BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Model
pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori
psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis
terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di
kelas. Berbagai model pembelajaran dapat digunakan untuk menyampaikan materi
Matematika. Namun dewasa ini banyak ditemukan pembelajaran yang masih
didominasi oleh guru. Guru hanya menjelaskan materi, memberikan contoh kemudian
memberikan soal-soal, sehingga siswa menjadi kurang aktif dan kreatif dalam memahami
makna pembelajaran tersebut. Suprijono (2009:121).
Dengan model
pembelajaran tersebut, maka seolah-olah Matematika adalah pelajaran yang hanya menerapkan
konsep-konsep pembelajaran saja. Karena sebagian pembelajarannya tidak
dihubungkan dengan situasi nyata siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang dapat mengatasi
masalah tersebut yakni model pembelajaran kontekstual.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya,
2008: 120). Karena dengan kita melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya
maka materi yang diberikan akan lebih tertanam dalam ingatan siswa.
Sehingga diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat
mengubah kebiasaan para guru dalam melakukan pembelajaran dan memotivasi siswa
agar lebih aktif serta mempermudah siswa dalam memahami materi yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan
menjelaskan secara menyeluruh mengenai model pembelajaran kontekstual.
1.2
Rumusan
Masalah
Dengan adanya hal yang melatarbelakangi
tentang model pembelajaran kontekstual tersebut maka penulis mempunyai beberapa
rumusan masalah, diantaranya yaitu :
1.2.1 Memahami hakekat pembelajaran kontekstual.
1.2.2 Mengetahui komponen-komponen model
pembelajaran kontekstual.
1.2.3 Mengetahui kelebihan dan kelemahan penerapan kontekstual.
1.2.4 Mengetahui langkah-langkah pembelajaran kontekstual.
1.2.5 Mengetahui penggunaan pembelajaran kontekstual.
1.3
Tujuan Permasalahan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut maka penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1.3.1
Untuk memahami hakekat pembelajaran
kontekstual.
1.3.2
Untuk mengetahui
komponen-komponen model pembelajaran kontekstual.
1.3.3
Untuk mengetahui kelebihan
dan kelemahan penerapan kontekstual.
1.3.4
Untuk mengetahui langkah-langkah
pembelajaran kontekstual.
1.3.5
Untuk mengetahui
penggunaan pembelajaran kontekstual.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching and Learning (CTL) dikembangkan oleh The Washington State Concortium for
Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20
sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika
Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada
guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual
di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas (Doantara yasa, 2008). Filosofi pembelajaran kontekstual berakar
dari paham progresivisme John Dewey. Intinya siswa akan belajar dengan
baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka ketahui,
serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses
belajar di sekolah. Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif
melatar belakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual.
Pada hakekatnya pembelajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam
aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan
konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Beberapa pendapat tentang
pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut :
- Nanang Hanafia (2009 : 67) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning yang umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
- Wina Sanjaya (2008: 120) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
- Syaiful Sagala (2005 : 88) menyatakan bahwa Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.
- Rusman (2009: 240) mengatakan pendekatan Kontekstual adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata.
Dengan demikian,
pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan
oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
- Elaine B. Johnson (2007: 65) memaparkan bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah
- Menurut Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.
- Menurut Akhmad Sudrajat Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Dari beberapa pendapat di atas, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya
:
1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan
siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima
pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakna secara
fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL
bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi segala bekal
mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
2.2 Komponen-komponen model pembelajaran kontekstual
Pembelajaran
kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif
yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang
sebenarnya (Authentic Assessment).
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan
landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas. Setiap individu dapat membangun
struktur kognitif atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka
setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai
konstruktivisme. Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery),
inquiri dan lain sebagainya, siswa
berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru.
Menurut Piaget
pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)
Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)
Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)
Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)
Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya
merupakan strategi utama dalam pembelajaran
kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing
dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk :
1)
Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2)
Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)
Membangkitkan respon kepada siswa;
4)
Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)
Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)
Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)
Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Menemukan atau inquiry dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara
umum proses inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah,
yaitu :
1)
Merumuskan masalah ;
2)
Mengajukan hipotesis;
3)
Mengumpulkan data;
4)
Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)
Membuat kesimpulan.
Melalui proses
berpikir yang sistematis, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah,
rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
4. Masyarakat
belajar (Learning Community)
Konsep Learning
Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa,
antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu
materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi
pengalaman.
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam
pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan
tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dalam
arti guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam
pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa.
Menurut Bandura dan
Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan
mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa
digolongkan menjadi :
- Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
- Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;
- Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan
cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang
baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun
yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau
pengetahun yang baru diterima.
Pada kegiatan
pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran.
Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang
realisasinya dapat berupa :
- Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.;
- Catatan atau jurnal di buku siswa;
- Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Penilaian yang
sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian autentik
merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah
mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses
pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata
yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik authentic
assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama dan
sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif,
yang diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta,
berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic
assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa,
prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis
dan karya tulis.
Ø
Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan
Pendekatan Tradisional
NO.
|
CTL
|
TRADISIONAL
|
1.
|
Menyandarkan pada memori spasial
(pemahaman makna)
|
Menyandarkan pada hapalan
|
2.
|
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan
siswa
|
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
|
3.
|
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
|
Siswa secara pasif menerima informasi
|
4.
|
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata/-masalah yang disi-mulasikan
|
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
|
5.
|
Selalu mengkaitkan informasi dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa
|
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa
sampai saatnya diperlukan
|
6.
|
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
|
Cenderung terfokus pada satu bidang
(disiplin) tertentu
|
7.
|
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk
menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan
pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)
|
Waktu belajar siswa sebagian besar
dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi
latihan yang membosankan (melalui kerja individual)
|
8.
|
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
|
Perilaku dibangun atas kebiasaan
|
9.
|
Keterampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman
|
Keterampilan dikembangkan atas dasar
latihan
|
10.
|
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan
diri
|
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau
nilai (angka) rapor
|
11.
|
Siswa tidak melakukan hal yang buruk
karena sadar hal tsb keliru dan merugikan
|
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk
karena takut akan hukuman
|
12.
|
Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsic
|
Perilaku baik berdasar-kan motivasi
ekstrinsik
|
13.
|
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat,
konteks dan setting
|
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
|
14.
|
Hasil belajar diukur melalui
penerapan penilaian autentik.
|
Hasil belajar diukur melalui kegiatan
akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
|
Ø
Peranan Guru Dalam Pembelajaran CTL
Peranan guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam
mencapai tujuannya. Maksudnya yaitu, guru berperan dalam mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi
siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher
centered.
Menurut Depdiknas,
guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1)
Mengkaji konsep atau teori yang akan
dipelajari oleh siswa .
2)
Memahami latar belakang dan pengalaman hidup
siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3)
Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat
tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori
yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
4)
Merancang pengajaran dengan mengkaitkan
konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang
dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
5)
Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman
siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana
pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Ø
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran CTL
Menurut Zahorik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran CTL,antara lain:
ü
Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan
yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
ü
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (
global ) menuju bagian-bagiannya secara khusus
ü
Pembelajaran harus ditekankan pada
pemahaman,yakni dengan cara:
o Menyusun konsep
o Melakukan sharing
untuk memperoleh masukan dan tanggapan oranglain
o Merevisi dan
mengembangkan konsep
ü
Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan
secara langsung apa-apa yang dipelajari.
ü
Adanya refleksi terhadap strategi
pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan
Kontekstual
2.3.1 Kelebihan
Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada
siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan
filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan
”menghafal”.
2.3.2 Kelemahan
Karena di dalam pendekatan
pembelajaran kontekstual ini siswa diharapkan mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri, maka dibutuhkan waktu pembelajaran yang cukup lama, karena akan
sedikit sulit bagi siswa menemukan suatu konsep dengan pengetahuannya sendiri. Selain itu, keleluasaan waktu yang
diberikan guru kepada siswa
untuk bisa mengkonstruksi pengetahuan lama dengan pengetahuan barunya akan
berjalan lamban, karena waktu tersebut lebih banyak digunakan siswa untuk
bermain dengan teman-temannya.
Kelemahan yang kedua yaitu guru lebih intensif dalam membimbing. Karena
dalam metode CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru
bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya.
Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar
dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa
yang diterapkan semula.
2.4 Langkah – langkah pembelajaran
kontekstual
Menurut (Rusman, 2012 : 192), pada intinya
pembelajaran kontekrtual dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Mengembangkan
pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2. Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
3. Mengembangkan
sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4. Menciptakan
masyarakat belajar, seperti melalui
kegiatan kelompok berdiskusi, tanya
jawab, dan lain sebagainya.
5. Menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media
yang sebenarnya.
6. Membiasakan
anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
7. Melakukan
penelitian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap
siswa.
2.5 Penggunaan
Pembelajaran Kontekstual
Pada
tahap “Konstruktivisme” Guru dalam memberikan kesempatan kepada beberapa
peserta didik untuk menyebutkan contoh lingkaran dalam kehidupan dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mempresentasikan hasil diskusinya
Pada
tahap “Menemukan” : Guru dalam menjelaskan dan memberi contoh dalam menemukan
konsep lingkaran dengan alat peraga Guru dalam membimbing peserta didik untuk
menemukan termasuk dalam kriteria baik.
Pada
tahap “Bertanya” : Guru dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah ke
konsep lingkaran, Guru dalam memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menjawab pertanyaan yang telah diberikan.
Pada
tahap “Masyarakat Belajar” : Guru dalam membentuk peserta didik menjadi
kelompok yang terdiri dari 4-5 peserta didik dan Guru dalam mengorganisasikan
kelompok untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok termasuk dalam kriteria baik.
Pada
tahap “Pemodelan” : Guru memanfaatkan alat peraga dan dalam membimbing peserta
didik menggunakan alat peraga
Pada tahap “Refleksi” : Guru dalam
memberikan arahan dalam menyimpulkan pelajaran dan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk memberikan pernyataan tentang materi yang telah
disampaikan.
Pada tahap “Penilaian Sebenarnya”
Guru dalam menilai presentasi atau penampilan peserta didik pada waktu
mempresentasikan hasil diskusinya dan Guru dalam menilai hasil evaluasi yang
telah diberikan pada pembelajaran waktu itu. (Rasiman, Widayanto:2008).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning(CTL) memberikan jalan memecahkan masalah tersebut dengan
mengembangkan pembelajaran dalam konteks yang
autentik. Konteks pembelajaran “autentik” dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dengan keterampilan dan pengetahuan
yang berbeda-beda, bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang berarti dan
melebihi tingkat penguasaannya atau tingkat
keberhasilan dari tes. Pembelajaran
kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif
yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang
sebenarnya.
Dalam sistem CTL bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam
materi akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan
konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan itu,
sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: (1) membuat
keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti,
(3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir
kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7)
mencapai standar yang tinggi, (8) menggunaan penilaian autentik.
Dengan demikian pembelajaran kontekstual memberikan
kesempatan siswa untuk menggali atau menemukan kembali konsep-konsep matematika dengan
bekerja/terlibat di dalamnya. Akibat ini, juga mengharuskan guru mendorong dan menciptakan suasana aktif bekerja
kelompok/mandiri dalam kelas, berinteraksi yang berpusat pada siswa serta menyesuaikan dengan lingkungan
tempat belajar-mengajar yang terjadi. Pandangan
ini memberi peluang penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika.
3.2 Saran
1. Sebaiknya dalam kegiatan
pembelajaran kontekstual guru memunculkan konsep-konsep secara jelas dengan
menghubungkannya dikehidupan nyata sehingga peserta didik dapat menyerap materi
dengan optimal.
2. Guru sebaiknya bisa
mengkondisikan kelas saat diskusi agar diskusi bisa berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ajrina,
Sheila. 2011. Pembelajaran Kontekstual – Contextual Teaching
andLearning (CTL) [online] Tersedia: http://Pembelajaran
Kontekstual – Contextual Teaching and Learning (CTL) . (18 September 2012).
Hanafiah, Nanang dan
Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung : Refika
Aditama.
Johnson, Elaine B.
2007. Contextual teaching and learning. Bandung : Mizan Learning Center.
Rasiman dan Wahyu
Widayanto. 2009. Vol 1 No. 1. Penerapan
Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Materi
Lingkaran bagi Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 1 Karanggawen Demak Tahun
Pelajaran 2008/2009.
Semarang : IKIP PGRI Semarang.
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung : Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
kompetensi. Jakarta : Kencana.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Surabaya : Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar