahasa
Indonesia.
Kita harus mengikuti perkembangan bahasa dengan
kesadaran. Kita harus dapat mengarahkannya kea rah pertumbuhan yang tepat.
Bahasa yang hidup akan terus berkembang dan berubah sampai pada suatu ketika ia
tiba pada suatu titik puncak perkembangannya, lalu seakan-akan berhenti, tetapi
tidak dalam arti yang nyata dan mutlak.
C.
Perubahan Bahasa Indonesia
Perubahan bahasa terjadi karena “persentuhan” bahasa
yang satu dengan bahasa yang lain. Terjadi kontak antara dua bahasa dan kontak
ini berpengaruh secara timbal balik. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Di mana-mana bahasa Indonesia mendapat
pengaruh dari bahasa-bahasa daerah dan asing.
Pengaruh itu ada yang positif
namun ada juga yang negatif. Positif, kalau tidak “mengganggu” bahasa yang
dipengaruhinya, dan dalam bahasa, yang seperti itu terutama penyerapan kata
dengan makna tertentu yang memperkaya bahasa penyerap. Contohnya ahíla
kata-kata seperti lumayan, lestari,
mantap, mumpung, melena, tabrak (dari dialek Jawa), berfoya-foya, baku hantam, baku tembak (dari dialek Manado), heboh
(dari Sumatra Utara), dan masih banyak lagi contoh yang lain. Pengaruh disebut
negatif kalau tidak sesuai dengan jalan bahasa Indonesia sebagai bahasa
penyerap. Contohnya, unsur morfem ke-
dari bahasa Jawa seperti pada kata ketangkap,
kepukul, kebawa, tidak dibutuhkan dalam bahasa Indonesia karena dalam
bahasa Indonesia ada morfem ke-
dengan fungsi yang lain dan morfem ke-
yang dimasukkan ini ada padanannya dalam bahasa Indonesia, yaitu ter-, seperti pada kata tertangkap, terbawa, terpukul.
Karena bahasa Indonesia masih
terus tumbuh, kita masih akan melihat banyak bentuk kembar yang bersaing dan
mana yang “menang” dalam pemakaiannya akan ditentukan oleh waktu. Dahulu kata mendapatkan berarti ‘menemui’,
‘menjumpai’; sekarang dipakai sama dengan mendapat,
memperoleh. Kata berada dahulu berarti ‘mampu, kaya,
berharta’; sekarang disamakan dengan kata ada.
Melihat contoh-contoh di atas,
orang mungkin akan berpikir, bagaimana jadinya bahasa Indonesia kita ini nanti,
yang tampaknya seperti kacau saja. Memang tampaknya begitu, namun sebenarnya
tidak. Bahasa Indonesia sedang mencari bentuknya dan bentuk itu ditentukan oleh
pemakai bahasa.
Kita menyadari bahwa bahasa Indonesia
itu tumbuh dan berubah, namun itu tidak berarti bahwa kita dapat memperlakukannya
sekehendak hati kita tanpa dasar pengetahuan kebahasaan. Kita harus melengkapi
diri dengan pengetahuan dasar bahasa Indonesia, baik penguasaan kata maupun
pengetahuan mengenai strukturnya. Dengan demikian, apa yang kita buat sebagai
sumbangsih bagi perkembangan bahasa Indonesia di era globalisasi ini,
benar-benar menjadi sesuatu yang sangat berharga karena diletakkan di atas
dasar kerja yang benar.
D. Pengaruh Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia
Yang disebut pengaruh adalah
segala sesuatu yang menjadi penyebab sehingga sesuatu yang lain (benda, orang,
dan sebagainya) berubah dari yang aslinya. Jadi, bahasa Indonesia berubah,
tidak lagi seperti bentuk asalnya, karena pengaruh yang datang dari luar.
Pengaruh dalam bahasa dapat kita perinci antara lain sebagai berikut:
1. pengambilan/pemungutan/peminjaman kata
(kosa kata); kata yang diambil dari bahasa lain itu biasa disebut kata pungut
atau kata pinjaman (dalam istilah Inggrisnya dinamakan loand word);
2. pengambilan unsur bahasa seperti afiks
(imbuhan: awalan, akhiran, sisipan);
3. peniruan bentuk bahasa berupa struktur
kata dan kalimat;
4. penerjemahan, pemadanan, atau pengindonesiaan
istilah.
Pembicaraan mengenai pengaruh
bahasa asing penulis membatasi pada pengaruh bahasa Arab, Inggris, dan
Sansekerta. Sebenarnya ada empat bahasa asing yang besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia, yaitu tiga bahasa yang sudah
disebutkan di atas dan bahasa Belanda, bahasa bekas penjajah kita. Tiga
setengah abad bangsa itu menempati wilayah jajahannya yang dulu dinamai
Hindia-Belanda, memerintah dan menjajah kita, karena itu pengaruh bahasanya pun
tidaklah kecil. Tidak sedikit kaum intelektual kita yang mengecap pendidikan
Belanda dan menguasai bahasa Belanda terhadap bahasa Indonesia yang digunakan
oleh mereka tidaklah kecil. Mereka berpikir dengan bahasa Belanda dan
melahirkan pikirannya dalam bahasa Indonesia dengan struktur bahasa Belanda.
Pengaruh Bahasa Arab
Kita dapat berbicara mengenai
peminjaman kata-kata Arab oleh bahasa Indonesia. Peminjaman kata-kata Arab itu
telah berlangsung sangat lama, yaitu sejak agama Islam masuk ke Indonesia.
Bukan hanya kata yang digunakan dalam bidang agama yang kita pungut dari bahasa
Arab itu melainkan juga kata-kata lain.
Dari bidang agama terlihat contoh
seperti di bawah ini:
Allah salat wudu batal haji
ayat malaikat rasul Quran surat
sahabat takbir akhirat lafal kubur
kafan khalifah sedekah kalimat rakaat
Kata-kata umum:
abad awal badan pikir insaf
adab akhir jasad umur ikhtiar
adat akal jasmani kabar unsur
Senin Kamis hewan ikhlas adil
Kalau diteliti dengan seksama,
sebagian kata umum yang diberikan sebagai contoh di atas ini masih dapat
dihubungkan dengan hal yang menyangkut agama.
Pengambilan unsur bahasa yang
juga menyangkut struktur kata kita lihat pada pembentukan kata-kata dengan
akhiran –i/-wi dan akhiran –iah.
Kata-kata seperti badaniyyun dan badaniyyah dalam bahasa Arab, jika diterjemahkan dalam bahasa
Indonesisa menjadi badani dan badaniah. Demikian juga dengan kata-kata
lain, seperti rohani-rohaniah,
jasmani-jasmaniah, alami-alamiah. Imbuhan ini makin produktif dalam bahasa Indonesia
dan tidak kecil kemungkinannya kelak kita akan menetapkannya sebagai akhiran
bahasa Indonesia karena akhiran ini mulai dilekatkan pada kata asal yang bukan
bahasa Arab, misalnya gerejawi, agamawi,
surgawi, tatabahasawi, katawi. Kecuali kata gereja yang berasal dari bahasa Portugis, kata-kata asal yang lain
itu berasal dari bahasa Sansekerta.
Akhiran –in dan –at masih
terbatas pada kata pinjaman utuh dari bahasa Arab; itupun tidak banyak
contohnya dalam bahasa Indonesia. Misalnya, muslimin-muslimat,
mukminin-mukminat.
Pengaruh Bahasa Inggris
Tak bisa kita sangkal bahwa
dewasa ini kita lebih banyak mengambil kata dari bahasa Inggris daripada bahasa
yang lain. Tetapi sebagian besar kata yang bentuknya diIndonesiakan itu
(ejaannya) juga bukan diambil dari bahasa Inggris, melainkan dari bahasa
Belanda. Hanya kebetulan kata asalnya dalam bahasa Belanda mirip dengan bahasa
Inggris sehingga disangka orang kata itu dipungut dari bahasa Inggris.
Contohnya:
Belanda Inggris Indonesia
structuur structure struktur
coordinatie coordination koordinasi
standardisatie standardization standardisasi
experiment experiment eksperimen
Harus diperhatikan bahwa kata Indonesia
pinjaman dari bahasa Belanda atau Inggris yang berakhiran –er, -or, -ur, -if, -si, -asi, -sasi, -ik, -is, -ein, -al, -isme, -il,
-log, -oid, -oar, -tas, tidak dapat kita anggap sebagai kata bentukan
bahasa Indonesia. Akhiran yang bermacam-macam itu bukan merupakan akhiran dari
bahasa Indonesia karena kata-kata asing itu kita pungut secara utuh (kata asal
dan imbuhannya), lalu ejaannya kita sesuaikan dengan ejaan kita.
Pengaruh struktur kalimat
bahsa Inggris tidak banyak, tetapi bentuk kalimat yang dipengaruhi kekerapan
pemakaiannya tinggi. Pengaruh kata kerja gabung adalah sebagai pengaruh to be
dalam kalimat nominal bahasa Inggris. Namun bentuk kalimat seperti ini juga sejalan dengan struktur kalimat
bahasa Belanda. Contohnya, she is my wife
(dia adalah istri saya). Penggunaan kata adalah
seperti kalimat contoh tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Inggris tidak ada satupun kalimat tanpa kata kerja. Itu sebabnya
kalimat nominal (kalimat isim) pun haruslah diberi kata kerja. Dalam bahasa Indonesia
kita dapat membuat kalimat dengan predikat kata benda, kata sifat, kata ganti,
kata bilangan, atau kata keterangan (frasa berkata depan). Misalnya:
Rumahku di Jakarta. (P kata
keterangan)
Wanita itu cantik. (P kata sifat)\
Rumahku ini. (P kata ganti)
Rumahku dua buah. (P kata
bilangan)
Selain itu penggunaan kata
ganti penghubung di mana, dengan siapa,
kepada siapa, yang mana, dan lain-lain sebagai penghubung antara induk dan
anak kalimat muncul dalam bahasa Indonesia karena pengaruh Bahasa Inggris. Contohnya:
Somebody to whom
the civil law is applicable . . . .
’Seorang kepada siapa
undang-undang sipil berlaku . . . .’
(struktur yang dipengaruhi)
‘Seorang yang atasnya berlaku
undang-undang sipil . . . .’
(struktur asli bahasa Indonesia)
Pengaruh Bahasa Sansekerta
Pengaruh bahasa Sansekerta
hanya kita lihat dari segi peminjaman kata, beberapa unsur bahasa pembentuk
kata, dan frasa yang susunannya bersifat MD (Menerangkan-Diterangkan).
Kata-kata pinjaman dari bahasa Sansekerta, misalnya:
agama neraka dewa budaya budi
puasa pahala putra bahasa darma
Dari segi bentukan kita lihat
pengambilan akhir kata pembeda pria dan wanita yaitu –a dan –i seperti pada
kata dewa-dewi, putra-putri. Analogi
dari bentukan ini ialah muda-mudi, saudara-saudari, siswa-siswi,
dan lain sebagainya. Demikian pula akhiran –wan,--man,
dan –wati yang sudah bisa dianggap
sebagai akhiran bahasa Indonesia karena luasnya pemakaian akhiran ini.
Kata-kata seperti usahawan, negarawan,
sejarawan, dan lain sebagainya semuanya kata bentukan yang tidak terdapat
dalam bahasa Indonesia dahulu.
Frasa seperti perdana menteri, purbakala, adikuasa
bersusunan MD. Bahasa Sansekerta tergolong pada kelompok bahasa Indonesia-German
yang sifat susunan frasanya Menerangkan-Diterangkan. Kalau frasa di atas
dibentuk sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, maka susunannya harus dibalik,
seperti menteri perdanakala purba,
kuasaadi.
E. Sikap Kita terhadap Bahasa Indonesia
Di era globalisasi saat ini,
sebagai bangsa Indonesia kita harus mencintai bahasa Indonesia karena ia milik
nasional kita. Adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa bangsa Indonesia membuat
kita merasa sebangsa dan setanah air. Bahasa Indonesia adalah identitas kita
sebagai bangsa Indonesia. Dengan bahasa Indonesia kita menyatakan kepada dunia:
”Ini kami, bangsa Indonesia”.
Karena bahasa Indonesia milik
nasional kita, janganlah kita bersikap negatif terhadapnya. Janganlah
meremehkannya dan menganggapnya tidak penting sehingga tidak ada usaha kita
untuk meningkatkan kemampuan serta keterampilan dalam menggunakannya. Sikap
negatif inilah yang kebanyakan terdapat pada bagsa Indonesia di era globalisasi
saat ini. Bila kita membuat banyak kesalahan dalam bertutur atau dalam menulis
bahasa Indonesia, kita menganggapnya sebagai hal yang lumrah saja. Tetapi
sebaliknya, tidak begitu sikap kita terhadap bahasa asing. Membuat kesalahan
bila berbahasa asing adalah sesuatu yang memalukan.
Kesadaran nasional, termasuk
kesadaran bahasa-dalam hal ini bahasa nasional-perlulah kita tingkatkan.
Cintailah bahasa Indonesia bukan hanya dengan ucapan, melainkan dengan prbuatan
yang nyata, yaitu selalu ingin menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Secara garis besar, sikap yang
dapat ditunjukkan oleh bangsa Indonesia guna melestarikan dan mengembangkan
bahasa Indonesia ialah sebagai berikut:
Disiplin Berbahasa Indonesia
Dalam berbahasa ada dua sikap
yang harus diperhatikan oleh pemakai bahasa, sikap positif dan sikap negatif.
Dalam konteks bahasa Indonesia, pemakai sadar akan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.
Sikap positif itu terwujud dalam penggunaan bahasa secara disiplin.
Kedisiplinan itu dapat dikenali melalui bahasa yang digunakan yang
memperlihatkan keteraturan berbahasa. Dengan kata lain, pengguanaan bahasa
berlangsung secara tertib, santun, baik, dan benar. Sebaliknya sikap negatif
tercermin dari kurangnya kesadaran pemakai dalam menggunakan bahasa secara
tertib, santun, baik, dan benar. Biasanya, dalam berbahasa, pemakai cenderung
menggunakan bahasa yang bercampur dengan bahasa lain. Salah satunya sikap
negatif terlihat dalam bahasa Indonesia adalah pengguanaan istilah asing dalam
konteks berbahasa Indonesia. Hal itu dilakukan antara lain karena sikap yang
menganggap bahwa pengguanaan bahasa Indonesia yang diselingi bahasa asing
menambah rasa bangga pemakainya. Dengan kata lain, gengsi pemakai akan
bertambah. Padahal, di
dalam bahasa Indonesia sudah ada padanan kata atau istilah asing itu.
Untuk jelasnya, ada beberapa
kutipan contoh pengguanaan istilah asing itu. Misalnya, (1) Kita perlu
memeriahkan orang yang ber-scientific
based dan professional based untuk duduk di dalam komisi itu;
(2) Hal itu bergantung pada bargainning
position kita; (3) Jadi, improvement
dan development sangat penting di
sini.
Ketiga kalimat yang diambil
secara acak itu menggambarkan kepada kita betapa jelas sikap negatif
penggunaannya dalam berbahasa Indonesia. Ada bebrapa alasan menggunakan istilah
asing dalam mengungkapkan gagasan dan pendapatnya. Ada kemungkinan padanan
istilah asing yang digunakan itu belum ditemukannya dalam bahasa Indonesia. Mungkin juga pembicara belum mampu
mencariakn padanannya dalam bahasa Indonesia. Dapat juga terjadi, anggapan
bahwa bahasa Indonesia itu miskin untuk emngungkapkan konsep istilah seperti
itu.
Sikap bahasa berkaitan
dengan kesadaran berbahasa seseorang. Seseorang akan memiliki sikap positif manakala ia sadar akan kedudukannya dan
fungsi bahasa Indonesia. Dalam hal ini, bahasa Indonesia menyandang dua
kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan dan identitas
nasional.
Jika dikaitkan dengan fungsi
kebanggaan, hal ini berarti bahwa seseorang harus bangga berbahasa Indonesia.
Kebanggan itu harus dipahami bahwa bahasa Indonesia menempati posisi yang
paling tinggi jika dibandingkan dengan bahasa lain, termasuk bahasa Inggris.
Apalagi, bahasa Indonesia juga merupakan identitas nasional.
Ada anggapan bukankah bahasa
Inggris itu merupakan bahasa yang mempunyai kedudukan strategis di Indonesia,
bahkan di dunia internasional. Memang betul anggapan demikian. Namun,
kedudukannya tetap sebagai bahasa asing, yang tntu menduduki posisi yang paling
utama dan urgen di antara bahasa asing lain. Walaupun begitu, kedudukannya tidak
dapat disejajarkan dengan kedudukan bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
kedudukan yang strategis itu bukanlah diungkapkan dalam berbahasa dengan
membumbui sebagian istilah asing dalam berbahasa Indonesia.
Anggapan yang mengatakan bahwa
bahasa Indonesia itu miskin tidak beralasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga
memuat sekita 80.000-an kata. Di samping itu, terdapat pula sekitar 340.000-an istilah berbagai bidang
ilmu.
Pengindonesiaan itu sampai
saat ini masih berlangsung. Kegiatan itu dilakukan oleh Pusat Bahasa untuk
memenuhi tuntutan masyarakat terhadap pentingnya padanan istilah dalam berbagai
aspek kehidupan dan keilmuan. Hasilnya dapat dilihat dalam buku Pengindonesiaan
Kata dan Istilah Asing.
Apabila kita kembali pada
contoh di atas, istilah asing itu dapat diungkapkan dalam bahasa Indonesia.
Istilah scientific based, professional
based, dan bargaining position
dapat dipadankan dengan berbasis
keilmuan, berbasis profesi, dan posisi
tawar. Istilah pertama diIndonesiakan melalui penerjemahan, sementara yang
kedua dan ketiga melalui gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demikian pula
istilah improvement dan development. Kedua istilah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi perbaikan dan pengembangan. Jadi, bukan karena gengsi dengan
pengguanaan istilah asing dalam konteks bahasa Indonesia, sikap bahasa
cenderung ke sikap negatif.
Semangat Menggunakan Bahasa Sendiri
Dalam salah satu seminar Forum
Bahasa Media Massa di sebuah televisi swasta, timbul kerisauan pemakalah
tentang penggunaaan bahasa asing di tempat umum. Menurut pembicara, nilai-nilai
Sumpah Pemuda sudah tidak lagi meresap dari jiwa bangsa. Di Perancis,
menurutnya, yang Sumpah Pemuda tidak pernah dicetuskan di sana, justru
kebanggaan bahasanya begitu tinggi. Penggunaan bahasa asing tidak akan kita
jumpai di sana. Bahkan, menurut Remy Silado (salah satu pembicara), jangan Anda
’coba-coba’ berbahasa Inggris di Perancis. Anda tidak akan dilayani. Bahasa
Perancis di sana menjadi tuan di negaranya.
Dalam risalah seminar ada
imbauan dari Forum Media Massa agar penggunaan bahasa asing di tempat umum
ditertibkan. Di samping itu, pihak pemerintah daerah di semua daerah prlu
melihat kembali upaya penertiban papan nama dengan bekerja sama dengan Pusat
Bahasa. Papan nama yang berbahasa asing perlu diganti dengan bahasa Indonesia
yang baik dan benar serta struktur bahasa yang benar pula. Dengan demikian
semangat kita dalam mengguanakan bahasa sendiri harus dilestarikan dan
ditingkatkan, agar dalam era globalisasi ssat ini, kita tidak kehilangan
identitas sebagai bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa
Indonesia terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya,
maju mundurnya, dan tertatur tidaknya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab
setiap orang yang mengaku sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga
negara Indonesia
harus bersama-sama berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa
Indonesia itu ke arah yang positif. Usaha-usaha ini, antara lain dengan
meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era globalisasi ini,
yang sangat ketat dengan persaingan di segala sektor kehidupan. Maju bahasa,
majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar
oleh setiap warga negara Indonesia
sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia.
Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan bertambah besar dan bertambah
mendalam. Sudah barang tentu, ini semuanya merupakan harapan bersama, harapan
setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia.
Dalam era globalisasi
ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa Indonesia yang perlu
terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat komunikasi yang
sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pikiran yang lengkap. Oleh karena
itu, bahasa Indonesia harus terus dibina dan dikembangkan sedemikian rupa
sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dalam pergaulan antarbangsa
pada era globalisasi ini. Apabila kebanggaan berbahasa Indonesia dengan jati
diri yang ada tidak tertanam di sanubari setiap bangsa Indonesia, bahasa
Indonesia akan mati dan ditinggalkan pemakainya karena adanya kekacauan dalam
pengungkapan pikiran. Akibatnya bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu
jati dirinya. Kalau sudah demikian, bangsa Indonesia "akan ditelan"
oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan
menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi. Sudah barang tentu, hal
seperti ini harus dapat dihindarkan pada era globalisasi. Apalagi, keadaan
seperti ini bukan merupakan keinginan bangsa Indonesia.
B.
Saran
Sebagai bangsa Indonesia kita
seharusnya memiliki semangat nasionalisme dalam menggunakan bahasa Indonesia
dan janganlah kita bersikap negatif terhadap penggunaan bahasa Indonesia.
Janganlah meremehkan dan menganggapnya tidak penting sehingga tidak ada usaha
kita untuk meningkatkan kemampuan serta keterampilan dalam menggunakan bahasa
Indonesia..
Untuk itu, seharusnya kita menanamkan
sifat disiplin dalam berbahasa Indonesia. Sehingga dengan sifat disiplin itulah
akan menjadikan bahasa Indonesia tetap lestari sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, jika ada pengaruh bahasa asing yang
masuk ke dalam bahasa Indonesia hendaknya disesuaikan dengan kaidah berbahasa
Indonesia, yang pada hakikatnya merupakan identitas bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1992. Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Muslich, Masnur. 2010. Bahasa dan Era globalisasi. http://dendy22.student.
umm.ac.id/2010/07/28/bahasa-dan-era-globalisasi/.
(7 November 2011).
Ruskhan, Abdul Gaffar. 2007. Kompas Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar